BATAM – Keberadaan biota laut khususnya terumbu karang di perairan Batam Provinsi Kepuluan Riau terancam punah disebabkan aktivitas industri galangan kapal yang melakukan pengerukan laut serta lemahnya pengawasan Pemerintah Daerah. Akibatnya, nelayan akan kehilangan mata pencaharian karena ikan semaking langka dan keseimbangan ekosistem perairan Batam terganggu.
Sekretaris Eksekutif COREMAP II, Kementrian Perikanan dan Kelautan RI, Prof Jamaluddin Jompa PhD mengatakan, keberadaan terumbu karang di perairan Batam semakin langka dan dikuatirkan punah disebabkan berbagai faktor antara lain, aktivitas industri khususnya galangan kapal yang melakukan pengerukan laut untuk kebutuhann pabrik serta lemahnya pengawasan yang dilakukan intansi pemerintah daerah.
"Jika dibanding daerah lain di Indonesia maka pengawasan terhadap terumbu karang di Batam sangat rendah. Bahkan dibanding dengan daerah lain di Provinsi Kepulauan Riau juga masih kurang maksimal," katanya di Batam, Selasa (28/12).
Itu terlihat dari banyaknya kerusakan ekosistem laut di perairan Batam yang disebabkan kurang maksimalnya pengawasan yang dilakukan Pemerintah Daerah yang menyebabkan aktivitas perusakan yang dilakukan perusahaan berjalan terus.
Jamaluddin kuatir jika Pemda tidak segera mengatasi persoalan terumbu karang yang semakin langka itu, maka bisa menimbulkan ketidakseimbangan ekosistem dan akan menghancurkan matapencaharian masyarakat pesisir yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan. Terlebih untuk memulihkan terumbu karang yang sudah rusak membutuhkan waktu hingga 50 tahun.
Menurutnya, jika Pemda mau menjaga ekosistem terumbu karang maka kelangsungan hidup masyarakat pesisir akan terjaga dan bisa menciptakan peluang usaha baru. Pasalnya, keberadaan terumbu karang akan menopang kehidupan biota laut lainnya seperti ikan, lobster, udang dan lainnya sehingga jika terumbu karang terjaga maka keberadaan biota laut semakin berlimpah.
Pengerukan Laut
Sementara itu, sejumlah nelayan di kawasan Tanjung Uncang Batam mengeluh karena hasil tangkapannya terus menurun. Itu disebabkan laut tempat mereka mencari ikan kian tercemar akibat kegiatan industri.
Seperti yang dilakukan oleh perusahaan galangan kapal di Tanjung Uncang yang saat ini sedang melakukan pengerukan laut untuk pengembangan pabriknya.
Salah seorang nelayan, Nasarudin (39) mengatakan, pengerukan yang dilakukan oleh perusahaan galangan kapal itu dilakukan tidak hanya malam hari tapi juga siang hari akibatnya ekosistem di perairan itu menjadi hancur.
“Perusahaan itu melakukan pengerukan siang maupun malam hari dan kalau siang aktivitas pengerukan ditutupi dengan kapal besar untuk mengelabui perhatian pemerintah maupun masyarakat,” katanya.
Pengerukan laut yang dilakukan perusahaan galangan kapal yang berada di Pelabuhan Rakyat Sagulung tidak hanya di satu lokasi tetapi juga berpindah pindah hingga beberapa lokasi, akibatnya kehancuran eksosistem laut di perairan Kepri semakin terancam karena pemerintah daerah tidak melakukan tindakan.
Dikatakan, aktifitas pengerukan tersebut membuat para nelayan gerah namun tidak bisa berbuat apa-apa karena lokasi pengerukan berada tepat dibelakang perusahaan. "Kalau sendiri mereka berani mengusir dan memarahi kami, tapi kalau kami jumlahnya banyak biasanya mereka berpindah tempat," katanya.
Pengerukan yang dilakukan perusahaan itu dinilai sudah melanggar peraturan pemerintah. Namun untuk mengelabui petugas, biasanya perusahaan berpindah-pindah tempat untuk melakukan pengerukan. Parahnya lagi, pengerukan tidak hanya dilakukan oleh satu perusahaan galangan kapal tetapi juga dilakukan oleh banyak perusahaan yang sama di Batam.
"Saya sering melihat terumbu karang yang mati dan rusak dan ikan pun sudah sulit didapat. Entah apa yang diinginkan mereka dan sepertinya pemerintah daerah membiarkan pengerukan itu dilakukan,” katanya.(gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar