BATAM – Perusahaan serat sintetis, PT Asia Pasifik Fibers Tbk yang dahulu bernama PT Polysindo Eka Perkasa Tbk meningkatkan penjualan di pasar domestik dari 60 persen di awal tahun menjadi 80 persen saat ini terhadap total seluruh penjualan, karena melambatnya permintaan luar negeri akibat resesi global dan dipengaruhi peningkatan permintaan pasar domestik.
Sekretaris Perusahaan Asia Pasifik Fibers H. Tunaryo mengatakan, perseroan telah meningkatkan penjualan di pasar domestik sejak Juni 2009 menjadi 80 persen dari 60 persen terhadap total penjualan. Itu disebabkan meningkatnya permintaan serat sintetis di dalam negeri dipengaruhi upaya pemerintah yang telah memberdayakan industri tekstil melalui program restrukturisasi mesin produksi.
“Berapapun produksi yang kami hasilkan mampu diserap pasar lokal, oleh karena itu proporsi penjualan ekspor kami kurangi dan penjualan lokal ditingkatkan menjadi 80 persen,” katanya.
Meski pasar domestik diperbesar, kata dia, kapasitas produksi atau utilisasi pabrik di Karawang dan Semarang belum bisa ditingkatkan dari posisi saat ini yang sudah mencapai 90 persen untuk pabrik di Karawang dan 60-65 persen untuk pabrik di Semarang.
Itu disebabkan, belum tersedianya dana untuk menambah kapasitas pabrik dengan membeli mesin baru, karena perseroan belum bisa melakukan pinjaman ke bank disebabkan ditahan asset perusahaan oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) sebagai jaminan utang yang sampai saat ini belum diselesaikan.
“Seluruh ekspansi usaha terpaksa di tunda karena proses restrukturisasi belum rampung dengan PPA,” katanya. Perseroan, kata Tunaryo setidaknya membutuhkan pinjaman bank sekitar 50 juta sampai 75 juta dollar AS untuk modal kerja guna membeli tambahan mesin produksi.
Meski pinjaman bank tidak bisa dilakukan, kata Tunaryo, perseroan masih bisa membiayai working capital- nya dari kas internal dan suntikan dana dari pemegang saham mayoritas yakni Damiano Investment BV dari Belanda. Damiano Investment BV yang memiliki 60,70 persen saham di PT Asia Pasifik Fibers Tbk diketahui telah menyuntikan dana sebesar 35,4 juta dollar AS pada 2008 dan tahun ini dana yang disuntikan senilai 37,9 juta dollar AS.
Bahan Baku Turun
Terhadap kinerja tahun ini, Tunaryo optimistis penjualan dan laba bersihnya bisa lebih tinggi dibanding 2008. Itu disebabkan beberapa faktor antara lain, maraknya industri tekstil di dalam negeri yang disebabkan program restrukturisasi industri tekstil yang dicanangkan pemerintah yang menyebabkan permintaan serat sintetis naik. Selain itu, nilai tukar rupiah yang menguat juga akan memperbesar laba perseroan. Serta dipengaruhi oleh turunnya harga bahan baku Parraxylene.
itu terlihat dari diperolehnya laba di semester satu ini yang mencapai 613 miliar rupiah, padahal di periode sama tahun lalu perseroan mengalami rugi bersih 117,35 miliar rupiah.
Sementara itu, nilai penjualan di semester satu ini 1,8 triliun rupiah turun 12,3 persen dibanding perode sama 208 yang 2,1 triliun rupiah. Menurut Tunaryo penurunan itu bukan disebabkan oleh merosotnya kinerja perusahaan tetapi dipengaruhi oleh tidak masuknya angka penjualan dari anak usaha PT Texmaco Jaya yang telah berhenti operasi awal tahun lalu.
Terkait dengan penurunan bahan baku Paraxylene, menurut Tunaryo harga bahan baku tersebut turun sekitar 20 persen dari 1.200 dollar AS per ton pada awal tahun 2008 menjadi 960 dollar AS per ton saat ini. Penurunan harga bahan baku itu, menyebabkan biaya produksi turun signifikan.
Direktur Direktorat Industri TPT Departemen Perindustrian Arryanto Sagala ketika dikonfirmasi Koran Jakarta mengatakan, bisnis tekstil dan turunannya seperti serat tekstil cukup prospektif tahun ini dan tahun tahun mendatang, karena pasar di dalam negeri cukup potensial dan tidak terlalu parah terkena dampak krisis keuangan global sehingga permintaan masih tetap tinggi. Selain itu, pasar luar negeri seperti Amerika Serikat yang selama ini menjadi pasar utama Indonesia juga mulai pulih dari dampak resesi global.
Oleh sebab itu, program restrukturisasi industri tekstil yang dicanangkan pemerintah tahun ini penyerapannya lebih besar dibanding 2008 yakni sekitar 72-75 persen sedangkan 2008 hanya 55 persen.
“Prospek bisnis industri tekstil nasional cukup menjanjikan, itu terlihat dari tingginya minat perusahaan tekstil yang ingin ikut program restrukturisasi,” katanya, Selasa (18/10).
Sebagai contoh kata dia, untuk tahap pertama dari program restrukturisasi industri tekstil terdapat 183 perusahaan yang mengajukan program restrukturisasi dengan nilai investasi yang akan ditanamkan menacpai 1,77 triliun rupiah dengan jumlah kredit diperkirakan 168,64 miliar rupiah. Dari ajuan tersebut, kata Arryanto, yang direalisasikan oleh pemerintah sebanyak 163 perusahaan dengan investasi senilai 1,68 triliun rupiah dan nilai bantuan atau kredit sebesar 143,4 miliar rupiah.
Sedangkan tahap kedua, sebanyak 27 perusahaan tekstil yang mengajukan program restrukturisasi dengan nilai investasi 71,46 miliar rupiah dan perkiraan kreditnya sejumlah 46,906 miliar rupiah. Dari jumlah itu, yang direalisasikan pemerintah sebanyak 16 perusahaan dengan nilai investasi 48,57 miliar rupiah dan jumlah kreditnya sekitar 29 miliar rupiah.
Meski penyerapan program restrukturisasi industri tekstil naik, katanya namun target ekspor nasional sebesar 11,83 miliar dollar AS sulit tercapai, karena rendahnya penyerapan dari pasar Amerika. Nilai ekspor tahun ini diperkirakan sama dengan 2008 yang 10,83 miliar dollar AS. (agus salim).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar