BATAM – Jumlah perusahaan asal Jepang yang beroperasi di kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas (free trade zone) Batam turun dari 40 perusahaan menjadi sekitar 30 perusahaan selama lima tahun terakhir disebabkan terus naiknya biaya produksi yang dipicu mahalnya tariff listrik, VoA (Visa on Arrival) dan upah buruh.
Consulate Generale of Japan, Shigeya Aoyama ketika berkunjung ke Batam Jumat (8/4) mengatakan, banyak perusahaan Jepang yang sudah beroperasi di Batam mengeluh tingginya tarif listrik di Batam yang menyebabkan biaya produksi terus meningkat.
Akibatnya, sejumlah perusahaan asal Jepang tidak mampu meneruskan kegiatan produksinya dan memilih untuk memindahkan pabriknya ke negara lain yang lebih kompetitif.
“Pengusaha Jepang banyak yang mengeluh ke Konsulat Jenderal Jepang bahwa tarif listrik di Batam terlalu tinggi bahkan lebih tinggi dibanding Singapura sehingga mereka tidak bisa kompetitif dan memilih merelokasi pabriknya ke negara lain seperti Vietnam,” katanya.
Ditambahkan, perbandingan tarif listrik di Batam dengan Vietnam tidak terlalu mencolok namun pemerintah Vietnam memberi kemudahan lain bagi investor Jepang, misalnya memberi VoA yang lebih murah.
Sementara itu, pemerintah Indonesia justru memberlakukan biaya VoA yang lebih tinggi. Akibatnya dari 2.000 pekerja asal Jepang saat ini hanya tinggal sekitar 200 orang saja. Jumlah turis Jepang ke Batam juga menurun sejak diberlakukannya VoA dengan sistem berkelompok. Melalui mekanisme itu maka setiap empat orang akan dikenakan biaya VoA sebesar 10 dollar AS, sedangkan bagi wisatawan yang datang sendirian akan dikenakan VoA 25 dollar AS untuk waktu kunjung selama 30 hari.
“Pemberlakuan VoA di Batam sangat memberatkan turis dan pekerja Jepang sehingga jika ingin menarik investor dan turs asal Jepang maka pemerintah Indonesia harus menurunkan VoA untuk warga Jepang,” katanya.
Sekretaris Perusahaan PT PLN Batam mengatakan, tingginya tarif listrik di Batam disebabkan pengelolaannya dilakukan oleh swasta yakni PT Pelayanan Listrik Nasional Batam (PLN Batam) yang dalam operasionalnya tidak mendapat subsidi dari pemerintah pusat sepertihalnya PLN di daerah lain.
Oleh karena itu, operasional PLN Batam sangat tergantung dari pembayaran listrik dari konsumen. Tarif listrik di Batam bisa lebih rendah dari saat ini jika pemerintah memberi subsidi atau memberikan harga gas yang lebih rendah dibanding daerah lain agar ongkos untuk membangkitkan mesin pembangkit listrik tenaga gas menjadi murah.
Ketua Kadin Batam, Nada Soraya mengatakan pemerintah mesti mencari solusi terhadap keluhan investor Jepang soal tingginya tarif listrik dan mahalnya biaya VoA. Terlebih saat ini pemerintah pusat juga sedang mendekati pengusaha Jepang untuk merelokasi pabriknya ke Indonesia terkait bencana gempa bumi dan Tsunami yang menghancurkan infrastruktur di Jepang.
Menteri Perindustrian MS Hidayat sewaktu berkunjung ke Batam pecan lalu mengatakan, Pemerintah Indonesia terus mendekati Jepang untuk merelokasi pabrik-pabriknya ke Indonesia pasca gempa dan tsunami yang menghancurkan sejumlah pabrik seperti pabrik plastik dan fiber.
Oleh karena itu, Pihak Jepang sedang memilih tempat relokasi pabrik baru untuk melanjutkan kegiatan produksinya dan beberapa tempat yang menjadi tujuan utama yakni Indonesia serta Vietnam.
Menurut Hidayat, pihaknya akan melakukan pembicaraan dengan pihak Jepang untuk membahas masalah relokasi ini. Untuk itu Kementerian Perindustrian akan mengajak Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) berbicara di forum bisnis Jepang Indonesia.
Selain industri plastic dan fiber, kehancuran akibat tsunami Jepang juga telah memporak orandakan industri otomotif di Jepang. Oleh karena itu Jepang tengah mencari sumber baru untuk memenuhi kebutuhan suku cadang guna industri otomotifnya, khususnya untuk pemenuhan suku cadang gearbox dan chip engine management system.
Industri kendaraan bermotor dalam negeri sendiri, khususnya pabrikan asal Jepang, masih menunggu informasi lanjutan soal kesiapan pasokan komponen dari Jepang untuk memenuhi kebutuhan setelah April 2011. Saat ini, pihak Jepang sedang melakukan simulasi di pabrik-pabrik mereka yang terdapat di negara-negara Asean, seperti Indonesia.(gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar