BATAM – Jumlah investor asing yang sudah mengurus perijinan investasi di kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas (FTZ) Batam, Bintan dan Karimun (BBK) sebanyak 103 perusahaan selama dua tahun pemberlakuan status kawasan khusus tersebut. Sayangnya, belum banyak investor yang merealisasikan rencana tersebut disebabkan kondisi investasi belum kondusif.
Gubernur Provinsi Kepri, M Sani mengatakan, sejak Batam, Bintan, dan Karimun (BBK) ditetapkan sebagai kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas atau FTZ (free trade zone) awal 2009 hingga saat ini sudah ada sekitar 103 investor yang sebagian besar merupakan investor asing tertarik untuk menanamkan modalnya.
“Banyaknya investor asing yang ingin menanamkan investasinya di BBK menandakan status FTZ sudah membawa hasil positif pada pertumbuhan investasi di kawasan,” katanya, Kamis (2/12).
Ke 103 investor itu sudah mengurus perijinan investasi dan saat ini tinggal menunggu realisasinya. Adapun bidang usaha yang akan dijalani antara lain galangan kapal, industri manufaktur dan kawasan wisata atau resort.
Meski sudah banyak investor yang tertarik untuk menanamkan investasinya di BBK, namun hingga saat ini belum banyak yang merealisasikan rencana tersebut. Itu disebabkan beberapa permasalahan antara lain, belum rampungnya revisi PP no 02 tahun 2009 tentang aturan main FTZ BBK, kemudian belum dikembangkanya pelabuhan peti kemas Batu Ampar di Batam padahal kapasitas pelabuhan tersebut sudah maksimal sehingga butuh pengembangan untuk mengantisipasi lonjakan pertumbuhan kontainer.
Peneliti Bank Indonesia Batam, Oikos Mando Panjaitan menyebut ada beberapa persoalan dalam pelaksanaan FTZ BBK yang menyebabkan status khusus kawasan ekonomi itu belum mampu menyerap banyak investor asing.
Persoalannya antara lain, regulasi, efektifitas lembaga dan Ketua Dewan Kawasan yang merangkap sebagai Gubernur Kepri serta anggaran.
Berdasarkan kajian yang dilakukan Bank Indonesia Batam tentang pelaksanaan FTZ BBK dari mulai diresmikan awal tahun 2009 lalu hingga saat ini disebutkan pelasksanaan FTZ BBK masih belum maksimal.
Itu dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain, belum adanya kepastian hukum yang tetap disebabkan revisi PP no 02 tahun 2009 yang mengatur tentang pelaksanaan FTZ hingga kini belum rampung, akibatnya sejumlah keluhan pengusaha di BBK terkait dengan beberapa point aturan yang sudah ditetapkan sebelumnya belum terjawab seperti aturan tentang masterlist.
Kemudian efektifitas lembaga Dewan Kawasan juga dipertanyakan karena lembaga yang ada saat ini dinilai kurang ramping yang menimbulkan persoalan birokrasi seperti masih lamanya proses perijinan investasi khususnya di beberapa item perijinan. Kondisi itu diperparah lagi dengan rangkap jabatan antara Ketua Dewan Kawasan yang juga Gubernur Provinsi Kepri yang menyebabkan lambanya mobilitas dari keputusan yang dihasilkan.
Ketua Dewan Kawasan bahkan belum memiliki rencana yang jelas terkait dengan FTZ BBK seperti program strategis jangka pendek, menengah dan panjang serta target pelaksanaanya. Alhasil, Ketua Dewan Kawasan tidak memiliki acuan tentang apa yang akan dilakukan dengan FTZ BB, sehingga sulit menilai kinerjanya.
Selain itu, persoalan anggaran juga cukup memberatkan karena sebagian anggaran untuk pelaksanaan FTZ BBK masih mengandalkan dana dari APBD.
Menurut Mando, jika Pemerintah pusat memang serius ingin menjadikan BBK sebagai daerah yang berkontribusi besar terhadap pertumbuhan investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional, maka persoalan persoalan tersebut harus segera dipecahkan, khususnya dalam hal anggaran dan kepastian hukum terkait dengan revisi PPno 02 tahun 2009.
Dewan Kawasan juga sudah saatnya membuat rencana strategis yang terukur sebagai acuan atau pedoman untuk melaksanakan tugasnya. Untuk itu, sebagai langkah awal, pembangunan infrastruktur harus dikuatkan khususnya pengembangan pelabuhan kontainer di Batu Ampar Batam yang diharapkan bisa menampung lebih banyak lagi kontainer, sebab kapasitas yang ada saat ini sudah maksimal dan diperkirakan dalam dua hingga lima tahun kedepan tidak mampu lagi menampung kontainer. Kemudian infrastruktur di Bintan dan Karimun juga harus segera dibenahi.
Terkait dengan efektifitas kelembagaan FTZ BBK, Pemerintah dan DPR sudah saatnya meninjau kembali kelembagaan yang ada.
Anggota DPR RI, Harry Azhar Azis mengatakan, kelembagaan FTZ BBK harus direvisi karena tidak efektif. Kelembagaan yang ada saat ini dinilai terlalu gemuk sehingga harus dipangkas.
Menurutnya, Gubernur Provinsi Kepri tidak perlu lagi merangkap jabatan sebagai Ketua Dewan Kawasan, kemudian pemerintah juga bisa memberdayakan keberadaan lembaga Otorita Batam yang saat ini menjadi Badan Pengusahaan FTZ Batam sebagai penanggung jawab atau pemegang otoritas kawasan FTZ BBK sehingga pemerintah bisa menghembat anggaran karena tidak perlu membentuk lembaga dan mencari pegawai baru, sebab sumber daya manusia dan perangkat infrastruktur di Otorita Batam sudah cukup untuk melakukan tugas sebagai Dewan Kawasan. (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar