BATAM – Industri di kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas (FTZ) Batam tidak terpengaruh atas pemberlakuan pasar bebas Asean-Cina sejak 1 Januari 2010, karena mayoritas produk yang dihasilkan berkualitas tinggi dan di gunakan untuk pasar ekspor.
Direktur Kawasan Industri Hijrah, Salam kepada Koran Jakarta mengatakan, pemberlakuan perdagangan bebas antara Asean dan Cina sejak 1 Januari 2010 lalu, tidak akan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan industri di Batam.
Itu disebabkan, sebagian besar produk yang dihasilkan oleh industri di Batam memiliki kualitas tinggi yang sudah sesuai dengan kualifikasi produk tersebut di pasar internasional, selain itu, hampir seluruh produk yang dihasilkan juga merupakan pesanan dari banyak perusahaan di luar negeri sehingga pasarnya sudah jelas.
Menurutnya, pemberlakuan pasar bebas itu justru diperkirakan akan berdampak positif terhadap pertumbuhan industri di Batam, karena pasarnya semakin luas dengan ketentuan perdagangan yang lebih murah dan mudah. Cina sendiri kata dia merupakan pasar yang sangat besar, sehingga dengan pemberlakuan kebijakan tersebut akan memudahkan bagi industri di Batam untuk masuk ke pasar Cina.
Menurut Salam, dampak negative dari pemberlakuan perdagangan bebas Asean-Cina akan dirasakan oleh pelaku usaha kecil yang mengandalkan pasar domestic, karena persaingan dengan produk impor akan semakin ketat.
Senada dengan Salam Kepala Dinas tenaga Kerja (Disnaker) Kota Batam Rudi Sakyakirti menambahkan, penerapan pasar bebas Asean-China (Asean-China Free Trade Agreement/ACFTA) tidak akan menganggu kegiatan perindustrian di Batam, seperti yang ditakutkan sejumlah pihak bakal ada PHK besar besaran di Batam karena banyak industri yang akan gulung tikar.
"Produk-produk yang dibuat di perusahaan di Batam untuk tujuan ekspor sehingga perusahaan di Batam aman, termasuk juga tenaga kerjanya," katanya.
Terkait dengan ancaman terhadap industri tekstil, menurut dia, tidak banyak perusahaan tekstil di Batam, hanya ada satu perusahaan tekstil terbesar yakni PT PT Gimly. Meski demikian, perusahaan itu diperkirakan tidak akan terpengaruh terhadap status perdagangan bebas tersebut karena produk yang dihasilkan seluruhnya untuk ekspor bukan untuk pasar dalam negeri.
"Perusahaan tersebut juga untuk orientasi ekspor. Baik perusahaan maupun tenaga kerjanya tidak akan terkena imbas," tuturnya.
Justru, kata Rudi pada tahun ini perusahaan-perusahaan di Batam mulai bergairah dan mulai merekrut karyawan, khususnya untuk perusahaan elektronik.
Soal Infrastruktur
Meski industri di Batam tidak terpengaruh negatif terhadap pemberlakuan perdagangan bebas Asean-Cina, namun Direktur Kawasan Industri Hijrah, Salam kuatir tingginya biaya operasional akibat tariff listrik bisa menyebabkan banyak perusahaan di Batam hengkang.
Dijelaskan, PT PLN Batam beberapa waktu lalu telah memberlakukan tariff minimum untuk seluruh perusahaan di Batam dengan batas pemakaian daya 220 jam perbulan. Akibat pemberlakuan itu, akan meningkatkan biaya operasional khususnya bagi industri kecil dan menangah yang penggunaan listriknya kurang dari 220 jam per bulan.
Pasalnya, bila pemakaian listrik perusahaan kecil itu kurang dari 220 jam perbulan, maka PLN Batam tetap mengenakan biaya pemakaian 220 jam perbulan, sehingga perusahaan tersebut akan membayar tagihal listrik lebih besar dari biasanya dan hal itu bukan karena pemakaian daya tetapi karena pemberlakuan tariff minimum tadi. (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar