BATAM – Provinsi Kepulauan Riau membutuhkan sedikitnya 12 kapal Sea and Coast Guard atau penjaga laut dan pantai dengan bobot minimal 190 GT Sport Tourer dengan 12 personil telatih, untuk menjaga 96 persen wilayah Kepri yang terdiri dari laut. Itu dilakukan untuk meminimalisir pencurian ikan oleh nelayan asing serta tindakan kriminal dan terorisme di laut dikarenakan letak perairan Kepri yang sangat strategis berbatasan dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Vietnam dan China.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Batam, Nada F Soraya mengatakan, wilayah Kepri sebagian besar atau 96 persen terdiri dari laut yang letaknya sangat strategis di jalur pelayaran internasional selat Malaka dan berbatasan dengan sejumlah negara seperti Singapura, Malaysia, China dan Vietnam.
“Luasnya wilayah perairan Kepri yang kaya dengan sumber daya alam dan letaknya yang sangat strategis membutuhkan pengawasan yang cukup dari aparat. Oleh karenanya dibutuhkan sedikitnya 12 kapal penjaga laut dan pantai untuk mengawasi perairan tersebut,” katanya, Senin (4/4).
Perairan Kepri juga sangat kaya dengan sumber daya perikanan sehingga sering terjadi kasus pencurian oleh nelayan asing. Selain itu, letaknya yang sangat strategis juga memicu tindakan kriminal di laut seperti pembajakan dan aksi terorisme.
Oleh karena itu, kata Nada Kepri membutuhkan armada dan personil yang cukup untuk menjaga wilayah perairan tersebut. Jumlah kapal penjaga laut dan pantai yang dibutuhkan Kepri saat ini sekitar 12 unit kapal cepat berbobot 190 GT yang bisa bergerak lincah untuk mengamankan aksi aksi kejahatan di laut. Selain itu juga dibutuhkan 12 personil dan 144 crew terlatih untuk mendukung pengamanan tersebut.
“Saya sudah sampaikan langsung ke Menteri Perindustrian M S Hidayat terkait kebutuhan kapal untuk menjaga laut Kepri, tinggal menunggu keputusan pemerintah saja,” katanya.
Nada juga berharap agar pemerintah segera membenahi regulasi di laut dan segera membentuk otoritas penguasa laut dan pantai agar keamanan di laut segera diwujudkan.
Anggota Dewan Kelautan Indonesia, Son Diamar mengatakan, perairan Indonesia memang rawan dengan aksi aksi kejahatan termasuk pencurian ikan oleh nelayan asing. Pasalnya, wilayah laut atau perairan Indonesia sangat luas dan pengawasannya masih lemah disebabkan keterbatasan personil dan infrastruktur.
Diamar memperkirakan ada sekitar 5.000 kapal nelayan asing yang berkeliaran di perairan Indonesia dengan kapasitas sekitar 1.000-1.200 ton yang menguras potensi ikan Indonesia setiap tahunnya.
“Lemahnya pengawasan dan minimnya armada kapal Indonesia menjadi penyebab leluasanya kapal asing tersebut menguras ikan-ikan di Indonesia,” katanya.
Akibat aksi pencurian ikan tersebut, Indonesia diperkirakan kehilangan sekitar 6,4 juta ton ikan pertahun senilai triliunan rupiah. Untuk meminimalisir kerugian tersebut maka pengawasan harus di tingkatkan, untuk itu pemerintah melalui Kementrian Kelautan harus menambah armada dan personil terlatih untuk menjaga perairan Indonesia.
"Kementerian kelautan, tak pernah fokus untuk menambah armada kapal, mereka hanya fokus pada pembinaan, atau pembangunan pelabuhan, padahal untuk apa membangun pelabuhan bila tak memiliki kapal," kata Diamar.
Pencuri Ikan
Sementara itu, sepanjang 2010 TNI Angkatan Laut telah menangkap sedikitnya 200 kapal asing pencuri ikan di perairan Indonesia yang merugikan negara triliunan rupiah. Oleh karenanya, pemerintah perlu mempercepat negosiasi dengan negara tetangga untuk menentukan batas laut masing masing negara guna menekan pencurian ikan oleh nelayan asing.
Komandan Gugus Keamanan Laut (Danguskamla) Laksaman Pertama Desi Albert Mamahit mengatakan, kasus pencurian ikan oleh nelayan asing di perairan Indonesia cenderung meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2010 saja, TNI Angkatan Laut menangkap sedikitnya 200 kapal asing dari berbagai negara seperti Malaysia, Vietnam, China dan Thailand. Sebagian besar kapal asing tersebut ditangkap di perairan Provinsi Kepulauan Riau seperti di Natuna.
Tingginya kasus pencurian ikan oleh nelayan asing terjadi karena belum adanya kejelasan soal batas laut NKRI dengan negara tetangga tersebut. Itu dipicu oleh belum adanya kesepakatan antar negara terkait batasan-batasan dari zona negara. Selain itu juga disebabkan keterbatasan sarana dan personel yang dimiliki TNI AL untuk mengawasi seluruh perairan Indonesia.
"Di laut Natuna provinsi Kepri selalu saja banyak kapal nelayan asing yang ditangkap karena di sana belum jelas zonanya dan belum ada kesepatan antara kita dengan pihak Vietnam dan negara tetangga lainnya," kata dia di Batam, Rabu (30/3). (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar