Kondisi ekonomi keluarga yang pas pasan memaksa Indra (17) siswa kelas dua Sekolah Menengah Atas Negeri Kecamatan Kundur Provinsi Kepulauan Riau bekerja sebagai pembuat batu bata milik Lim Acai yang tak jauh dari rumahnya untuk membiayai sekolahnya. Tak ada rasa malu dan sungkan bagi Indra ketika bekerja, karena dia bertekat menyelesaikan pendidikanya.
Indra adalah anak ke tiga dari pasangan Khalid (55) dan Warsi (50) yang tinggal di sebuah desa tergolong miskin di Desa Batu Limau Dusun Satu Sungai Buluh, Kecamatan Kundur Provinsi Kepulauan Riau. Untuk mencapai desa tersebut dari Batam dibutuhkan waktu sekitar 2,5 jam melalui perjalanan laut.
Tak tampak geliat pembangunan di desa tersebut, kecuali kesibukan penduduk lokal yang berkumpul bercengkerama dan ada juga yang membuat jaring untuk menangkap ikan karena sebagian besar warga bekerja sebagai nelayan dan ada juga warga yang bekerja sebagai buruh di pelabuhan nelayan seperti yang dilakoni orang tua Indra, Khalid yang bekerja menggangkat ikan dan udang milik penampung yang akan dijual di Pasar Tanjungbatu.
Bekerja sebagai buruh kasar tidak harus dilakoni Khalid karena dia tidak memiliki cukup uang untuk membeli perahu dan jarring guna menangkap ikan di laut. Terlebih biaya untuk membeli bahan baker juga tinggi sehingga Khalid terpaksa bekerja sebagai buruh kasar. Setiap hari, Khalid hanya mampu mengantongi sekitar 20 ribu sampai 30 ribu rupiah dari hasil kerjanya tersebut yang dibawa pulang untuk memberi makan ke empat anak dan istrinya.
"Jangankan untuk biaya sekolah anak, makan sehari- hari pun susah," kata Khalid.
Dengan uang tersebut, tentu saja Khalid tidak bisa membiayai sekolah anak anaknya sehingga dua anaknya hanya bersekolah sampai Sekolah Dasar dan satu anaknya tidak bersekolah lalu satu anaknya lagi yakni Indra bisa bersekolah hingga SLTA namun harus membiayai sekolahnya sendiri.
Indra sangat menyadari bahwa profesi ayahnya yang hanya sebagai buruh di pelabuhan nelayan tidak akan mampu membiayai sekolahnya, begitupun dengan ibunya yang bekerja mengambil air dengan sebuah gerobak dan terkadang juga mengambil upah cuci baju miliki warga setempat. Oleh karena itu, Indra harus bekerja untuk membiayai sekolahnya sendiri.
Indra bercerita, setelah pulang sekolah sekitar pukul 14.30 biasanya dia pergi bekerja ke tempat pembuatan batu bata milik Lim Acai sebagai pengangkut pasar sekaligus pembuat batu bata hingga pukul 17.30 wib.
"Ini karena orang tua hidup susah tidak mampu untuk membayar uang sekolah. Jika saya tidak bekerja mungkin saya tidak bisa sekolah. Padaha harapan saya bisa melanjutkan ke perguruan tinggi lagi setelah selesai dari SMA ini," kata Indra.
Dalam satu hari, Indra bisa menyelesaikan puluhan batu bata atau satu kampit semen dengan upah sekitar 15 ribu rupiah. Dengan upah tersebut Indra bisa membayar sendiri uang sekolahnya sebesar 40 ribu rupiah per bulan, dan dia pun bisa membeli buku, baju seragam serta sepatu.
Selepas bekerja, Indra langsung pulang ke rumah untuk beristirahat dan kembali belajar untuk menyelesaikan pekerjaan sekolahnya. Tidak ada banyak waktu bagi Indra untuk bermain seperti teman teman di lingkungannya karena dia bertekat bisa lulus dengan predikat terbaik sehingga bisa masuk ke perguruan tinggi.
Namun, ketika malam menjelang sesaat sebelum tidur Indra sering berpikir apakah dia bisa melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi yang biayanya tentu sangat besar, sedangkan ekonomi keluarganya pas pasan. Indrapun hanya bisa berdoa agar Tuhan memberi jalan baginya untuk bisa mewujudkan cita citanya masuk perguruan tinggi agar harkat serta martabat keluarganya bisa terangkat. (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar