Zapin adalah nama tarian etnis melayu yang berasal dari Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) Indonesia, namun seni tari itu juga tumbuh dan berkembang di negara lain seperti Malaysia, Singapur dan Brunai Darusalam sehingga juga di akui sebagai seni tari dari negara tersebut, meskipun terdapat beberapa perbedaan gerakan namun namanya tetap sama yakni Zapin.
Dalam setiap perhelatan resmi pemerintah dan warga di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) tak lengkap rasanya bila tidak disuguhkan Tari Zapin. Tari tersebut secara umum melukiskan kehidupan masyarakat Melayu tempo dulu yang hidup dalam kesederhanaan, mempertahankan kesusilaan, religius dan penghormatan pada orang yang lebih tua. Meski demikian, setiap gerakan hampir selalu memiliki makna tertentu sebagai wahana pembelajaran bagi masyarakat Melayu.
Gerak langkah (jalan) Zapin terdiri dari empat langkah yang melambangkan sifat rasul dari setiap geraknya. Langkah itu merupakan syariat yang bertalian dengan ruh yang menegakkannya. Setiap langkah zapin mempunyai bunga zapin. Bunga zapin ada 13 (tigabelas) gerak, yakni sebagai lambang rukun sembahyang sebanyak 13 (tigabelas), diakhiri dengan pecah lapan sut yang artinya mengakhiri mengambil air sembahyang.
Sementara itu, Bungo Alif yaitu awal membuat bungo (bunga) terdiri dari tiga belas bungo yang setiap bungonya mengandung makna tertentu. Bungo Alif zapin yaitu bungo alif, geliat, pusing tengah, siku keluang, pusing sekerat, anak ayam patah, pecah lapan, pusing tak jadi, tongkah (melawan arus), tahto terjun, sut tiga kali depan, sut maju mundur, pecah lapan sut.
Saat Zapin ditarikan maka lagu dinyanyikan bait per bait. Di antara bait satu lagu ke bait lainnya, penabuh marwas mengeraskan permainannya yang disebut dengan santing atau doguh, yang dalam istilah musik disebut dengan forte (dibunyikan dengan suara keras), maknanya sebagai lambang mengambil semangat atau naik syeikh bagi penari zapin.
Tari zapin tradisional diiringi dengan lagu-lagu khusus rentak (tempo) zapin, seperti lagu Naam Saidi, Pulut Hitam, Gambus Palembang, Tanjung Balai, Sahabat Laila, Lancang Kuning, Kak Jando, Sayang Cek Esah, Rajo Beradu, Ya Malim (zapin Bismillah) dan Bungo Cempako.
Sementara itu, Pemeting (pemeting) gambus, biasanya sekaligus sebagai penyanyinya dan lagu yang dibawakan memakai birama 4/4, kecuali birama 3/4 dalam zapin Ya Umar yang sudah langka dan tidak dipakai lagi, selain susah dan tidak adanya lagi penari dan penyanyi yang dapat memainkannya.
Pada mulanya, zapin tradisional (terutama di Siak dan Pekanbaru) ditarikan oleh 2 (dua) orang lelaki, dan baru kemudian berkembang setelah keluar dari istana, seperti penarinya melebihi dua orang, dan selanjutnya, tidak lagi hanya memakai penari lelaki, tetapi sudah ditarikan oleh perempuan, atau campuran laki-laki dan perempuan.
Zapin dahulu atau sekitar sebelum 1960-an ditarikan hanya oleh laki laki yang dalam setiap gerakannya menyimbolkan perlindungan seorang laki laki pada wanita. Hal itu sesuai dengan falsafah tari tersebut yang bersumber dari Timur Tengah yang menunjukan bahwa Lelaki adalah Khalifah atau pemimpin yang harus melindungi kaum yang lemah, dan Wanita lazimnya adalah kaum lemah yang senantiasa mendapat perlindungan dari laki laki.
Namun, pada saat ini Zapin tidak lagi ditarikan oleh lelaki tapi juga sudah berpasangan antara lelaki dan perempuan. Sosok Perempuan dalam gerak tari Zapin mengambarkan seorang pendamping laki laki yang religius, itu tampak dari gerak kaki yang tidak terlalu luas begitupun dengan gerak tangannya yang tidak terlalu tinggi, mengambarkan bahwa wanita harus mempertahankan kesusilaannya dan harus selalu hormat pada Laki laki.
Koreografer Tari Melayu, Nizar sani mengatakan, seni tari Zapin juga melukiskan kehidupan kaum muda etnis melayu yang penuh dengan keceriaan, itu terlihat dari hentakan tangan dan kaki yang sangat dinamis. Tari itu juga mengambarkan religiusme masyarakat Melayu, terlebih Zapin sendiri berasal dari bahasa Arab yakni Zafn yang mempunyai arti pergerakan kaki cepat mengikut rentak pukulan.
Pada mulanya, Zapin hanya dibawakan untuk kalangan tertentu yakni kalangan Istana raja, di rumah tengku-tengku, keturunan bangsawan, dan kerabat kerajaan atau pejabat-pejabat tinggi kerajaan. Setelah berakhirnya abad kerajaan Siak, barulah Zapin ditarikan di luar istana dan kemudian berkembang hingga ke masa kini.
Meskipun menghibur, tarian itu juga bersifat edukatif sekaligus sebagai media dakwah Islamiyah, dan itu sangat kentara melalui syair lagu-lagu zapin yang didendangkan dengan alat musik petik gambus dan tiga buah alat musik tabuh gendang kecil yang disebut marwas.
Marwas, atau disebut juga dengan meruas atau merwas adalah alat-musik jenis gendang yang berfungsi sebagai pengatur tempo atau rentak. Dalam satu ensembel musik zapin biasanya memakai tiga marwas dan sebanyak-banyak tidak ditentukan.
Sebagai pengatur tempo alat musik marwas yang dalam kebudayaan Melayu digunakan untuk mengiringi tari zapin bersamaan dengan alat musik gambus selodang yang disebut dengan ‘ud di Semenanjung Arabia .
Zapin Malaysia
Seniman Kepulauan Riau, Hoesnizar Hood mengatakan, tari Zapin saat ini lebih berkembang di Malaysia ketimbang di Indonesia .
Menurut dia, banyak koreografer di Malaysia seperti Mohd Anis Md Nor mengembangkan tari Zapin menjadi komoditas yang memiliki nilai tinggi. Tari tersebut tidak hanya dikenalkan di sekolah sekolah tetapi sudah dipertandingkan di antara perusahaan pada 2002.
"Zapin Malaysia bisa berkembang pesat karena memiliki pasar," kata Hoesnizar.
Oleh karena itu, untuk mengimbangi klaim Malaysia terhadap seni tari Zapin yang diakui berasal dari Kepuluan Riau, pada tahun 2006 pemerintah menggelar Bintan Zapin. Meski demikian permasalahan tari Zapin berbeda dengan reog yang sekitar 150 tahun lalu dibawa masyarakat Jawa ke Malaysia .
Dijelaskan, ketika kerajaan Riau-Lingga hancur, para abdi kerajaan hijrah ke Johor Malaysia dan mengembangkan berbagai kebudayaan melayu di Malaysia.
Sementara itu, tari Zapin sendiri berasal dari Arab yang dibawa oleh para pedagangnya ke Indonesia .
Kedua negara ( Indonesia dan Malaysia ) sama-sama memiliki pengaruh Islam yang kuat, dan tari Zapin di Kepri dan Malaysia sama-sama berkembang pada masa kejayaan kerajaan melayu.
Koreografer Malaysia , Anis sendiri telah menerbitkan buku Zapin Melayu di Nusantara pada tahun 2000. Sehingga kemungkinan Zapin akan diklaim menjadi milik Malaysia bisa saja terjadi.
" Malaysia dan Kepri itu bertetangga dan sama-sama rumpun Melayu," katanya.
Sedangkan perkembangan Reog Ponorogo dipengaruhi budaya Hindu. Malaysia tidak bisa mengklaim reog miliknya karena pengaruh Hindu tidak sampai di Malaysia.
Bagi Hoesnizar, siapapun yang memiliki Zapin tidak menjadi permasalahan asal Zapin bisa dipertahankan dan dikembangkan. Kenyataan yang ada saat ini, pasar Indonesia maupun Kepri belum bisa menerima tari Zapin.
Sementara itu, Budayawan Kepri, Bhinneka Surya alias Tok Mok kuatir tari Zapin Pesisir milik Kepri akan diklaim Malaysia . Soalnya, sejak tahun 1998, pihak Malaysia berupaya mempelajari dan berusaha merebut tari Zapin dari Indonesia .
"Kami mencium aroma itu saat Prof Anis mengundang seluruh budayawan Indonesia ke Malaysia pada tahun 1998," kata Tok Mok. (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar