BATAM – Pemerintah dinilai belum serius mengelola kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas (FTZ) khususnya di Batam, Bintan dan Karimun (BBK) karena masih banyak kendala yang hingga kini di tuntaskan. Kondisi itu dikuatirkan mengalihkan tujuan investasi sejumlah investor asing ke kawasan FTZ di negara lain seperti Vietnam yang lebih siap.
Wakil Ketua DPRD Kepri Iskandarsyah mengatakan, pemerintah dinilai belum serius mengelola FTZ dan terkesan setengah hati mempersiapkannya, karena masih banyak kendala yang hingga saat ini belum dibenahi. Misalnya, soal regulasi yang hingga kini belum juga diselesaikan terkait dengan revisi PP nomor 2 tahun 2009 yang menjadi payung hukum FTZ-BBK.
”Salah satu kelemahan kita dalam mengelola FTZ adalah regulasi yang kurang jelas, antara instansi pemerintah di pusat, selain itu juga perlu kesediaan jaminan infrastruktrur oleh pemerintah daerah terutama listrik dan air di kawasan BBK,” kata Iskandarsyah akhir pekan lalu.
Pemerintah juga belum mempersiapkan infrastruktur yang handal seperti pelabuhan bebas khusunya di Karimun dan Bintan, sedangkan di Batam sudah ada pelabuhan namun hingga kini belum dikembangkan meskipun kapasitasnya sudah semakin terbatas. Selain itu, listrik dan air yang menjadi infrastruktur dasar justru masih krisis di kawasan FTZ BBK.
Birokrasi juga, kata Iskandarsyah masih menjadi penghalang, karena meskipun sudah diberlakukan layanan perijinan investasi satu atap (one shop service), namun dalam praktiknya masih membingungkan investor, sebab investor masih harus berpindah pindah untuk mengurus perijinan. Selain itu, beberapa perijinan juga masih ditangani oleh Jakarta sehingga dinilai tidak efisien.
Sekretaris Dewan Kawasan FTZ BBK Jhon Arizal mengatakan, pemerintah mesti secepatnya merevisi Aturan FTZ BBK atau PP no 02 tahun 2009 yang belum selesai pembahasannya sampai saat ini. Sebab aturan yang menjadi payung hukum investor dalam menjalankan bisnis di BBK itu sangat penting agar bisa diketahui ketentuan dalam menjalankan bisnis di BBK.
Dewan Kawasan FTZ BBK telah membentuk tim untuk mendesak pemerintah segera mempercepat revisi aturan tersebut, namun sampai hari ini belum juga selesai pembahasannya. Oleh karena itu, banyak investor di perkirakan masih wait and see untuk menanamkan modalnya di BBK.
Kondisi itu, jika dibiarkan lama, dikuatirkan investor asing akan beralih ke kawasan sejenis di negara lain yang memberikan fasilitas dan kemudahan lebih baik dari Indonesia seperti yang dilakukan Pemerintah Philipina dan Vietnam yang saat ini sedang gencar memasarkan kawasan FTZ – nya. Sementara itu, di dunia saat ini sudah ada sekitar 3.000 kawasan FTZ yang dibentuk oleh 116 negara.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Batam, Nada F Soraya mengatakan, daya saing FTZ BBK saat ini cukup lemah dibanding kawasan sejenis di negara lain. Itu disebabkan beberapa hal, pertama, payung hukum yang belum jelas, kedua, pemerintah kurang memberi insentif pada investor seperti yang dilakukan negara lain misalnya, insentif pajak. Ketiga, Pemerintah tidak tegas mengatus soal perburuhan khususnya mengenai Upah, sehingga hampir setiap tahun selalu ada aksi demo buruh yang menuntut kenaikan upah. Keempat, kurang bersaingnya harga atau tarif listrik, air dan telekomunikasi yang menyebabkan tingginya biaya produksi di kawasan BBK. Keempat, Kurang produktifnya tenaga kerja Indonesia jika dibanding Cina.
FTZ Vietnam
Iskandarsyah mengatakan, pihakanya telah melakukan kunjungan kerja dari 28 Juni hingga 2 Juli ke daerah Perdagangan dan Pelabuhan Bebas (Free Trade Zone/FTZ) Provinsi Ho Chi Minh, Vietnam.
Dari hasil kunjungan kerja tersebut diketahui bahwa Vietnam lebih siap mengelola kawasan FTZ ketimbang Indonesia . Itu bisa diketahui dari keseriusan pemerintah Vietnam menyediakan infrastruktur dan regulasi yang sangat friendly kepada investor.
Vietnam telah menerapkan sistem regulasi satu pintu sehingga calon investor yang hendak menanam investasi, tak perlu banyak mendatangi lembaga terkait saat melakukan pengurusan perizinan. Sistem tersebut, benar benar dipraktikan tidak sekedar teori semata, dengan demikian biaya yang dikeluarkan bisa lebih murah dan waktunya juga lebih cepat.
Vietnam juga telah menyiapkan infrastruktur pendukung penerapan FTZ yang cukup handal seperti air bersih, listrik, lokasi memadai, dan pemberian perlindungan hukum bagi investor.
Menurut Iskandarsyah, hasil kunjungan kerja ke Vietnam tersebut akan dijadikan pedoman DPRD Provinsi Kepri dalam memberi masukan ke Gubernur Kepri sebagai Ketua Dewan Kawasan FTZ BBK untuk mengambil langkah langkah nyata membenahi FTZ BBK.
Pihaknya juga kata Iskandarsyah memandang perlu adanya kesepakatan bersama antara Pemerintah Pusat dan Daerah sebagai pedoman kerja bagi Dewan Kawasan Nasional dan Daerah untuk menjalankan FTZ agar aturan yang ada tidak tumpang tindih. Pasalnya, kebijakan yang ada saat ini di dalam instansi pemerintah misalnya Menko Perekonomian, Bea Cukai, Badan Penanaman Modal Pusat dan Kementerian Perdagangan tidak sejalan dan banyak yang tumpang tindih.
Di level Pemerintah Provinsi juga perlu disiapkan tata ruang dan kemampuan sumber daya manusia dalam mengelola FTZ ini, sehingga FTZ dikelola oleh orang orang yang tepat dan professional bukan hanya sekedarnya saja. (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar