BATAM – TNI Angkatan Laut telah menangkap sedikitnya 200 kapal asing pencuri ikan di perairan Indonesia yang merugikan negara triliunan rupiah. Untuk itu, pemerintah perlu mempercepat negosiasi dengan negara tetangga untuk menentukan batas laut masing masing negara guna menghindari klaim sepihak terhadap wilayah laut yang memicu terjadinya ilegal fishing.
Komandan Gugus Keamanan Laut (Danguskamla) Laksaman Pertama Desi Albert Mamahit mengatakan, kasus pencurian ikan oleh nelayan asing di perairan Indonesia cenderung meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2010 saja, TNI Angkatan Laut menangkap sedikitnya 200 kapal asing dari berbagai negara seperti Malaysia, Vietnam, China dan Thailand. Sebagian besar kapal asing tersebut ditangkap di perairan Provinsi Kepulauan Riau seperti di Natuna.
Tingginya kasus pencurian ikan oleh nelayan asing terjadi karena belum adanya kejelasan soal batas laut NKRI dengan negara tetangga tersebut. Itu dipicu oleh belum adanya kesepakatan antar negara terkait batasan-batasan dari zona negara. Selain itu juga disebabkan keterbatasan sarana dan personel yang dimiliki TNI AL untuk mengawasi seluruh perairan Indonesia.
"Di laut Natuna provinsi Kepri selalu saja banyak kapal nelayan asing yang ditangkap karena di sana belum jelas zonanya dan belum ada kesepatan antara kita dengan pihak Vietnam dan negara tetangga lainnya," kata dia di Batam, Rabu (30/3).
Akibat pencurian ikan oleh nelayan asing, katanya negara dirugikan triliunan rupiah sebab kapal asing yang mencuri ikan tersebut menggunakan kapal besar dan teknologi canggih dalam melakukan aktivitasnya sehingga hasil tangkapan ikan lebih banyak dibanding nelayan Indonesia yang cenderung menangkap ikan dengan cara tradisional.
Hal tersebut sangat merugikan Indonesia terutama masyarakat pesisir yang berprofesi sebagai nelayan, sebab jika pencurian ikan dalam jumlah besar terus terjadi maka nelayan akan kehilangan sumber matapencariannya.
Gubernur Kepri, HM Sani mengatakan, wilayah perairan Kepri memang sering menjadi tempat pencurian ikan oleh nelayan asing disebabkan batas negara yang belum jelas dan tingginya potensi perikanan di laut Natuna. Untuk itu, TNI Angkatan Laut harus meningkatkan pengamanan wilayah laut di Natuna agar potensi perikanan tidak dicuri nelayan asing.
"Ekspor ikan Vietnam saja lebih banyak dari pada kita. Nah, ikannya dari mana? ya dari laut kita. Dan di daerah Natuna itu sering terjadi illegal fishing," kata Sani.
Untuk memaksimalkan pengamanan perbatasan di Natuna, kata Sani maka Pemprov Kepri akan membentuk lembaga pengelola perbatasan daerah karena selama ini Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) masih belum maksimal membantu daerah perbatasan di Kepri dengan berbagai permasalahannya yang komplek.
Kapal Malaysia
Sementara itu, pada hari Selasa (29/3) telah ditangkap kapal asing berbendera Malaysia yang mencuri ikan di perairan sekitar Pulau Batam.
Kepala Pusat Penerangan TNI AL Laksamana Pertama TNI Tri Prasodjo mengatakan, kapal berbendera Malaysia yang ditangkap tersebut memiliki kode KHF 1897, bobotnya 60,82 GT dinakhodai Malek Sarman Bin Shuib. Kapal ditangkap setelah dilakukan penghentian dan pemeriksaan oleh personel KRI Pulau Rangsang-727 yang melakukan patroli rutin.
"Setelah dilakukan pemeriksaaan, kapal tersebut tidak dilengkapi 'Port Clearence' yang merupakan kelengkapan dokumen penting bagi kapal asing, saat memasuki wilayah Indonesia. Selain itu, tidak menyimpan alat penangkap ikan di dalam palka, yang mengindikasikan kapal baru saja melakukan kegiatan penangkapan ikan di wilayah perairan Indonesia, serta nakhoda kapal tidak berada di atas kapal ketika berlayar," katanya.
Kapal KHF 1897 memiliki ciri-ciri berlambung biru dan anjungan berwarna merah, diawaki enam orang Anak Buah Kapal (ABK) berkebangsaan Thailand. Saat ini kapal tersebut masih dalam proses pemeriksaan dan penyelidikan oleh TNI AL di Tanjung Uban Provinsi Kepri yang merupakan Pangkalan Utama Angkatan Laut (Lantamal) IV. (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar