JAKARTA – Perusahaan keramik, PT Intikeramik Alamasri Tbk mendapatkan investor baru yakni perusahaan dari Republik Seychells, First Inertia Limited yang telah membeli surat utang (obligasi) khusus atau Mandatory Convertible Bonds dari Best Achieve Investment Limited sejumlah 34,7 miliar rupiah. Transaksi itu diperkirakan tidak akan berpengaruh signifikan terhadap manajemen karena jika surat utang itu dikonversi ke saham jumlahnya tidak signifikan yakni 9-10 persen sehingga Best Achieve Investment masih tetap menjadi pemegang saham mayoritas dengan jumlah kepemilikan 31,19 persen.
Sekretaris Perusahaan Intikeramik Kurniadi mengatakan, pihaknya memang sudah mendapat informasi soal pengalihan MCB atau Mandatory Convertible Bonds dari Best Achieve Investment Limited, perusahaan yang berkedudukan di Hongkong yang menjadi pemegang saham mayoritas kepada First Inertia Limited yakni perusahaan yang berkedudukan di Republik Seychells senilai 34.691.893.010 rupiah.
“Tidak akan terjadi perubahan manajemen apapun terkait dengan masuknya First Inertia Limited,” katanya, Rabu (14/7).
Pihak First Inertia, kata dia diperkirakan akan mengonversi MCB itu kedalam bentuk saham pada akhir tahun ini dengan jumlah kepemilikan saham sekitar 9-10 persen. Oleh karenanya, diperkirakan tidak akan terjadi perubahan manajemen dan keberadaan investor itu juga tidak akan berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan sebab jumlah sahamnya relatif kecil.
Terkait dengan restrukturisasi utang dengan Bank Mandiri senilai 200 miliar rupiah yang sudah jatuh tempo pada Desember 2008, menurut Kurniadi sampai saat ini masih berjalan dan target penyelesaikan pada kuartal satu ternyata bergeser hingga akhir tahun ini.
“Restrukturisasi dengan Bank Mandiri masih berjalan, diharapkan rampung akhir tahun ini,” katanya.
Restrukturisasi dilakukan setelah perseroan gagal bayar atau default utangnya pada saat jatuh tempo. Akibatnya managemen melakukan negosiasi kepada Bank mandiri untuk mendapatkan penjadwalan kembali utangnya.
Perseroan, kata dia, awalnya akan membayar utang tersebut dengan menerbitkan saham terbatas atau Rights Issue dengan menerbitkan saham baru sebanyak 250 juta lembar saham di harga 800 rupiah per lembar saham dengan nilai nominal 500 rupiah, dengan target dana 200 miliar rupiah. Namun, rencana tersebut hingga saat ini masih belum dipastikan karena pembeli siaga yakni International lising and investment company (ILIC) belum bersedia melakukan transaksi akibat kondisi pasar yang masih fluktuatif.
Revisi Target
Kurniadi mengatakan, pihaknya merevisi target pertumbuhan pendapatan tahun ini dari 10-20 persen atau senilai 300 miliar rupiah menjadi 8,5 persen atau 245 miliar rupiah. Penurunan target itu dipengaruhi oleh belum membaiknya pasar ekspor sehingga penjualan perseroan saat ini sebagian besar mengandalkan pasar dalam negeri.
Dengan pertumbuhan pendapatan 8,5 persen, kata dia diharapkan laba yang bisa diterima mencapai 5 miliar rupiah. Angka itu relatif lebih baik ketimbang rugi bersih yang diterima pada 2009 mencapai 39,8 miliar rupiah. Kerugian yang diterima pada 2009 itu menyebabkan perseroan tidak membagikan dividen pada kinerja keuangan 2009.
Untuk mengejar pertumbuhan pendapatan tahun ini, selain fokus di pasar domestic perseroan juga akan melakukan diversifikasi produk dengan membuat keramik sesai permintaan atau selera pasar.
Ketua Asosiasi Industri Aneka Keramik Indonesia (Asaki) Achmad Widjaya mengatakan,
Industri keramik nasional pada tahun ini tidak bisa bergantung pada pasar ekspor karena kondisi pasar di Amerika dan Eropa masih belum pulih akibat krisis global. Oleh karenanya, perusahaan keramik disarankan untuk fokus di pasar dalam negeri sebab permintaannya masih cukup tinggi. (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar