JAKARTA – Perusahaan kertas, PT Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk (KBRI) menargetkan pendapatannya bisa naik lima kali lipat atau 445 persen menjadi sekitar 60 miliar rupiah pada tahun ini dibanding 11 miliar rupiah pada 2009 karena peningkatan harga kertas dan bubur kertas (pulp).
Sekretaris Perusahaan Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tiur Simamora mengatakan, harga kertas pada tahun ini diprediksi naik signifikan, oleh sebab itu perseroan akan mengenjot produksi hingga 11.00 ton. Dengan demikian, pendapatan diprediksi naik lima kali lipat atau 445 persen menjadi 60 miliar rupiah tahun ini dari 11 miliar rupiah pada 2009.
“Pendapatan tahun ini diprediksi naik lima kali lipat karena produksi dan harga kertas meningkat,” katanya kepada Koran Jakarta, Jumat (22/1).
Menurut Tiur, peningkatan pendapatan itu sebenarnya masih bisa dinaikan bila mesin produksi kedua atau Paper Machine II bisa beroperasi tahun ini. Mesin yang sudah dibeli sejak tahun lalu tersebut belum dapat beroperasi karena belum tersedianya perangkat lunak.
Tiur berharap perangkat lunak mesin tersebut seharga 40 juta dollar bisa dibeli pada tahun ini. Oleh karena itu, pemegang saham dalam RUPSLB (Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa) yang diselenggarakan Jumat (22/1) telah menyetujui untuk menjaminkan asset perusahaan senilai 1,2 triliun rupiah ke lembaga keuangan.
Mengenai lembaga keuangan yang akan diajak kerjasama, menurut Tiur, saat ini pihaknya masih melakukan negosiasi dengan beberapa Bank di dalam dan luar negeri. Nama Banknya belum bisa disebutkan karena negosiasi yang dilakukan saat ini belum final.
Selain itu, kata dia, perseroan juga sedang mengincar investor strategis (Strategic Investor) untuk bekerjasama mengelola Hutan Tanaman Industri (HTI) seluas 100.000 hektare yang akan dibudidayakan Accassia Mangium sebagai bahan baku pembuatan kertas dan bubur kertas.
“Kami akan mengandeng strategic investor yang mau bekerjasama mengelola HTI tersebut, dan bila bisnis itu bisa dioptimalisasikan akan berkontribusi cukup besar terhadap pendapatan perusahaan,” katanya.
Ketua Presidium Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI), Muhammad Mansur kepada Koran Jakarta mengatakan prospek industri kertas tahun ini diprediksi lebih baik disbanding tahun 2009, karena harga kertas bakal melonjak disebabkan pasokan domestic dan global menurun sedangkan permintaan tinggi akibat mulai berjalannya kegiatan industri setelah sempat melemah akibat dampak krisis keuangan global.
Menurutnya harga kertas tahun 2010 akan naik sekitar 15-20 dollar AS per ton setiap bulannya, baik itu pulp serat pendek maupun serat panjang atau mencapai 750-800 dollar AS per ton.
Konsumsi paling tinggi kata dia lebih banyak di pasar dalam negeri dan Asia, sedangkan pasar Eropa dan Amerika masih belum terlalu tinggi permintaanya karena dampak resesi global belum pulih di kawasan tersebut.
Meski demikian, katanya industri kertas dalam negeri menghadapi tantangan dengan keluarnya Peraturan Menteri Keuangan (Menkeu) No 39 tahun 2009 tanggal 2 September tentang aturan Impor Limbah Non B3 yang didalamnya juga mengatur impor kertas bekas yang berlaku 1 Januari 2010.
Dalam peraturan tersebut, impor kertas bekas harus melalui kerjasama operasi atau KSO bersama dengan Sucopindo dan Surveyor Indonesia. Aturan itu, dinilai akan meningkatkan biaya produksi karena setiap pengiriman barang nantinya akan dikenakan biaya sekitar 60 dollar AS per ton.
Selain itu, prakteknya dilapangan juga sangat rumit dan berbelit belit, misalnya ada kewajiban setiap container yang datang harus di foto dan hal itu kan akan memakan waktu, biaya dan tenaga sehingga ongkos bertambah.
Padahal, impor kertas bekas nasional setiap tahunnya mencapai tiga juta ton dari kebutuhan nasional yang enam juta ton, karena Indonesia baru bisa memenuhi tiga juta ton kertas bekas sebagai bahan baku produksi kertas baru.
Kondisi itu, menyebabkan adanya potensi peningkatan biaya produksi sampai 50 kali lipat dari biasanya, dan ini akan menjadi factor yang melemahkan daya saing industri kertas nasional. (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar