BATAM – Pemerintah pusat diminta segera berunding dengan Singapura, Malaysia dan Vietnam untuk membahas tapal batas wilayah perairan di Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) sebab kasus pencurian ikan di perairan tersebut kian marak.
Gubernur Kepri, HM Sani mengatakan, tapal batas wilayah perairan Indonesia di laut Cina selatan yang masuk dalam Kabupaten Natuna Provinsi Kepri sampai saat ini masih belum jelas, padahal terdapat 19 pulau terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Singapura, Vietnam dan Malaysia.
"Diharapkan pemerintah menuntaskan wilayah perbatasan perairan di Natuna karena ada 19 pulau yang berbatasan dengan negara tetangga dan sebagian pulau tidak berpenghuni,” katanya, Senin (20/12).
Ke 19 pulau terluar di Natuna itu, kata Sani berpotensi menimbulkan konflik dengan Singapura, Vietnam dan Malaysia karena sebagian pulau belum berpenghuni, selain itu pulau pulau tersebut juga memiliki kekayaan sumber daya alam berupa gas sehingga dikuatirkan bisa memancing pihak Singapura, Malaysia dan Vietnam untuk mengklaim pulau tersebut sebagai daerah mereka.
Selain berpotensi menimbulkan konflik kepemilikan, ketidak jelasan batas wilayah perairan Indonesia dan negara tetangga juga menyebabkan maraknya aksi pencurian ikan di perairan Natuna yang kaya dengan sumber daya ikan berkualitas tinggi.
Menurutnya kasus pencurian ikan oleh nelayan asing hampir tiap hari terjadi di wilayah perairan Kepri khususnya Natuna, seperti yang terjadi pada minggu lalu dimana 16 kapal nelayan Vietnam ditangkap karena mencuri ikan di perairan Natuna.
Kasus pencurian ikan timbul karena tidak jelasnya wilayah perbatasan laut antar negara sehingga Pemerintah Indonesia dan negara tetangga perlu secepatnya berunding.
Sementara itu, Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Agus Suhartono mendesak pemerintah pusat untuk segera berunding dengan pemerintah Cina untuk membahas ZEE (Zone Ekonomi Ekslusif) di laut Cina selatan, terkait maraknya nelayan Cina yang mencuri ikan di wilayah perairan tersebut.
Pihak TNI AL, katanya tidak dapat berbuat maksimal untuk mengamankan potensi perikanan di wilayah perairan Indonesia itu karena tidak ada batas yang jelas antara perairan Indonesia dan Cina, terlebih nelayan Cina yang melakukan aksi pencurian ikan sering dikawal langsung oleh Dinas Kelautan Cina, sehingga dikuatirkan bisa terjadi bentrokan dengan aparat Indonesia.
"Kami mendorong Pemerintah untuk segera membahas soal ZEE di Natuna itu secepatnya dengan Pemerintah Cina agar tidak terjadi lagi tumpang tindih penguasaan di perairan itu, sebab sejak 1982 Pemerintah Cina sudah membuat klaim sendiri atas wilayah perairan tersebut,” katanya.
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) RI mencatat pencurian ikan oleh nelayan asing di perairan Indonesia selama ini telah merugikan negara sekitar 30 triliun setiap tahunnya.
Menteri Dalam Negeri yang juga ketua BNPP (Badan Nasional Pengelola Perbatasan) Gamawan Fauzi mengatakan, kasus tapal batas di pulau terluar Indonesia saat ini cukup banyak selain itu, wilayah perbatasan atau pulau terluar juga memiliki kasus perekonomian yang masih belum tumbuh atau tertinggal.
“Pmerintah mencatat adaa delapan persoalan utama terkait masalah perbatasan dengan negara lain,” katanya.
Masalah pertama adalah penetapan perbatasan dengan negara lain yang masih belum tuntas. Kedua, selama ini persepsi yang berkembang masih menempatkan perbatasan sebagai halaman belakang. Ketiga yang dicatat BNPP adalah minimnya sarana dan pra sarana dasar di perbatasan. Keempat, masih miskinnya penduduk di wilayah perbatasan dan masih minimnya infrastruktur dasar. Meski demikian untuk perbatasan dengan Panua Nugini atau Timor Leste, sarana dan pra sarana milik Indonesia masih lebih baik.
Kelima, masih maraknya kegiatan ilegal di perbatasan seperti ilegal mining, ilegal logging, serta perdagangan manusia. Soal ilegal mining, Gamawan mengaku bahwa belum lama ini dirinya menerima laporan dari Kalimantan Barat tentang adanya material dari galian yang dibawa ke negara lain.
Masalah keenam yang dicatat BNPP adalah masih dominannya kawasan lindung sementara pembangunan masih terbatas. Ketujuh, pos pemeriksaan lintas batas dan pengamanan perbatasan belum optimal. Kedelapan, permaslaahannya karena perbatasan ditangani oleh lebih dari 29 kementrian dan lembaga.
Pemerintah kata dia akan menuntaskan permasalahan tersebut satu per satu dengan sasaran utama menekan pelanggaran hukum dan mendongkrak perekonomian di 46 kabupaten di 12 provinsi yang berbatsan dengan wilayah negara lain.
"Sudah disiapkan 60 program untuk kawasan perbatasan. Prioritasnya adalah penetapan dan penegasan batas, penguatan hankam dan penegakan hukum, pengembangan ekonomi perbatasan, peningkatan layanan sosial dasar dan budaya, serta penguatan kapasitas lembaga pengelola perbatasan," ucap Gamawan.
Untuk itu telah disiapkan dana sekitar 4,1 triliun rupiah yang sebagian besar akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur. (gus).
Selamat datang dan selamat bergabung di Blog Pribadi saya, semoga informasi yang di posting bisa menambah wawasan. Salam..... Agus Salim 08192263032.
Selasa, 21 Desember 2010
Wisawatan ke Batam Turun Akibat Pembangunan Marina Bay Singapura
BATAM – Jumlah kunjungan wisatawan asing ke Batam baru mencapai 811.911 orang selama Januari sampai Oktober 2010, sehingga target 1,2 juta wisawatan hingga akhir tahun 2010 ini diperkirakan tidak tercapai. Itu disebabkan berbagai faktor salah satunya pembangunan pusat hiburan Marina Bay Singapura.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemerintah Kota Batam, Guntur Sakti mengatakan jumlah kunjungan wisatawan asing ke Batam 811.911 orang hingga Oktober 2010 dan pada Nopember ini diprediksi mendekati angka satu juta orang. Dengan demikian sulit untuk mengejar target 1,2 juta wisawatan hingga akhir tahun.
“Sekitar 60 persen wisatawan asing ke Batam berasal dari Singapura oleh sebab itu pembangunan pusat hiburan di Marina Bay sangat memukul industri pariwisata di Batam karena kunjungan wisatawan singapura anjlok,” katanya, Selasa (21/12).
Tidak tercapainya target, kata dia disebabkan beberapa faktor, pertama disebabkan pembangunan pusat hiburan dan perjudian di Marina Bay Singapura yang menyebabkan turis dari Singapura yang selama ini paling banyak berkunjung ke Batam menjadi anjlok.
Warga Singapura yang selama ini banyak menghabiskan waktu liburnya ke Batam menurun akibat pembangunan pusat hiburan di Marina Bay karena banyak warga Singapura yang mengalihkan rencana perjalannya dari Batam ke tempat tersebut.
Selain itu, kebijakan Visa on Arrival (VoA) di awal tahun juga melemahkan pertumbuhan industri pariwisata di Batam. Pasalnya kebijakan yang mengenakan tarif 25 dollar AS kepada wisatawan asing menyurutkan minat mereka untuk berkunjung ke Batam. Itu disebabkan mayoritas wisawatan asing yang ke Batam hanya berkunjung selama dua atau tiga hari sehingga bila harus membayar 25 dollar AS setiap berkunjung dirasa memberatkan.
Oleh karena itu, Pemerintah pusat mengganti kebijakan tarif tunggal 25 dollar AS menjadi tariff ganda pada Juli 2010. Kebijakan itu mengatur untuk wisatawan yang datang ke Batam akan dikenakan dua tarif, pertama, tarif lama 25 dollar AS per wisawatan untuk kunjungan maksimal 30 hari dan Kedua, tarif baru sebesar 10 dollar AS untuk setiap wisawatan dengan waktu kunjung maksimal satu minggu.
Menurut Guntur, kebijakan pemerintah yang memberlakukan tarif 10 dollar AS sudah sangat tepat, sayangnya kebijakannya di ikuti dengan aturan yang lain yang membingungkan wisatawan.
Aturan yang membingungkan itu misalnya tentang harus dipenuhinya beberapa persyaratan bagi wisatawan asing yang berhak mendapat tariff 10 dollar AS. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain, harus datang berkelompok minimal empat orang, harus melihatkan surat keterangan wisata dari biro perjalanan mereka sebagai tanda ada jaminan. Selain itu, wisatawan tersebut juga harus masuk ke Batam secara bersamaan.
Kondisi itu menurut Guntur kian menyurutkan minat wisawatan untuk mengunjungi Batam dan itu diketahui dari pembatalan sejumlah paket perjalanan luar negeri ke Batam disebabkan kebijakan tariff VoA yang membingungkan tersebut.
Target 2011
Meskipun target 2010 diperkirakan tidak tercapai, namun pemerintah kota Batam tetap meningkatkan target kunungan wisatawan asing tahun depan sekitar 1,25 juta orang. Untuk mencapai target itu telah dialokasikan anggaran sebesar 9 miliar rupiah.
Guntur mengatakan dengan anggaran 9 miliar itu, pihaknya akan melakukan beberapa terobosan baru untuk menggiatkan industri pariwisata di Batam. Beberapa langkah yang akan diambil antara lain menyempurnakan infrastruktur di pelabuhan dan bandara serta layanan umum agar wisawatan merasa nyaman di Batam.
Kemudian bekerjasama dengan organisasi masyarakat untuk menggelar beberapa event tingkat nasional dan internasional untuk memancing wisatawan ke Batam.
Abdul Kadir, Pejabat Pusat Pengolahan Data Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI cukup optimistis dengan target 1,250 juta kunjungan wisman ke Batam bisa dicapai.
”Berdasarkan evaluasi 2010 dan sudah diketahui penyebab tidak tercapainya target tahun ini maka pemerintah daerah akan meningkatkan even wisata pada bulan-bulan krusial , kemudian melakukan inovasi-inovasi dan perbaikan pelayanan sehingga saya optimis target tahun depan tercapai,” katanya dalam rapat evaluasi kunjungan wisatawan di Batam, Selasa (21/12).
Sementara itu, Kepala Bank Indonesia Batam, Elang Tri Praptomo yang juga hadir dalam rapat evaluasi kunjungan wisatawan Batam mengatakan faktor kondisi ekonomi global tidak bisa disepelekan dalam mengejar target tahun depan.
Menurut dia, jika kondisi ekonomi global kian membaik maka target kunjungan wisatawan tahun depan akan mudah tercapai. Sementara itu, kondisi ekonomi dalam negeri dengan perkiraan angka inflasi 5 persen dengan plus dan minus satu bisa mendorong pencapaian target tersebut. (gus).
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemerintah Kota Batam, Guntur Sakti mengatakan jumlah kunjungan wisatawan asing ke Batam 811.911 orang hingga Oktober 2010 dan pada Nopember ini diprediksi mendekati angka satu juta orang. Dengan demikian sulit untuk mengejar target 1,2 juta wisawatan hingga akhir tahun.
“Sekitar 60 persen wisatawan asing ke Batam berasal dari Singapura oleh sebab itu pembangunan pusat hiburan di Marina Bay sangat memukul industri pariwisata di Batam karena kunjungan wisatawan singapura anjlok,” katanya, Selasa (21/12).
Tidak tercapainya target, kata dia disebabkan beberapa faktor, pertama disebabkan pembangunan pusat hiburan dan perjudian di Marina Bay Singapura yang menyebabkan turis dari Singapura yang selama ini paling banyak berkunjung ke Batam menjadi anjlok.
Warga Singapura yang selama ini banyak menghabiskan waktu liburnya ke Batam menurun akibat pembangunan pusat hiburan di Marina Bay karena banyak warga Singapura yang mengalihkan rencana perjalannya dari Batam ke tempat tersebut.
Selain itu, kebijakan Visa on Arrival (VoA) di awal tahun juga melemahkan pertumbuhan industri pariwisata di Batam. Pasalnya kebijakan yang mengenakan tarif 25 dollar AS kepada wisatawan asing menyurutkan minat mereka untuk berkunjung ke Batam. Itu disebabkan mayoritas wisawatan asing yang ke Batam hanya berkunjung selama dua atau tiga hari sehingga bila harus membayar 25 dollar AS setiap berkunjung dirasa memberatkan.
Oleh karena itu, Pemerintah pusat mengganti kebijakan tarif tunggal 25 dollar AS menjadi tariff ganda pada Juli 2010. Kebijakan itu mengatur untuk wisatawan yang datang ke Batam akan dikenakan dua tarif, pertama, tarif lama 25 dollar AS per wisawatan untuk kunjungan maksimal 30 hari dan Kedua, tarif baru sebesar 10 dollar AS untuk setiap wisawatan dengan waktu kunjung maksimal satu minggu.
Menurut Guntur, kebijakan pemerintah yang memberlakukan tarif 10 dollar AS sudah sangat tepat, sayangnya kebijakannya di ikuti dengan aturan yang lain yang membingungkan wisatawan.
Aturan yang membingungkan itu misalnya tentang harus dipenuhinya beberapa persyaratan bagi wisatawan asing yang berhak mendapat tariff 10 dollar AS. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain, harus datang berkelompok minimal empat orang, harus melihatkan surat keterangan wisata dari biro perjalanan mereka sebagai tanda ada jaminan. Selain itu, wisatawan tersebut juga harus masuk ke Batam secara bersamaan.
Kondisi itu menurut Guntur kian menyurutkan minat wisawatan untuk mengunjungi Batam dan itu diketahui dari pembatalan sejumlah paket perjalanan luar negeri ke Batam disebabkan kebijakan tariff VoA yang membingungkan tersebut.
Target 2011
Meskipun target 2010 diperkirakan tidak tercapai, namun pemerintah kota Batam tetap meningkatkan target kunungan wisatawan asing tahun depan sekitar 1,25 juta orang. Untuk mencapai target itu telah dialokasikan anggaran sebesar 9 miliar rupiah.
Guntur mengatakan dengan anggaran 9 miliar itu, pihaknya akan melakukan beberapa terobosan baru untuk menggiatkan industri pariwisata di Batam. Beberapa langkah yang akan diambil antara lain menyempurnakan infrastruktur di pelabuhan dan bandara serta layanan umum agar wisawatan merasa nyaman di Batam.
Kemudian bekerjasama dengan organisasi masyarakat untuk menggelar beberapa event tingkat nasional dan internasional untuk memancing wisatawan ke Batam.
Abdul Kadir, Pejabat Pusat Pengolahan Data Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI cukup optimistis dengan target 1,250 juta kunjungan wisman ke Batam bisa dicapai.
”Berdasarkan evaluasi 2010 dan sudah diketahui penyebab tidak tercapainya target tahun ini maka pemerintah daerah akan meningkatkan even wisata pada bulan-bulan krusial , kemudian melakukan inovasi-inovasi dan perbaikan pelayanan sehingga saya optimis target tahun depan tercapai,” katanya dalam rapat evaluasi kunjungan wisatawan di Batam, Selasa (21/12).
Sementara itu, Kepala Bank Indonesia Batam, Elang Tri Praptomo yang juga hadir dalam rapat evaluasi kunjungan wisatawan Batam mengatakan faktor kondisi ekonomi global tidak bisa disepelekan dalam mengejar target tahun depan.
Menurut dia, jika kondisi ekonomi global kian membaik maka target kunjungan wisatawan tahun depan akan mudah tercapai. Sementara itu, kondisi ekonomi dalam negeri dengan perkiraan angka inflasi 5 persen dengan plus dan minus satu bisa mendorong pencapaian target tersebut. (gus).
FTZ, Untung Atau Rugi
Pemerintah pusat diketahui menyetor 4,07 triliun rupiah pada tahun 2010 untuk memenuhi kebutuhan anggaran Provinsi Kepulauan Riau, sedangkan setoran pajak dari Kepri hanya sekitar 3 triliun rupiah dan itupun masih mengalami penurunan sekitar 300 miliar rupiah setiap tahunnya paska pemberlakuan FTZ untuk tiga wilayah yakni Batam, Bintan dan Karimun, sehingga fungsi FTZ kian dipertanyakan.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Pajak Provinsi Riau dan Kepri, Nirwan Tjipto mengatakan, penerimaan pajak dari Provinsi Kepri sebesar 3,4 triliun rupiah pada tahun 2008, lalu mengalami penurunan pada tahun 2009 menjadi 3,1 triliun rupiah dan tahun 2010 ini diprediksi kembali mengalami penurunan akibat pemberlakuan FTZ bagi tiga daerah potensial yakni Batam, Bintan dan Karimun.
Penurunan pendapatan pajak dari Kepri disebabkan kutipan pajak dari PPnBM (Pajak Pertambahan nilai Barang Mewah) tidak diperkenankan kembali karena status FTZ membebaskan kutipan tersebut. Oleh karenanya, pemerintah berpotensi kehilangan sekitar 250 miliar rupiah setiap tahun dari PPnBM. Kondisi itu diperparah lagi dengan pemberlakuan bebas fiskal yang menghilangkan pendapatan dari biaya masyarakat yang ingin keluar negeri.
Menurut Nirwan, pemerintah mestinya bisa mengonpensasi kehilangan penerimaan dari PPnBM ke pajak penghasilan karena di asumsikan dengan adanya FTZ maka banyak masyarakat asing dan lokal yang memiliki gaji tinggi sehingga PPh bisa meningkat. Sayangnya, sebagian besar orang asing yang bergaji tinggi termasuk perusahaannya justru membayar pajak di luar negeri terutama Singapura melalui praktek transfer pricing.
“Banyak perusahaan khususnya perusahaan asing di Batam melakukan praktek transfer pricing dengan membayar pajak ke negara lain dengan alasan nilai pajak di Indonesia lebih tinggi, akibatnya negara dirugikan karena kehilangan pendapatan,” katanya.
Sementara itu, untuk berharap PPh dari gaji warga lokal tidak bisa diharapkan disebabkan gaji yang diterima relatif kecil, itu bisa dilihat dari UMP Provinsi Kepri yang tidak lebih dari 1,2 juta rupiah per bulan per orang.
Nirwan berharap pemerintah bisa mengaji ulang pelaksanaan FTZ terhadap penerimaan pajak dari Kepri, karena faktanya pendapatan pajak dari Kepri akan terus mengalami penurunan seiring pemberlakuan status FTZ bagi BBK.
Hal itu patut dicemaskan, sebab target penerimaan pajak dari Kepri justru membesar yakni lebih dari 4 triliun rupiah, padahal kantor pajak sudah tidak bisa mengutip beberapa jenis pajak dari Kepri khususnya BBK (Batam, Bintan dan Karimun) yang justru merupakan daerah potensial penerimaan pajak.
Komisi XI DPR RI Harry Azhar Azis yang melakukan kunjungan ke Batam terkait soal perpajakan menerima banyak masukan dari berbagai kelompok masyarakat Batam terkait dengan pelaksanaan FTZ, pajak dan lainhnya.
Menurut Harry, kehilangan pajak dari PPnBM di Kepri mestinya memang bisa dikonpensasikan pada penerimaan PPh namun hal itu tidak terjadi disebabkan berbagai faktor antara lain kejahatan pajak.
Beberapa perusahaan asing, kata dia berupaya menghindari pajak dengan melakukan praktek transfer pricing. Selain itu kebijakan mengenai Tax Treaty antara Indonesia dan Singapura yang sudah berlaku selama 30 tahun juga sangat merugikan Indonesia karena menghilangkan pendapatan pajak dari uang masyarakat.
“Tax Treaty merupakan aturan yang sudah jelas untuk menghindari pembayaran pajak dan itu sudah terjadi selama 30 tahun lebih. Pasalnya, setiap warga negara Indonesia diperbolehkan menyimpan uang di Singapura lalu bisa menarik kembali uangnya untuk di investasikan di Indonesia tanpa dikenakan pajak oleh pemerintah RI,” katanya.
Oleh karena itu, Harry meminta pemerintah mengevaluasi secara menyeluruh pelaksanaan FTZ apakah menguntungkan atau justru merugikan bagi negara. Terkait dengan penarikan investasi dan penciptaan lapangan kerja juga perlu dilihat sampai seberapa besar lapangan kerja baru yang diciptakan dan berapa banyak tenaga kerja yang mampu diserap. (gus).
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Pajak Provinsi Riau dan Kepri, Nirwan Tjipto mengatakan, penerimaan pajak dari Provinsi Kepri sebesar 3,4 triliun rupiah pada tahun 2008, lalu mengalami penurunan pada tahun 2009 menjadi 3,1 triliun rupiah dan tahun 2010 ini diprediksi kembali mengalami penurunan akibat pemberlakuan FTZ bagi tiga daerah potensial yakni Batam, Bintan dan Karimun.
Penurunan pendapatan pajak dari Kepri disebabkan kutipan pajak dari PPnBM (Pajak Pertambahan nilai Barang Mewah) tidak diperkenankan kembali karena status FTZ membebaskan kutipan tersebut. Oleh karenanya, pemerintah berpotensi kehilangan sekitar 250 miliar rupiah setiap tahun dari PPnBM. Kondisi itu diperparah lagi dengan pemberlakuan bebas fiskal yang menghilangkan pendapatan dari biaya masyarakat yang ingin keluar negeri.
Menurut Nirwan, pemerintah mestinya bisa mengonpensasi kehilangan penerimaan dari PPnBM ke pajak penghasilan karena di asumsikan dengan adanya FTZ maka banyak masyarakat asing dan lokal yang memiliki gaji tinggi sehingga PPh bisa meningkat. Sayangnya, sebagian besar orang asing yang bergaji tinggi termasuk perusahaannya justru membayar pajak di luar negeri terutama Singapura melalui praktek transfer pricing.
“Banyak perusahaan khususnya perusahaan asing di Batam melakukan praktek transfer pricing dengan membayar pajak ke negara lain dengan alasan nilai pajak di Indonesia lebih tinggi, akibatnya negara dirugikan karena kehilangan pendapatan,” katanya.
Sementara itu, untuk berharap PPh dari gaji warga lokal tidak bisa diharapkan disebabkan gaji yang diterima relatif kecil, itu bisa dilihat dari UMP Provinsi Kepri yang tidak lebih dari 1,2 juta rupiah per bulan per orang.
Nirwan berharap pemerintah bisa mengaji ulang pelaksanaan FTZ terhadap penerimaan pajak dari Kepri, karena faktanya pendapatan pajak dari Kepri akan terus mengalami penurunan seiring pemberlakuan status FTZ bagi BBK.
Hal itu patut dicemaskan, sebab target penerimaan pajak dari Kepri justru membesar yakni lebih dari 4 triliun rupiah, padahal kantor pajak sudah tidak bisa mengutip beberapa jenis pajak dari Kepri khususnya BBK (Batam, Bintan dan Karimun) yang justru merupakan daerah potensial penerimaan pajak.
Komisi XI DPR RI Harry Azhar Azis yang melakukan kunjungan ke Batam terkait soal perpajakan menerima banyak masukan dari berbagai kelompok masyarakat Batam terkait dengan pelaksanaan FTZ, pajak dan lainhnya.
Menurut Harry, kehilangan pajak dari PPnBM di Kepri mestinya memang bisa dikonpensasikan pada penerimaan PPh namun hal itu tidak terjadi disebabkan berbagai faktor antara lain kejahatan pajak.
Beberapa perusahaan asing, kata dia berupaya menghindari pajak dengan melakukan praktek transfer pricing. Selain itu kebijakan mengenai Tax Treaty antara Indonesia dan Singapura yang sudah berlaku selama 30 tahun juga sangat merugikan Indonesia karena menghilangkan pendapatan pajak dari uang masyarakat.
“Tax Treaty merupakan aturan yang sudah jelas untuk menghindari pembayaran pajak dan itu sudah terjadi selama 30 tahun lebih. Pasalnya, setiap warga negara Indonesia diperbolehkan menyimpan uang di Singapura lalu bisa menarik kembali uangnya untuk di investasikan di Indonesia tanpa dikenakan pajak oleh pemerintah RI,” katanya.
Oleh karena itu, Harry meminta pemerintah mengevaluasi secara menyeluruh pelaksanaan FTZ apakah menguntungkan atau justru merugikan bagi negara. Terkait dengan penarikan investasi dan penciptaan lapangan kerja juga perlu dilihat sampai seberapa besar lapangan kerja baru yang diciptakan dan berapa banyak tenaga kerja yang mampu diserap. (gus).
Fungsi FTZ Menjadi Bias : Ekonomi Batam Mengalami Pergeseran
Struktur ekonomi Kota Batam saat ini sedang mengalami perubahan dan bergeser dari industri ke perdagangan serta jasa yang ditandai dengan maraknya pembangunan pusat perbelanjaan dan properti, oleh karenanya fungsi Free Trade Zone (FTZ) yang awalnya diharapkan bisa meningkatkan investasi di sektor industri jadi dipertanyakan.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia, Faisal Basri mengatakan ekonomi Batam saat ini sedang mengalami pergeseran dari sektor industri ke sektor perdagangan serta jasa. Itu bisa dilihat dari maraknya pertumbuhan pusat perbelanjaan dan properti untuk perkantoran dan perumahan penduduk.
"Tanpa kebijakan FTZ pun , Batam harusnya bisa memanfaatkan kedekatan geografis dengan Singapura dan Selat Malaka dan itu harus disyukuri dengan terus membangkitkan perekonomiannya serta membuat strategi dan terobosan ekonomi," kata Faisal, dalam seminar seminar prospek FTZ dan Outlook Ekonomi 2011 di Batam, Kamis (2/12).
Konsekuensinya, kata dia kontribusi sektor industri terhadap PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) dan pertumbuhan ekonomi Batam secara keseluruhan menyusut, digantikan oleh sektor perdagangan serta jasa.
Peluangnya sudah terlihat sejak lima tahun terakhir, dimana angka pertumbuhan PDRB sektor industri pengolahan di Batam rata rata kurang dari 2,0 persen lebih rendah dibanding pertumbuhan nasional yang 2,02 persen. Bank Indonesia Batam bahkan mencatat pertumbuhannya hanya 1,52 persen (q-o-q) pada triwulan ketiga 2010.
Kondisi sebaliknya ditunjukan pada pertumbuhan PDRB sektor perdagangan dan jasa yang menunjukan tren peningkatan dengan rata rata pertumbuhan sekitar 2,0 persen selama 2009 hingga saat ini dan diprediksi akan tumbuh lebih besar di tahun tahun berikutnya disebabkan maraknya pembangunan pusat perbelanjaan.
Adanya pergeseran ekonomi di Batam akan membawa konsekuensi terhadap arah kebijakan ekonomi dalam beberapa tahun kedepan, untuk itu Otorita Batam yang sudah berganti nama menjadi Badan Pengusahaan FTZ Batam serta Pemerintah Kota Batam harus bersiap untuk menyesuaikan rencana kebijakannya dengan kondisi tersebut.
Salah satunya kebijakan alokasi lahan yang dikeluarkan oleh Otorita Batam, perlu dipertimbangkan untuk dievaluasi peruntukannya, apakah lebih besar untuk industri atau untuk sektor perdagangan serta jasa.
Evaluasi peruntukan lahan bisa dilakukan untuk lahan yang masih kosong dan lahan yang masa penggunaanya sudah habis digunakan selama 30 tahun. Untuk lahan kosong yang baru akan dialokasikan mungkin peluangnya kecil karena saat ini hampir seluruh lahan yang ada di Batam sudah dialokasikan. Peluangnya hanya untuk lahan yang sudah habis masa kelolanya atau kontrak selama 30 tahun, apakah akan diperpanjang oleh Otorita Batam kepada pengguna lahan tersebut atau akan ditarik kembali untuk dialokasikan ke penggunaan yang baru.
Fungsi FTZ
Bergesernya struktur ekonomi Batam dari industri ke perdagangan serta jasa mestinya menjadi tolok ukur bagi pemerintah pusat untuk mengevaluasi kembali misi dan visi pembangunan kota Batam yang awalnya diperuntukan bagi pertumbuhan sektor industri manufacturing, padat karya dan padat modal bagi investor asing.
Pasalnya, jika pembangunan sektor industri dimatikan dan digantikan dengan mengembangkan sektor perdagangan serta jasa, maka status Free Trade Zone atau Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas yang melekat pada Batam saat ini menjadi patut dipertanyakan fungsinya karena status tersebut pada akhirnya hanya akan menguntungkan beberapa pelaku industri perdagangan serta jasa sebab mereka mendapat berkah dan keuntungan dari pembebasan bea masuk dan pajak dari barang barang konsumsi yang di impornya untuk memenuhi etalase supermarket dan pusat perbelanjaan yang mereka bangun.
Anggota DPR RI dari Komisi XI yang berasal dari Provinsi Kepulauan Riau, Harry Azhar Azis berkomentar, status FTZ yang diberikan pada Batam, Bintan dan Karimun idealnya berfungsi untuk menarik sebanyak banyaknya investor khususnya dari luar negeri untuk membangun pabrik yang bisa menyerap sebanyak banyaknya tenaga kerja Indonesia.
Pabrik atau perusahaan yang banyak menyerap tenaga kerja seperti pabrik elektronik, galangan kapal, garmen dan manufakturing lainnya. Sedangkan pusat perbelanjaan atau mall hannya menyerap sedikit tenaga kerja dan hanya menguntungkan pengelolanya.
Oleh karena itu, katanya pergeseran struktur ekonomi Batam yang terjadi saat ini akan menjadi salah satu point bagi DPR untuk mengevaluasi kembali regulator yang ada di Batam, Bintan dan Karimun sekaligus mengevaluasi kembali status FTZ bagi kawasan itu.
Untuk itu, DPR RI komisi XI sudah membentuk tim yang akan mengevaluasi pelakasanaan FTZ di BBK.
Sementara itu Kepala Bagian Humas dan Publikasi BP Batam, Dwi Joko Wiwoho mengatakan, status FTZ masih memberi dampak positif terhadap pertumbuhan nilai investasi di Batam.
Itu bisa dilihat dari nilai investasi yang direncanakan investor asing ke Batam sebesar 358,514 ribu dolar AS selama Januari sampai Nopember 2010. Nilai investasi itu relatif mengalami pertumbuhan jika dibanding periode sama tahun lalu.
Menurut Joko, meski dengan anggaran terbatas, BP Batam yang dahulu bernama Otorita Batam tetap berkeyakinan pertumbuhan ekonomi Batam tahun 2011 lebih baik dibanding tahun 2010 ini. Untuk itu, BP Batam membuat program yang lebih spesifik dengan menargetkan investasi yang masuk dalam lima tahun ke depan diproyeksikan senilai 2,1 miliar dolar AS.
Untuk mencapai target tersebut, BP Batam akan melakukan beberapa hal antara lain, menyiapkan lokasi yang benar-benar fully competitive, mempromosikan jenis industri yang mampu bersaing, melakukan promosi yang lebih terarah (targeted FDI Promotion), penyediaan pelayanan prima (one-stop-shop), dan penyediaan sumber daya manusia yang berkualitas. (gus).
Senin, 20 Desember 2010
Potensi Perikanan Laut Natuna Belum Dimanfaatkan
NATUNA – Luas laut Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau diketahui 262.197,07 kilo meter atau 99,24 persen dari total luas wilayahnya dengan potensi sumber daya perikanan besar namun belum dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat dan pemerintah setempat.
Direktur Kerjasama Ekonomi ASEAN, Rahmat Pramono dalam seminar menggali potensi kerjasama Asean dan mitra di Natuna mengatakan, seumber daya laut dan perikanan dari Kabupaten Natuna perlu dipromosikan secara maksimal karena daerah itu memiliki potensi yang luar biasa tapi belum tergarap.
"Potensi ikan di Natuna bisa menjadi tumpuan dan sumber penghidupan bagi masyarakatnya di masa akan dating sehingga perlu diberdayakan," katanya Jumat (17/12).
Ditambahkan, luas laut Natuna sekitar 262.197,07 Km atau 99,24 persen dari luas seluruh Natuna. Di dalamnya terkandung sumber daya perikanan dan potensi pengembangan rumput laut, namun ironisnya pemerintah daerah dan masyrakat lokal belum memanfaatkan potensi tersebut.
Masyarakat Natuna, masih mencari ikan secara tradisional sedangkan budi daya rumput laut masih dilakukan dengan skala kecil. Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu memberdayakan masyarakatnya untuk mengelola sumber daya laut itu secara professional.
Pemkab Natuna bisa bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi atau Pemerintah pusat untuk mengembangkan program pemberdayaan masyarakat local guna meningkatkan keahlian, teknologi dan pemasarannya.
Asisten I Bidang Pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau, Nuraida Mochsen mengatakan, Pemerintah Provinsi selama ini sudah berupaya mengajukan program pembangunan untuk Kabupaten Natuna kepada pemerintah pusat, dan sudah ada beberapa program yang disetujui dan akan didanai dengan dana APBN.
“Kami sudah mengusulkan pembangunan pelabuhan terpadu, dan sudah disetujui, namun dari pemerintah pusat meminta agar pemerintah daerah untuk menyediakan lahan. Akan tetapi Pemda sendiri tidak bisa menyediakan lahan yang dimaksud, karena ada beberapa hal teknis yang tidak bisa dilakukan" katanya.
Untuk itu, Pemerintah daerah akan melakukan inventarisasi lahan yang bisa di alokasikan untuk pembangunan pelabuhan.
Pencurian Ikan
Belum dimanfaatkannya potensi perikanan di Natuna mengundang pihak asing seperti dari China, Vietnam, Malaysia dan Singapura untuk memanfaatkannya, baik secara illegal maupun legal. Nelayan asing yang menggunakan teknologi canggih tersebut meminta ijin kepada pemerintah daerah untuk menangkap ikan di perairan Natuna, namun ada juga nelayan asing yang mencuri ikan di Natuna dan jumlahnya relatif banyak.
Seperti yang dilakukan Nelayan asal Vietnam yang tertangkap mencuri ikan di Natuna pada hari Minggu (12/12). Nelayan Vietnam yang berjumlah 16 kapal tersebut ditangkap di sebelah timur pulau Matak perairan Natuna.
Komandan Kapal polisi Bisma - 520, Kompol Sigit N Hidayat mengatakan perairan Natuna sudah sejak lama di incar nelayan asing untuk mencuri ikan dan selama tahun ini saja sudah ditangkap sekitar 40 kapal nelayan asing.
Untuk penangkapan 16 kapal berbendera Vietnam ini pada hari Minggu kemarin, kata dia dilakukan berdasarkan laporan dari masyarakat yang menyebut adanya aktivitas nelayan asing di perairan Natuna.
"Saat ditangkap, mereka masih melakukan aktivitas penangkapan dengan menggunakan alat tangkap seperti jaring trawl, purse seine, bubu, pancing rawai dan banyak lagi alat tangkap lainnya. Mereka diperiksa sekitar pukul 02.30 WIB dan langsung ditahan, karena dokumennya tidak lengkap," kata Sigit. (gus).
Direktur Kerjasama Ekonomi ASEAN, Rahmat Pramono dalam seminar menggali potensi kerjasama Asean dan mitra di Natuna mengatakan, seumber daya laut dan perikanan dari Kabupaten Natuna perlu dipromosikan secara maksimal karena daerah itu memiliki potensi yang luar biasa tapi belum tergarap.
"Potensi ikan di Natuna bisa menjadi tumpuan dan sumber penghidupan bagi masyarakatnya di masa akan dating sehingga perlu diberdayakan," katanya Jumat (17/12).
Ditambahkan, luas laut Natuna sekitar 262.197,07 Km atau 99,24 persen dari luas seluruh Natuna. Di dalamnya terkandung sumber daya perikanan dan potensi pengembangan rumput laut, namun ironisnya pemerintah daerah dan masyrakat lokal belum memanfaatkan potensi tersebut.
Masyarakat Natuna, masih mencari ikan secara tradisional sedangkan budi daya rumput laut masih dilakukan dengan skala kecil. Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu memberdayakan masyarakatnya untuk mengelola sumber daya laut itu secara professional.
Pemkab Natuna bisa bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi atau Pemerintah pusat untuk mengembangkan program pemberdayaan masyarakat local guna meningkatkan keahlian, teknologi dan pemasarannya.
Asisten I Bidang Pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau, Nuraida Mochsen mengatakan, Pemerintah Provinsi selama ini sudah berupaya mengajukan program pembangunan untuk Kabupaten Natuna kepada pemerintah pusat, dan sudah ada beberapa program yang disetujui dan akan didanai dengan dana APBN.
“Kami sudah mengusulkan pembangunan pelabuhan terpadu, dan sudah disetujui, namun dari pemerintah pusat meminta agar pemerintah daerah untuk menyediakan lahan. Akan tetapi Pemda sendiri tidak bisa menyediakan lahan yang dimaksud, karena ada beberapa hal teknis yang tidak bisa dilakukan" katanya.
Untuk itu, Pemerintah daerah akan melakukan inventarisasi lahan yang bisa di alokasikan untuk pembangunan pelabuhan.
Pencurian Ikan
Belum dimanfaatkannya potensi perikanan di Natuna mengundang pihak asing seperti dari China, Vietnam, Malaysia dan Singapura untuk memanfaatkannya, baik secara illegal maupun legal. Nelayan asing yang menggunakan teknologi canggih tersebut meminta ijin kepada pemerintah daerah untuk menangkap ikan di perairan Natuna, namun ada juga nelayan asing yang mencuri ikan di Natuna dan jumlahnya relatif banyak.
Seperti yang dilakukan Nelayan asal Vietnam yang tertangkap mencuri ikan di Natuna pada hari Minggu (12/12). Nelayan Vietnam yang berjumlah 16 kapal tersebut ditangkap di sebelah timur pulau Matak perairan Natuna.
Komandan Kapal polisi Bisma - 520, Kompol Sigit N Hidayat mengatakan perairan Natuna sudah sejak lama di incar nelayan asing untuk mencuri ikan dan selama tahun ini saja sudah ditangkap sekitar 40 kapal nelayan asing.
Untuk penangkapan 16 kapal berbendera Vietnam ini pada hari Minggu kemarin, kata dia dilakukan berdasarkan laporan dari masyarakat yang menyebut adanya aktivitas nelayan asing di perairan Natuna.
"Saat ditangkap, mereka masih melakukan aktivitas penangkapan dengan menggunakan alat tangkap seperti jaring trawl, purse seine, bubu, pancing rawai dan banyak lagi alat tangkap lainnya. Mereka diperiksa sekitar pukul 02.30 WIB dan langsung ditahan, karena dokumennya tidak lengkap," kata Sigit. (gus).
Pelayanan Haji 2010 Belum Memuaskan
BATAM – Hasil evaluasi pelaksanaan layanan ibadah haji melalui embarkasi Batam merekomendasikan untuk meningkatkan layanan transportasi udara, sebab para jemaah tidak puas dengan layanan yang diberikan Saudi Arabia Airlines selaku maskapai yang diberi tanggung jawab pemerintah RI untuk menerbangkan para jemaah dari Batam ke tanah suci.
Sekretaris Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Batam, Erizal Abdullah mengatakan, hasil evaluasi penyelenggaraan ibadah haji tahun 2010 yang melalui Embarkasi atau Debarkasi Batam menyimpulkan bahwa layanan yang diberikan belum memuaskan karena masih banyak jemaah yang mengeluh.
Beberapa layanan yang banyak mendapat keluhan dari jemaah, pertama, mengenai transportasi udara dari dan ke tanah suci yang dilakukan Saudi Arabia Airlines sebagai satu-satunya maskapai penerbangan yang mengangkut jemaah haji Embarkasi/Debarkasi Batam dari pemberangkatan hingga kepulangan.
Saudi Arabia Airlines yang mendapat kontrak pengadaan transportasi udara dari pemerintah melalui Kementerian Agama RI dinilai telah melanggar kontrak perjanjian. Pelanggaran kontrak yang dilakukan Saudi Arabia Airlines adalah dalam penyediaan crew atau panitia saat pemberangkatan kloter 1 dan kloter 2.
Dalam kontrak disebutkan bahwa pihak Saudi Arabia Airlines mestinya menyiapkan sedikitnya 7 crew yang bisa berbahasa Indonesia untuk melayani satu kloter jemaah haji yang jumlahnya 450 orang. Namun dalam realisasinya pihak Saudi Arabia Airlines hanya menyediakan 2-3 crew saja sehingga pelayanan yang diberikan kepada 450 jemaah dari embarkasi Batam tidak maksimal.
"Kurangnya crew sangat berdampak pada pelayanan jemaah haji saat di perjalanan, bahkan banyak jemaah yang tidak mendapat layanan sama sekali terutama bagi jemaah yang sakit dan sudah tua,” katanya, Kamis (15/12).
Oleh karena itu, Erizal berharap pemerintah melalui Kementrian Agama melakukan protes dan meminta konpensasi kepada pihak Saudi Arabia Airlines yang telah menelantarkan para jemaah haji Indonesia asal embarkasi Batam yang melayani jemaah dari beberapa provinsi di Sumatra dan Kalimantan.
Selain layanan transportasi udara, para jemaah juga masih banyak yang mengeluhkan layanan kesehatan terutama bagi jemaah yang sudah menderita penyakit sejak dari tanah air. Minimnya layanan kesehatan menyebabkan banyak jemaah yang meninggal yakni sekitar 28 jemaah lebih tinggi dibanding tahun lalu yang hanya 18 orang. Rata-rata jemaah haji yang meninggal disebabkan sakit cardiac arest, sakit sistem pernapasan dan sirkulasi serta sakit jantung dengan usia sekitar 63-79 tahun.
Hingga hari ini, bahkan masih ada sekitar 8 jemaah haji Indonesia yang masih di rawat di Arab Saudi. Dari delapan orang yang dirawat, enam orang asal Kalimantan Barat yaitu Kitong Arfan bin Daeng Maluru yang tergabung dalam kloter 22 dari Kabupaten Sanggau, Rustinah binti Husin, kloter 22, dari Kota Pontianak dan Zainal Abidin Saini, kloter 20, dari Kabupaten Singkawang. Lalu, Sahara Sain binti Sain, kloter 22 dari Kabupaten Sambas, Rahmat Subandi dari kabupaten Ketapang dan M Anang bin Kasih, kloter 18 dari Kabupaten Pontianak.
Seorang haji asal Provinsi Jambi yang dirawat di RS Arab Saudi yaitu Siti Aisyah binti Abdul Hamid, kloter 16 dari Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan seorang asal Riau yaitu yarifuddin bin Salmah, kloter 13 dari Kabupaten Indragiri Hilir.
”Para haji dirawat karena beberapa keluhan penyakit, di antaranya diabetes dan stroke dan mereka akan dipulangkan ke Tanah Air bila kondisi kesehatannya telah membaik.,” kata Erizal.
Sementara itu, para jemaah asal Embarkasi Batam mengeluh karena masih minimnya layanan yang diberikan panitia, padahal panitia di awal pemberangkatan berjanji akan memberi layanan maksimal karena sudah mendapat sertifikat manajemen mutu ISO 9001-2008 tentang pelayanan haji yang diterima kementerian agama.
Lestari (49) salah seorang jemaah asal Batam mengatakan, panitia harus lebih meningkatkan layanannya karena banyak jemaah yang terlantar, terutama untuk jemaah yang sudah uzur dan memiliki penyakit kronis. (gus).
Sekretaris Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Batam, Erizal Abdullah mengatakan, hasil evaluasi penyelenggaraan ibadah haji tahun 2010 yang melalui Embarkasi atau Debarkasi Batam menyimpulkan bahwa layanan yang diberikan belum memuaskan karena masih banyak jemaah yang mengeluh.
Beberapa layanan yang banyak mendapat keluhan dari jemaah, pertama, mengenai transportasi udara dari dan ke tanah suci yang dilakukan Saudi Arabia Airlines sebagai satu-satunya maskapai penerbangan yang mengangkut jemaah haji Embarkasi/Debarkasi Batam dari pemberangkatan hingga kepulangan.
Saudi Arabia Airlines yang mendapat kontrak pengadaan transportasi udara dari pemerintah melalui Kementerian Agama RI dinilai telah melanggar kontrak perjanjian. Pelanggaran kontrak yang dilakukan Saudi Arabia Airlines adalah dalam penyediaan crew atau panitia saat pemberangkatan kloter 1 dan kloter 2.
Dalam kontrak disebutkan bahwa pihak Saudi Arabia Airlines mestinya menyiapkan sedikitnya 7 crew yang bisa berbahasa Indonesia untuk melayani satu kloter jemaah haji yang jumlahnya 450 orang. Namun dalam realisasinya pihak Saudi Arabia Airlines hanya menyediakan 2-3 crew saja sehingga pelayanan yang diberikan kepada 450 jemaah dari embarkasi Batam tidak maksimal.
"Kurangnya crew sangat berdampak pada pelayanan jemaah haji saat di perjalanan, bahkan banyak jemaah yang tidak mendapat layanan sama sekali terutama bagi jemaah yang sakit dan sudah tua,” katanya, Kamis (15/12).
Oleh karena itu, Erizal berharap pemerintah melalui Kementrian Agama melakukan protes dan meminta konpensasi kepada pihak Saudi Arabia Airlines yang telah menelantarkan para jemaah haji Indonesia asal embarkasi Batam yang melayani jemaah dari beberapa provinsi di Sumatra dan Kalimantan.
Selain layanan transportasi udara, para jemaah juga masih banyak yang mengeluhkan layanan kesehatan terutama bagi jemaah yang sudah menderita penyakit sejak dari tanah air. Minimnya layanan kesehatan menyebabkan banyak jemaah yang meninggal yakni sekitar 28 jemaah lebih tinggi dibanding tahun lalu yang hanya 18 orang. Rata-rata jemaah haji yang meninggal disebabkan sakit cardiac arest, sakit sistem pernapasan dan sirkulasi serta sakit jantung dengan usia sekitar 63-79 tahun.
Hingga hari ini, bahkan masih ada sekitar 8 jemaah haji Indonesia yang masih di rawat di Arab Saudi. Dari delapan orang yang dirawat, enam orang asal Kalimantan Barat yaitu Kitong Arfan bin Daeng Maluru yang tergabung dalam kloter 22 dari Kabupaten Sanggau, Rustinah binti Husin, kloter 22, dari Kota Pontianak dan Zainal Abidin Saini, kloter 20, dari Kabupaten Singkawang. Lalu, Sahara Sain binti Sain, kloter 22 dari Kabupaten Sambas, Rahmat Subandi dari kabupaten Ketapang dan M Anang bin Kasih, kloter 18 dari Kabupaten Pontianak.
Seorang haji asal Provinsi Jambi yang dirawat di RS Arab Saudi yaitu Siti Aisyah binti Abdul Hamid, kloter 16 dari Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan seorang asal Riau yaitu yarifuddin bin Salmah, kloter 13 dari Kabupaten Indragiri Hilir.
”Para haji dirawat karena beberapa keluhan penyakit, di antaranya diabetes dan stroke dan mereka akan dipulangkan ke Tanah Air bila kondisi kesehatannya telah membaik.,” kata Erizal.
Sementara itu, para jemaah asal Embarkasi Batam mengeluh karena masih minimnya layanan yang diberikan panitia, padahal panitia di awal pemberangkatan berjanji akan memberi layanan maksimal karena sudah mendapat sertifikat manajemen mutu ISO 9001-2008 tentang pelayanan haji yang diterima kementerian agama.
Lestari (49) salah seorang jemaah asal Batam mengatakan, panitia harus lebih meningkatkan layanannya karena banyak jemaah yang terlantar, terutama untuk jemaah yang sudah uzur dan memiliki penyakit kronis. (gus).
Kunci Sukses BRA. Mooryati Soedibyo
Usaha awalnya dimulai dari membuat jamu beras kencur di rumahnya, lalu Mooryati Soedibyo membuat inovasi dengan mengembangkan berbagai produk jamu dan kecantikan hingga akhirnya dia mendirikan perusahaan PT Mustika Ratu Tbk yang saat ini benar benar menjadi ratu untuk produk jamu dan kecantikan tidak hanya di Indonesia tapi juga mancanegara.
"Human resource atau sumber daya manusia sangat penting dalam menjalani bisnis keluarga agar tetap sukses," katanya.
Menurut Mooryati, untuk membangun suatu usaha hingga sukses lebih mudah dibanding harus mempertahankannya, terlebih usaha yang dijalani merupakan bisnis keluarga. Pasalnya, berdasarkan informasi hanya 5,0 persen perusahaan keluarga di Indonesia yang bershasil menjadi besar dan menjadi perusahaan multinasinal sedangkan 40 persen hanya mampu bertahan dan sebagian besar atau 50 persen justru tidak berhasil mempertahankan bisnisnya.
Hal yang paling sulit untuk mempertahankan bisnis keluarga adalah saat suksesi kepemimpinan atau regenerasi berikutnya, yang mana Mustika Ratu saat ini sedang memasuki generasi yang kedua.
Menurutnya, dalam suksesi kepemimpinan di perusahaan keluarga tidak semua perusahaan menurunkan kepemimpinan bisnisnya pada anak pertama. Itu bisa dilihat dari sejumlah perusahaan yang ada seperti Bosowa Group yang suksesi kepemimpinannya diambil alih oleh anak tertua Aksa Mahmud, sementara Garuda Food justru suksesi jatuh ke tangan anak yang ke-12, sementara pemilik Lippo James Riady mewariskan kepemimpinan bisnisnya pada anaknya yang kedua dari tujuh bersaudara.
Mengenai kunci suksesnya dalam membangun kerajaan bisnis jamu dan produk kecantikan, Mooryati bercerita bahwa untuk menjadi sukses seperti saat ini setiap orang harus bekerja dengan ikhlas dan tekun seperti yang dilakoninya selama ini dalam memproduksi jamu dan produk kecantikan adalah untuk melestarikan budaya Indonesia khususnya Jawa.
“Apa yang menonjol yang baik jangan sampai punah dan hilang tanpa bekas. Sesuatu yang merupakan tradisi/heritage budaya Indonesia yang perlu dilestarikan dan digunakan oleh masyarakat untuk dimanfaatkan. Sebab untuk itu saya sangat konsisten dalam menjadi founder dan bidang usahanya Mustika Ratu yang bergerak di bidang sarana kesehatan dan kecantikan, busana dan disebarluaskan ke masyarakat luas,” katanya.
Selain itu, dia juga tidak pernah putus asa, gigih, disiplin, inovatif dan pekerja keras tanpa kenal lelah. Namun selalu bersyukur atas nikmat yang telah diberikan Allah SWT kepadanya dan keluarga.
Faktor tenaga kerja atau sumber daya manusia juga harus diperhatikan karena tanpa SDM yang berkualitas maka usaha akan hancur. Untuk itu, Mooryati senantiasa meningkatkan kemampuan staf dan pekerja dengan menyelenggarakan training, bimbingan dan lain-lain agar trampil sesuai dengan tugas dan kewajibannya.
Setelah kualitas pekerja ditingkatkan, maka kebutuhan materinya juga perlu ditingkatkan dengan memberi gaji yang layak agar pekerja tersebut bisa mencurahkan tenaga dan waktunya secara optimal dalam bekerja. (gus).
Kunci Sukses Kris Taenar Wiluan
Awalnya Kris Taenar Wiluan mewarisi bisnis ayahnya di bidang distribusi suku cadang otomotif dan pelumas mesin, kimia industri, dan bumbu masak yang sudah dimulai ayahnya Henk Wiluan sejak 1950. Pada tahun 1979, dia mereorganisasi bisnis sang Ayah menjadi perusahaan holding keluarga di bawah bendera PT Citra Bonang yang mempekerjakan 150 karyawan.
Pada tahun 1983, Kris yang juga menjalani bisnis pribadi di bidang perakitan peralatan pengeboran minyak mengkonsolidasikan usahanya tersebut ke dalam PT Citra Tubindo yang berkonsentarasi pada bidang perakitan dan pemrosesan pipa pengebor minyak, casing, dan tubing yang berbasis di Pulau Batam. Saat ini, Citra Tubindo telah mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta (BEJ).
Berkat kepiawaiannya, Kris mampu merubah bisnis tradisional keluarganya menjadi bisnis bertarap internasional dengan bidang utama pemasok utama Oilfield Tubular (Seamless Steel Pipes) untuk keperluan eksplorasi minyak/gas, produsen dan distributor minyak/gas.
Selama beberapa tahun saja, Kris mampu meningkatkan volume bisnis keluarganya tersebut dan membuat gurita usaha hingga ke pelosok negeri seperti di Labuan-Malaysia, Vung Tao-Vietnam, serta Songkla dan Sathahib-Thailand.
Perusahaanya yakni Citra Tubindo kini menjadi penyuplai pipa gas dan minyak ke sejumlah perusahaan besar di Asia, Australia, Timur Tengah, Rusia, Amerika Selatan, dan Amerika Serikat.
Keberhasilannya di bidang industri Migas tidak membuat Kris berpuas diri. Sebagai entrepreneur dia melihat ada peluang untuk membuka resort, lalu idenya itu di realisasikan pada tahun 1986. Kris membangun resor terintegrasi di Nongsa, Batam yang dilengkapi dengan lapangan golf, sebuah International Marina dengan holiday chalets, dan sebuah hotel resor untuk pemancingan, diving, dan echo tourism.
Kris juga terus mengembangkan gurita bisnisnya di bidang pelayaran dan logistik, jasa pengeboran, pembangunan infrastruktur, seperti pelabuhan, terminal ferry dan perusahaan telepon. Saat ini terdapat 35 perusahaan yang didirikan berada di bawah naungan perusahaan holding, Citramas Group dengan memperkerjakan lebih 2.000 karyawan.
Kris saat ini menjadi Presiden dan CEO Citra Tubindo, Presiden Citramas Group yang berbasis di Batam, dan Direktur Utama perusahaan keluarga, Citra Bonang yang berbasis di Jakarta. Dia juga tercatat memiliki saham mayoritas di tiga perusahaan public di Singapura.
Pengusaha yang pernah bekerja di Guest, Keen and Nettlefold (GKN Group) sebagai Computer Programmer/analyst di Inggris sekitar tahun 1971 itu akhirnya mendapat penghargaan Indonesia Ernst and Young Entrepreneur Of The Year 2009.
Kris Taenar Wiluan bercerita, untuk menjadi pengusaha atau entrepreneur yang sukses, seorang wirausahawan harus pintar mencari peluang yang ditawarkan arus globalisasi dan terbukanya pasar-pasar baru saat ini.
"Agar Sukses dalam era globalisasi, wirausahawan harus siap menghadapi bertambahnya kompetisi global dalam pasar lokal dan pada saat yang sama, ia harus siap memanfaatkan peluang untuk masuk ke pasar global," kata Kris Wiluan.
Ditambahkan, wirausahawan akan mendapatkan keuntungan dari pasar-pasar yang baru terbuka berupa pengertian yang mendalam terkait pasar global dengan cara menggunakan presentasi online untuk dapat menyesuaikan produk dan jasa di pasar-pasar tersebut.
Selain itu, pelatihan managemen secara berkesimbangunan untuk mendapatkan pengetahuan teknologi baru sangat dibutuhkan wirausahawan agar sukses.(gus)
Kunci Sukses Ir Ciputra
Keberhasilan Ir. Ciputra menjadi pengusaha dan wirausaha ketika ayahnya tutup usia saat ia berusia 14 tahun. Kondisi tersebut memaksanya harus mengambil alih kehidupan dan tanggung jawab ekonomi atas keluarganya dengan melakoni berbagai bidang pekerjaan.
Pengusaha yang pernah mengecap pendidikan Teknik Arsitektur di Institut Teknologi Bandung (ITB) itu sekarang menjadi pengusaha properti sukses yang memiliki sejumlah proyek di berbagai negara selain tentunya Indonesia. Ciputra juga masih menerima tawaran sebagai konsultan maupun pembicara dalam seminar bisnis untuk membagi ilmu dan pengalamannya kepada masyarakat.
Untuk urusan membagi ilmu, pengusaha asal Manado itu membuka Ciputra Centre yang mendidik dan melatih semua orang yang ikut program tersebut untuk menjadi Wirausaha-wirausaha yang berhasil dan membuka lapangan kerja. Metode pengajaran yang dilakukannya disebut sebagai Project CROWN I dan II serta Program Trustworthy (Entrepreneurship for Community).
CROWN merupakan akronim dari Creativity (Kreativitas), Relationship (Hubungan atau Relasi), Opportunity (Kesempatan), Winner (Pemenang) dan Nothing to Lose (Bukan Pecundang).
Dengan metode tersebut, Ciputra ingin menjelaskan tiga Ciri Pembeda dari seorang Wirausaha atau Entrepreneur dengan orang lainnya yaitu: mampu menciptakan Kesempatan (Opportunity Creator), mampu menciptakan hal-hal atau ide-ide baru yang orisinal (Innovator), dan harus berani mengambil risiko dan mempu menghitungnya (Calculated Risk Taker).
Jika seseorang itu bisa menciptakan kesempatan atau peluang dan memiliki banyak ide baru serta berani mengambil risiko dan bisa menghitung risiko tersebut, maka dia bisa menjalani profesi sebagai wirausaha atau entrepreneur. Namun, penting bagi orang tersebut untuk mengubah mental dan paradigma cara berpikirnya tentang konsep berusaha.
Pasalnya, mental dan Paradigma berpikir orang Indonesia tidak menuju pada Wirausahawan atau entrepreneur akibat kesalahan pendidikan selama dijajah Belanda. Selain itu, masyarakat Indonesia juga tidak di didik untuk menjadi wirausaha dan itu terlihat jelas dari tidak adanya materi pelajaran wirausaha di kurikulum pendidikan baik ditingkat SD, SMP maupun SMA hingga perguruan tinggi.
Padahal, kata Ciputra untuk membangun bangsa yang kuat dan maju ekonominya dibutuhkan banyak wirausahawan atau entrepreneur yang bisa menciptakan lapangan kerja bagi orang lain. Kondisi itu berbalik dengan system pendidikan di Indonesia saat ini yang lebih mengarahkan siswanya untuk menjadi pencari kerja bukan wirausaha.
Ciputra mengatakan, Indonesia perlu melompat ke depan dan mengejar ketertinggalan, sehingga perlu diciptakan banyak wirausahawan. Dia berharap dalam 25 tahun kedepan akan ada lebih dari 4 juta pengusaha dari yang ada saat ini sekitar 400 ribu orang.(gus).
Penerimaan Pajak Anjlok Akibat Praktek Transfer Pricing
BATAM – Penerimaan pajak dari kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas Batam, Bintan dan Karimun (FTZ BBK), Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) berkurang lebih 250 miliar rupiah tahun ini disebabkan praktek transfer pricing yang dilakukan sejumlah perusahaan dan hilangnya pendapatan pajak dari PPnBM (Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah).
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Pajak Provinsi Riau dan Kepri, Nirwan Tjipto mengatakan, penerimaan pajak dari Provinsi Kepri sebesar 3,4 triliun rupiah pada tahun 2008, lalu mengalami penurunan pada tahun 2009 dan 2010 ini.
“Banyak perusahaan khususnya perusahaan asing di Batam melakukan praktek transfer pricing dengan membayar pajak ke negara lain dengan alasan nilai pajak di Indonesia lebih tinggi, akibatnya negara dirugikan karena kehilangan pendapatan,” katanya, Rabu (15/12).
Pada tahun 2009, kata dia penerimaan pajak dari Kepri hanya 3,1 triliun rupiah atau mengalami penurunan sekitar 300 miliar rupiah dan tahun 2010 ini diprediksi juga mengalami penurunan sekitar 250 miliar rupiah.
Penurunan penerimaan pajak disebabkan sejak 2009 telah diberlakukan status kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas terhadap tiga daerah di Kepri yang berkontribusi besar terhadap penerimaan pajak yakni Batam, Bintan dan Karimun (BBK).
Dengan diberlakukan status FTZ terhadap BBK maka pemerintah tidak bisa lagi memungut Pajak Pertambangan Nilai Barang Mewah (PPnBM) karena sesuai dengan peraturan FTZ, PPnBM tidak diberlakukan untuk BBK. Akibatnya, negara kehilangan penerimaan dari potensi pajak PPnBM sekitar 250 miliar rupiah setiap tahunnya. Ditambah lagi dengan kebijakan bebas fiskal bagi warga yang ingin ke luar negeri maka potensi kehilangan penerimaan dari pajak semakin besar.
Transfer Pricing
Menurut Nirwan, pemerintah sebenarnya berharap kehilangan pajak dari PPnBM paska pemberlakukan FTZ BBK pada akhir 2008 bisa digantikan dari PPH atau pajak penghasilan, karena diasumsikan dengan tidak adanya PPnBM maka penghasilan warga meningkat.
Sayangnya banyak perusahaan asing di Batam yang melakukan praktek transfer pricing dengan membayar pajak ke negara lain, sehingga negara mengalami kehilangan potensi penerimaan dari PPH.
Ketua Tim Komisi XI DPR RI Harry Azhar Azis yang melakukan kunjungan ke Batam terkait soal perpajakan mengatakan, meski pendapatan negara dari PPnBM hilang, namun pendapatan negara dari PPH diharapkan bertambah dengan pelaksanaan FTZ BBK. Sebab diasumsikan pendapatan masyarakat meningkat dengan adanya FTZ tersebut.
Menurut Harry, negara banyak dirugikan dari aksi aksi kejahatan perpajakan baik secara nasional maupun di kawasan FTZ BBK. Salah satu contoh kata dia, selama ini ada aturan tentang Tax Treaty yang berlaku antara Indonesia dan Singapura.
Tax Treaty merupakan aturan yang sudah jelas untuk menghindari pembayaran pajak dan itu sudah terjadi selama 30 tahun lebih. Pasalnya, setiap warga negara Indonesia diperbolehkan menyimpan uang di Singapura lalu bisa menarik kembali uangnya untuk di investasikan di Indonesia tanpa dikenakan pajak oleh pemerintah RI.
Ketentuan tersebut jelas merugikan negara dan menguntungkan Singapura karena uang yang ditanamkan di Singapura kena pajak dari negara tersebut.
Terkait dengan Tranfer Pricing, Harry memprediksi ada kerugian negara ratusan triliun rupiah selama beberapa tahun terakhir. Oleh karena itu, Komisi XI DPR RI dalam waktu dekat akan melakukan rapat untuk membentuk pantia kerja (Panja) yang meninjau soal Transfer Pricing serta Tax Treaty yang berlaku antara Singapura dan Indonesia. (gus).
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Pajak Provinsi Riau dan Kepri, Nirwan Tjipto mengatakan, penerimaan pajak dari Provinsi Kepri sebesar 3,4 triliun rupiah pada tahun 2008, lalu mengalami penurunan pada tahun 2009 dan 2010 ini.
“Banyak perusahaan khususnya perusahaan asing di Batam melakukan praktek transfer pricing dengan membayar pajak ke negara lain dengan alasan nilai pajak di Indonesia lebih tinggi, akibatnya negara dirugikan karena kehilangan pendapatan,” katanya, Rabu (15/12).
Pada tahun 2009, kata dia penerimaan pajak dari Kepri hanya 3,1 triliun rupiah atau mengalami penurunan sekitar 300 miliar rupiah dan tahun 2010 ini diprediksi juga mengalami penurunan sekitar 250 miliar rupiah.
Penurunan penerimaan pajak disebabkan sejak 2009 telah diberlakukan status kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas terhadap tiga daerah di Kepri yang berkontribusi besar terhadap penerimaan pajak yakni Batam, Bintan dan Karimun (BBK).
Dengan diberlakukan status FTZ terhadap BBK maka pemerintah tidak bisa lagi memungut Pajak Pertambangan Nilai Barang Mewah (PPnBM) karena sesuai dengan peraturan FTZ, PPnBM tidak diberlakukan untuk BBK. Akibatnya, negara kehilangan penerimaan dari potensi pajak PPnBM sekitar 250 miliar rupiah setiap tahunnya. Ditambah lagi dengan kebijakan bebas fiskal bagi warga yang ingin ke luar negeri maka potensi kehilangan penerimaan dari pajak semakin besar.
Transfer Pricing
Menurut Nirwan, pemerintah sebenarnya berharap kehilangan pajak dari PPnBM paska pemberlakukan FTZ BBK pada akhir 2008 bisa digantikan dari PPH atau pajak penghasilan, karena diasumsikan dengan tidak adanya PPnBM maka penghasilan warga meningkat.
Sayangnya banyak perusahaan asing di Batam yang melakukan praktek transfer pricing dengan membayar pajak ke negara lain, sehingga negara mengalami kehilangan potensi penerimaan dari PPH.
Ketua Tim Komisi XI DPR RI Harry Azhar Azis yang melakukan kunjungan ke Batam terkait soal perpajakan mengatakan, meski pendapatan negara dari PPnBM hilang, namun pendapatan negara dari PPH diharapkan bertambah dengan pelaksanaan FTZ BBK. Sebab diasumsikan pendapatan masyarakat meningkat dengan adanya FTZ tersebut.
Menurut Harry, negara banyak dirugikan dari aksi aksi kejahatan perpajakan baik secara nasional maupun di kawasan FTZ BBK. Salah satu contoh kata dia, selama ini ada aturan tentang Tax Treaty yang berlaku antara Indonesia dan Singapura.
Tax Treaty merupakan aturan yang sudah jelas untuk menghindari pembayaran pajak dan itu sudah terjadi selama 30 tahun lebih. Pasalnya, setiap warga negara Indonesia diperbolehkan menyimpan uang di Singapura lalu bisa menarik kembali uangnya untuk di investasikan di Indonesia tanpa dikenakan pajak oleh pemerintah RI.
Ketentuan tersebut jelas merugikan negara dan menguntungkan Singapura karena uang yang ditanamkan di Singapura kena pajak dari negara tersebut.
Terkait dengan Tranfer Pricing, Harry memprediksi ada kerugian negara ratusan triliun rupiah selama beberapa tahun terakhir. Oleh karena itu, Komisi XI DPR RI dalam waktu dekat akan melakukan rapat untuk membentuk pantia kerja (Panja) yang meninjau soal Transfer Pricing serta Tax Treaty yang berlaku antara Singapura dan Indonesia. (gus).
Batam Kembangkan Industri Rumput Laut
BATAM – Pemerintah Kota Batam menyiapkan 200 hektare lahan perairan di pulau Galang untuk dibudidayakan tanaman rumput laut melalui pola kerjasama antara masyarakat lokal dan perusahaan. Hasil produksinya sebagian besar akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasar luar negeri.
Walikota Batam Ahmad Dahlan mengatakan, potensi pengembangan agribisnis rumput laut di Batam cukup besar ditunjang luasnya wilayah perairan yang bisa menjadi lahan tempat tumbuhnya tanaman tersebut. Selain itu permintaannya untuk kebutuhan aneka industri juga cukup tinggi dari pasar luar negeri maupun domestik, sehingga perlu dilakukan budi daya rumput laut secara terintegrasi untuk mengangkat perekonomian masyarakat lokal.
“Marine Industri di Kota Batam baru bergerak sebatas industri Transhipment dan shipyard saja, padahal potensi kelautan yang dimiliki sangat besar, sehingga pemerintah sangat mendukung di rintisnya agribisnis rumput laut, ditambah lagi pengembangannya membutuhkan banyak tenaga kerja sehingga dapat memberdayakan masyarakat tempatan dan juga meningkatkan kesejahteraan para petani rumput laut,” katanya, Senin (13/12).
Untuk itu, Pemko Batam memusatkan pengembangan agribisnis rumput laut di Pulau Galang yang memiliki garis pantai cukup panjang dan lahan perairan yang dialokasikan sekitar 200 hektare, dan saat ini baru ditanam sekitar 7 hektare.
Pengembangannya, kata Dahlan dilakukan atas kerjasama antara Koperasi Rumput Laut Ikan Lepu yang merupakan koperasi binaan dari Induk Koperasi Angkatan Laut (INKOPAL) dengan PT. Rumput Laut Nusantara dan Yayasan Keanekaragaman hayati (Kehati).
Direktur PT. Rumput Laut Nusantara, Muhammad Hadi Katili, mengatakan dalam kerjasama tersebut, PT. Rumput Laut Nusantara akan bertindak selaku penyedia bibit, modal dan melakukan penyuluhan. Sementara itu, koperasi dan masyarakat akan mengerjakan pembibitan, melakukan perawatan dan sekaligus memasarkan produk rumput laut yang dihasilkan kepada koperasi.
Terkait dengan sistem budidayanya, akan dilakukan dengan menggunakan sistem bantalan layang yaitu dibiakkan secara melayang, idealnya berada 30-50 cm dari permukaan laut untuk memberi kesempatan kepada benih rumput laut untuk menyerap sinar matahari, sebab rumput laut sangat membutuhkan sinar matahari dalam melangsungkan proses fotosintesa.
“Agar kebutuhan sinar matahari tersedia dalam jumlah yang optimal maka harus diatur kedalaman dalam membudidayakannya,” katanya. Ditambahkan, dari 100 gram bibit rumput laut yang di biakkan setelah 45 hari maka bisa dilakukan pemanenan dengan hasil produksi sekitar 1.200 gram.
Target Produksi
Sementara itu, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) menargetkan produksi rumput laut sekitar lima ton perhari atau naik lima kali lipat selama lima tahun kedepan hingga 2015, dibanding produksi saat ini yang satu ton perhari. Untuk itu telah dialokasikan dana satu miliar rupiah sebagai bantuan modal dan pengembangan budidaya bagi 100 rumah tangga tani.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Lamidi mengatakan, pemerintah telah menganggarkan dana sekitar satu miliar rupiah dari APBD untuk meningkatkan produksi rumput laut yang akan menjadi produk unggulan dari Provinsi Kepri.
“Produksi rumput laut akan ditingkatkan hingga 560 persen selama lima tahun kedepan hingga 2015, oleh karena itu kita anggarkan dana satu miliar rupiah untuk pengembangan bagi petani,” katanya.
Dana itu akan digunakan untuk bantuan modal awal untuk sekitar 100 rumah tangga petani yang tersebar di Batam, Bintan, Senayang Lingga, dan Natuna serta untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang teknik budi daya rumput laut.
Pengembangan rumput laut di Kepri sejalan dengan program revitalisasi sektor perikanan Pemerintah Pusat yang telah menjadikan Provinsi Kepri sebagai daerah unggulan nasional untuk pengembangan rumput laut. Dijadikannya Kepri sebagai daerah unggulan karena potensinya cukup besar, itu terlihat dari luas lahan yang bisa di jadikan areal budi daya yang mencapai 435 hektare dan saat ini baru dimanfaatkan 0,2 persen saja. (gus).
Walikota Batam Ahmad Dahlan mengatakan, potensi pengembangan agribisnis rumput laut di Batam cukup besar ditunjang luasnya wilayah perairan yang bisa menjadi lahan tempat tumbuhnya tanaman tersebut. Selain itu permintaannya untuk kebutuhan aneka industri juga cukup tinggi dari pasar luar negeri maupun domestik, sehingga perlu dilakukan budi daya rumput laut secara terintegrasi untuk mengangkat perekonomian masyarakat lokal.
“Marine Industri di Kota Batam baru bergerak sebatas industri Transhipment dan shipyard saja, padahal potensi kelautan yang dimiliki sangat besar, sehingga pemerintah sangat mendukung di rintisnya agribisnis rumput laut, ditambah lagi pengembangannya membutuhkan banyak tenaga kerja sehingga dapat memberdayakan masyarakat tempatan dan juga meningkatkan kesejahteraan para petani rumput laut,” katanya, Senin (13/12).
Untuk itu, Pemko Batam memusatkan pengembangan agribisnis rumput laut di Pulau Galang yang memiliki garis pantai cukup panjang dan lahan perairan yang dialokasikan sekitar 200 hektare, dan saat ini baru ditanam sekitar 7 hektare.
Pengembangannya, kata Dahlan dilakukan atas kerjasama antara Koperasi Rumput Laut Ikan Lepu yang merupakan koperasi binaan dari Induk Koperasi Angkatan Laut (INKOPAL) dengan PT. Rumput Laut Nusantara dan Yayasan Keanekaragaman hayati (Kehati).
Direktur PT. Rumput Laut Nusantara, Muhammad Hadi Katili, mengatakan dalam kerjasama tersebut, PT. Rumput Laut Nusantara akan bertindak selaku penyedia bibit, modal dan melakukan penyuluhan. Sementara itu, koperasi dan masyarakat akan mengerjakan pembibitan, melakukan perawatan dan sekaligus memasarkan produk rumput laut yang dihasilkan kepada koperasi.
Terkait dengan sistem budidayanya, akan dilakukan dengan menggunakan sistem bantalan layang yaitu dibiakkan secara melayang, idealnya berada 30-50 cm dari permukaan laut untuk memberi kesempatan kepada benih rumput laut untuk menyerap sinar matahari, sebab rumput laut sangat membutuhkan sinar matahari dalam melangsungkan proses fotosintesa.
“Agar kebutuhan sinar matahari tersedia dalam jumlah yang optimal maka harus diatur kedalaman dalam membudidayakannya,” katanya. Ditambahkan, dari 100 gram bibit rumput laut yang di biakkan setelah 45 hari maka bisa dilakukan pemanenan dengan hasil produksi sekitar 1.200 gram.
Target Produksi
Sementara itu, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) menargetkan produksi rumput laut sekitar lima ton perhari atau naik lima kali lipat selama lima tahun kedepan hingga 2015, dibanding produksi saat ini yang satu ton perhari. Untuk itu telah dialokasikan dana satu miliar rupiah sebagai bantuan modal dan pengembangan budidaya bagi 100 rumah tangga tani.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Lamidi mengatakan, pemerintah telah menganggarkan dana sekitar satu miliar rupiah dari APBD untuk meningkatkan produksi rumput laut yang akan menjadi produk unggulan dari Provinsi Kepri.
“Produksi rumput laut akan ditingkatkan hingga 560 persen selama lima tahun kedepan hingga 2015, oleh karena itu kita anggarkan dana satu miliar rupiah untuk pengembangan bagi petani,” katanya.
Dana itu akan digunakan untuk bantuan modal awal untuk sekitar 100 rumah tangga petani yang tersebar di Batam, Bintan, Senayang Lingga, dan Natuna serta untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang teknik budi daya rumput laut.
Pengembangan rumput laut di Kepri sejalan dengan program revitalisasi sektor perikanan Pemerintah Pusat yang telah menjadikan Provinsi Kepri sebagai daerah unggulan nasional untuk pengembangan rumput laut. Dijadikannya Kepri sebagai daerah unggulan karena potensinya cukup besar, itu terlihat dari luas lahan yang bisa di jadikan areal budi daya yang mencapai 435 hektare dan saat ini baru dimanfaatkan 0,2 persen saja. (gus).
Batam Waspadai Bencana Asap
BATAM – Kabut asap hasil pembakaran hutan dari sejumlah wilayah di beberapa negara seperti Vietnam, Laos, Kamboja dan Thailand serta dari sejumlah daerah di Sumatra terpantau satelit sedang bergerak ke arah Pulau Batam. Oleh karena itu, bencana asap akan terjadi di Pulau Batam dalam beberapa pekan kedepan.
Kepala Data dan Informasi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Hang Nadim Batam, Agus mengatakan hasil pantauan citra satelit diketahui bahwa telah terjadi penumpukan asap di atas wilayah udara Batam. Volumenya masih relatif kecil, namun akan membesar seiring banyaknya ditemukan titik api di sejumlah negara tetangga.
"Konsentrasi asap saat ini masih berada di lapisan atas sehingga belum menguatirkan terhadap kesehatan, namun volume asap kian bertambah seiring banyaknya ditemukan titik api,” katanya, Minggu (12/12).
Hasil pantauan satelit diketahui terdapat sekitar 96 titik api atau hot spot di Thailand kemudian di Laos sebanyak 62 titik api, Vietnam terdapat enam titik api serta Kamboja 13 titik api. Lalu di sejumlah daerah di Sumatra juga terpantau beberapa titik api.
Pergerakan asap dari sumber titik api itu mengikuti arah mata angin yakni dari utara menuju barat laut yang berarti akan melewati Pulau Batam setelah dari Malaysia dan Singapura. Oleh karena itu, masyarakat Batam dihimbau untuk mewaspadai bencana asap dalam beberapa pekan kedepan.
Salah satu penyakit yang timbul akibat asap adalah ISPA atau Infeksi saluran pernapasan atas. Penyakit tersebut cukup berbahaya bagi anak kecil dan balita serta orang tua. Oleh karena itu masyarakat dihimbau untuk menghindari beraktivitas di luar rumah dalam beberapa pekan kedepan atau bisa menggunakan masker jika terpaksa harus berada di luar terlebih ketika mengendarai sepeda motor.
Menurut Agus, Pulau Batam merupakan daerah langganan bencana asap yang diterima dari aktivitas pembakaran lahan di daerah sekitarnya seperti dari Sumatra dan negara tetangga.
Pada Bulan Oktober 2010 lalu, Batam diselimuti kabut asap cukup tebal yang dikirim dari asap pembakaran hutan di sejumlah provinsi di Sumatra seperti Sumatra Selatan, Jambi, Lampung, Bengkulu, Riau dan Sumatra Barat. (gus).
Kepala Data dan Informasi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Hang Nadim Batam, Agus mengatakan hasil pantauan citra satelit diketahui bahwa telah terjadi penumpukan asap di atas wilayah udara Batam. Volumenya masih relatif kecil, namun akan membesar seiring banyaknya ditemukan titik api di sejumlah negara tetangga.
"Konsentrasi asap saat ini masih berada di lapisan atas sehingga belum menguatirkan terhadap kesehatan, namun volume asap kian bertambah seiring banyaknya ditemukan titik api,” katanya, Minggu (12/12).
Hasil pantauan satelit diketahui terdapat sekitar 96 titik api atau hot spot di Thailand kemudian di Laos sebanyak 62 titik api, Vietnam terdapat enam titik api serta Kamboja 13 titik api. Lalu di sejumlah daerah di Sumatra juga terpantau beberapa titik api.
Pergerakan asap dari sumber titik api itu mengikuti arah mata angin yakni dari utara menuju barat laut yang berarti akan melewati Pulau Batam setelah dari Malaysia dan Singapura. Oleh karena itu, masyarakat Batam dihimbau untuk mewaspadai bencana asap dalam beberapa pekan kedepan.
Salah satu penyakit yang timbul akibat asap adalah ISPA atau Infeksi saluran pernapasan atas. Penyakit tersebut cukup berbahaya bagi anak kecil dan balita serta orang tua. Oleh karena itu masyarakat dihimbau untuk menghindari beraktivitas di luar rumah dalam beberapa pekan kedepan atau bisa menggunakan masker jika terpaksa harus berada di luar terlebih ketika mengendarai sepeda motor.
Menurut Agus, Pulau Batam merupakan daerah langganan bencana asap yang diterima dari aktivitas pembakaran lahan di daerah sekitarnya seperti dari Sumatra dan negara tetangga.
Pada Bulan Oktober 2010 lalu, Batam diselimuti kabut asap cukup tebal yang dikirim dari asap pembakaran hutan di sejumlah provinsi di Sumatra seperti Sumatra Selatan, Jambi, Lampung, Bengkulu, Riau dan Sumatra Barat. (gus).
Pengusaha China Investasi di Pulau Janda Berhias
BATAM – Perusahaan milik pemerintah China berencana membangun perusahaan perminyakan di Pulau Janda Berhias yang masih masuk wilayah administrasi Pemerintah Kota Batam dengan nilai investasi ditaksir 850 juta dollar AS setara dengan 7,7 triliun rupiah dengan kurs 9.000 rupiah per dollar AS pada tahun depan.
Walikota Batam Ahmad Dahlan mengatakan, salah satu BUMN asal Cina akan menanamkan modalnya di Pulau Janda Berhias, Batam Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), untuk membangun perusahaan perminyakan. Nilai investasi yang akan ditanamkan sekitar 850 juta dollar AS (7,7 triliun rupiah).
“MoU antara BUMN China dengan pemerintah sudah di tandatangani tinggal direalisasikan saja,” katanya, Kamis (9/12).
Untuk menbangun perusahaan tersebut, katanya, pengusaha China membutuhkan lahan sekitar 75 hektare yang akan dibangun terminal minyak dan fasilitas pendukung lainnya. Perusahaan asal China itu juga nantinya akan membangun perusahaan kimia.
Sebelumnya, perusahaan minyak dan gas dari Qatar yakni Gulf Petroleum Ltd juga berencana membangun kilang Migas di pulau Janda Berhias. Perusahaan tersebut akan bekerjasama dengan PT Batam Sentralindo (BS) selaku pengelola kawasan industri di pulau Janda Berhias. Untuk itu, PT BS akan mengalokasikan lahan seluas 250 hektare untuk membangun usaha tersebut.
Kilang migas yang akan dibangun oleh Gulf Petroleum merupakan instalasi proses pengolahan hulu minyak sebelum didistribusikan ke dalam negeri dan negara-negara lain di Asia Tenggara.
Pulau Janda Berhias saat ini sudah menjadi salah satu kawasan industri yang potensial bagi investasi asing, seiring dengan kondisi lahan di Pulau Batam yang sudah sangat terbatas.
Oleh karena itu, pada Agustus 2008 Pemkot Batam telah mengalokasikan sejumlah pulau lain di luar Pulau Batam, sebagai kawasan untuk pengembangan industri maritim dan pendukung migas dimana salah satu diantaranya adalah Pulau Janda Berhias.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Provinsi Kepri Ir Cahya mengatakan, banyak investor asing dan dalam negeri yang ingin menanamkan investasinya di Batam namun terkendala disebabkan keterbatasan lahan.
“Hingga saat ini investor tidak mungkin lagi mendapat alokasi lahan di sekitar Batam karena lahan yang ada saat ini hampir seluruhnya sudah dialokasikan, seandainya terdapat lahan kosong pun merupakan kawasan hutan lindung,” katanya.
Oleh karena itu, pengembangan investasi di Batam perlu diarahkan ke pulau lainnya seperti Pulau Rempang dan Galang. Namun status lahan di pulau tersebut masih merupakan hutan lindung sehingga belum bisa dialokasikan sebagai kawasan komersil.
Presiden Komisaris PT Mitra Putra Rempang Tifus Narjono mengatakan banyak investor yang sudah ingin menanamkan investasinya di Pulau Rempang dan Galang seperti kelompok usaha asal Korea Selatan, Energy Master Co Ltd, untuk menggarap sejumlah proyek dengan nilai investasi ditaksir 10 juta dollar AS.
Selain itu, pengusaha nasional Tommy Winata juga berniat menanam investasi di Rempang dan Galang senilai 15 miliar dollar AS, Tommy bahkan sudah mendapat alokasi lahan dari Pemerintah Kota Batam seluas 17 ribu hektare.
Investor lainnya ialah PT Bukaka Barelang Energy yang akan berinvestasi 500 juta dollar AS dan PT Tanjung Pelita dengan investasi 873 juta dollar AS untuk membangun pembangkit listrik. Ada juga Al �Ain Industries Co Ltd yang akan berinvestasi 1 miliar dollar AS untuk kilang minyak serta Island World Holding Ltd yang akan berinvestasi 991 juta dollar AS.
Namun, belum jelasnya status lahan di Pulau Rempang dan Galang menyebabkan investor tersebut belum berani merealisasikan rencana tersebut. (gus).
Walikota Batam Ahmad Dahlan mengatakan, salah satu BUMN asal Cina akan menanamkan modalnya di Pulau Janda Berhias, Batam Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), untuk membangun perusahaan perminyakan. Nilai investasi yang akan ditanamkan sekitar 850 juta dollar AS (7,7 triliun rupiah).
“MoU antara BUMN China dengan pemerintah sudah di tandatangani tinggal direalisasikan saja,” katanya, Kamis (9/12).
Untuk menbangun perusahaan tersebut, katanya, pengusaha China membutuhkan lahan sekitar 75 hektare yang akan dibangun terminal minyak dan fasilitas pendukung lainnya. Perusahaan asal China itu juga nantinya akan membangun perusahaan kimia.
Sebelumnya, perusahaan minyak dan gas dari Qatar yakni Gulf Petroleum Ltd juga berencana membangun kilang Migas di pulau Janda Berhias. Perusahaan tersebut akan bekerjasama dengan PT Batam Sentralindo (BS) selaku pengelola kawasan industri di pulau Janda Berhias. Untuk itu, PT BS akan mengalokasikan lahan seluas 250 hektare untuk membangun usaha tersebut.
Kilang migas yang akan dibangun oleh Gulf Petroleum merupakan instalasi proses pengolahan hulu minyak sebelum didistribusikan ke dalam negeri dan negara-negara lain di Asia Tenggara.
Pulau Janda Berhias saat ini sudah menjadi salah satu kawasan industri yang potensial bagi investasi asing, seiring dengan kondisi lahan di Pulau Batam yang sudah sangat terbatas.
Oleh karena itu, pada Agustus 2008 Pemkot Batam telah mengalokasikan sejumlah pulau lain di luar Pulau Batam, sebagai kawasan untuk pengembangan industri maritim dan pendukung migas dimana salah satu diantaranya adalah Pulau Janda Berhias.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Provinsi Kepri Ir Cahya mengatakan, banyak investor asing dan dalam negeri yang ingin menanamkan investasinya di Batam namun terkendala disebabkan keterbatasan lahan.
“Hingga saat ini investor tidak mungkin lagi mendapat alokasi lahan di sekitar Batam karena lahan yang ada saat ini hampir seluruhnya sudah dialokasikan, seandainya terdapat lahan kosong pun merupakan kawasan hutan lindung,” katanya.
Oleh karena itu, pengembangan investasi di Batam perlu diarahkan ke pulau lainnya seperti Pulau Rempang dan Galang. Namun status lahan di pulau tersebut masih merupakan hutan lindung sehingga belum bisa dialokasikan sebagai kawasan komersil.
Presiden Komisaris PT Mitra Putra Rempang Tifus Narjono mengatakan banyak investor yang sudah ingin menanamkan investasinya di Pulau Rempang dan Galang seperti kelompok usaha asal Korea Selatan, Energy Master Co Ltd, untuk menggarap sejumlah proyek dengan nilai investasi ditaksir 10 juta dollar AS.
Selain itu, pengusaha nasional Tommy Winata juga berniat menanam investasi di Rempang dan Galang senilai 15 miliar dollar AS, Tommy bahkan sudah mendapat alokasi lahan dari Pemerintah Kota Batam seluas 17 ribu hektare.
Investor lainnya ialah PT Bukaka Barelang Energy yang akan berinvestasi 500 juta dollar AS dan PT Tanjung Pelita dengan investasi 873 juta dollar AS untuk membangun pembangkit listrik. Ada juga Al �Ain Industries Co Ltd yang akan berinvestasi 1 miliar dollar AS untuk kilang minyak serta Island World Holding Ltd yang akan berinvestasi 991 juta dollar AS.
Namun, belum jelasnya status lahan di Pulau Rempang dan Galang menyebabkan investor tersebut belum berani merealisasikan rencana tersebut. (gus).
Sistem Transportasi di Batam
Otorita Batam atau Badan Pengusahaan FTZ Batam berencana membangun sarana transportasi publik berupa kereta api cepat (Monorail) serta jalan tol dengan nilai investasi ditaksir 4 triliun rupiah untuk menghindari kemacetan sepertihalnya DKI Jakarta.
Batam tidak ingin mengalami nasip sama dengan DKI Jakarta yang sistem transportasi public dan infrastrukturnya tidak mampu membendung lonjakan permintaan sebagai akibat dari tingginya pertumbuhan jumlah penduduk DKI.
Oleh karena itu, Batam sedari awal sudah mempersiapkan infrastruktur dan sistem transportasi masal yang handal untuk menghindari kemacetan yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Salah satu system transportasi yang sudah dikembangkan adalah membangun Bus Way sepertihalnya DKI Jakarta. Selanjutnya, Batam akan membangun infrastruktur jalan tol dan sistem transportasi masal berupa monorail.
Direktur Pembangunan Badan Pengusahaan FTZ (BP) Batam, Budiman Maskan mengatakan, berdasarkan Master Plan dari Departemen Perhubungan yang dibuat 2009 lalu, pihaknya telah melakukan studi kelayakan pembangunan sarana trasnportasi masal berupa kereta api.
“Dari hasil studi kelayakan maka alternative yang akan digunakan untuk membangun transportasi masal di batam yakni sistem light rail transit (LRT) berupa monorail karena lebih simple dan efesien,” katanya.
Dari hasil studi kelayakan tersebut, maka alternatif yang akan dibangun untuk transportasi masal di Batam adalah monorail dengan dua jalur yakni Tanjunguncang-Batam Centre, sepanjang 17,7 kilometer dan Bandara Hang Nadim-Batuampar sepanjang 19,6 kilo meter.
BP Batam juga akan membangun jalan tol dengan rute Batuampar-Mukakuning-Bandara Hang Nadim sepanjang 24 kilo meter dengan dua jalur dan dua lajur.
Hasil studi kelayakan tentang pembangunan monorail dan jalan tol sudah diserahkan ke Menteri Perhubungan untuk disetujui, dan pembangunannya akan dimulai sekitar tahun 2013 hingga akhir 2015, lalu pada 2016 diperkirakan sudah bisa digunakan masyarakat.
Untuk membangun monorail dan jalan tol tersebut, kata Budiman dibutuhkan investasi sekitar 4 triliun rupiah dan dananya rencananya diperoleh dari pemerintah serta swasta.
Atasi Macet
Kepala Biro Perencanaan BP Batam, Istono mengatakan, pembangunan monorail dan jalan tol sebenarnya sudah direncanakan sejak era Habibie menjabat Ketua Otorita Batam. Itu dilakukan untuk mengatasi kemacetan seiring dengan pertumbuhan ekonomi Batam yang terus meningkat.
Pada saat ini saja, beberapa ruas jalan di Kota Batam seperti di Pelita, Muka Kuning, Bengkong dan Baloi sering terjadi kemacetan seperti Jakarta. Kondisi itu jika tidak diatasi sejak dini akan berpengaruh negatif terhadap citra Batam sebagai kota Industri dan dikuatirkan investor bisa merelokasi pabriknya dari Batam ke tempat lain. Pasalnya kemacetan bisa meningkatkan biaya produksi.
Kepala Bank Indonesia Batam dalam kajian ekonomi regional Provinsi Kepri, Elang Tripaptomo mengatakan, pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepri di kuartal dua tahun ini sebesar 7,43 persen dan dikuartal tiga diprediksi masih dikisaran 7 persen.
Tingginya pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepri itu mayoritas dikontribusi dari kota Batam sebagai kota industri yang pertumbuhannya setiap tahun lebih dari 7,0 persen. Salah satu sektor yang ikut berkontribusi adalah sektor konsumsi seperti konsumsi otomotif. Penjualan sepeda motor dan mobil di Batam setiap bulannya mencapai ratusan unit.
Oleh karena itu, langkah BP Batam membangun jalan tol serta monorail untuk mengatasi kemacetan dinilai warga Batam tepat. Rusdi (36) seorang warga Batam mengatakan, jika rencana itu bisa diwujudkan maka bisa menjadi katalis bagi pertumbuhan ekonomi Batam, dan dalam jangka panjang ekonomi Batam bisa lebih cepat pembangunannya. (gus).
Batam tidak ingin mengalami nasip sama dengan DKI Jakarta yang sistem transportasi public dan infrastrukturnya tidak mampu membendung lonjakan permintaan sebagai akibat dari tingginya pertumbuhan jumlah penduduk DKI.
Oleh karena itu, Batam sedari awal sudah mempersiapkan infrastruktur dan sistem transportasi masal yang handal untuk menghindari kemacetan yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Salah satu system transportasi yang sudah dikembangkan adalah membangun Bus Way sepertihalnya DKI Jakarta. Selanjutnya, Batam akan membangun infrastruktur jalan tol dan sistem transportasi masal berupa monorail.
Direktur Pembangunan Badan Pengusahaan FTZ (BP) Batam, Budiman Maskan mengatakan, berdasarkan Master Plan dari Departemen Perhubungan yang dibuat 2009 lalu, pihaknya telah melakukan studi kelayakan pembangunan sarana trasnportasi masal berupa kereta api.
“Dari hasil studi kelayakan maka alternative yang akan digunakan untuk membangun transportasi masal di batam yakni sistem light rail transit (LRT) berupa monorail karena lebih simple dan efesien,” katanya.
Dari hasil studi kelayakan tersebut, maka alternatif yang akan dibangun untuk transportasi masal di Batam adalah monorail dengan dua jalur yakni Tanjunguncang-Batam Centre, sepanjang 17,7 kilometer dan Bandara Hang Nadim-Batuampar sepanjang 19,6 kilo meter.
BP Batam juga akan membangun jalan tol dengan rute Batuampar-Mukakuning-Bandara Hang Nadim sepanjang 24 kilo meter dengan dua jalur dan dua lajur.
Hasil studi kelayakan tentang pembangunan monorail dan jalan tol sudah diserahkan ke Menteri Perhubungan untuk disetujui, dan pembangunannya akan dimulai sekitar tahun 2013 hingga akhir 2015, lalu pada 2016 diperkirakan sudah bisa digunakan masyarakat.
Untuk membangun monorail dan jalan tol tersebut, kata Budiman dibutuhkan investasi sekitar 4 triliun rupiah dan dananya rencananya diperoleh dari pemerintah serta swasta.
Atasi Macet
Kepala Biro Perencanaan BP Batam, Istono mengatakan, pembangunan monorail dan jalan tol sebenarnya sudah direncanakan sejak era Habibie menjabat Ketua Otorita Batam. Itu dilakukan untuk mengatasi kemacetan seiring dengan pertumbuhan ekonomi Batam yang terus meningkat.
Pada saat ini saja, beberapa ruas jalan di Kota Batam seperti di Pelita, Muka Kuning, Bengkong dan Baloi sering terjadi kemacetan seperti Jakarta. Kondisi itu jika tidak diatasi sejak dini akan berpengaruh negatif terhadap citra Batam sebagai kota Industri dan dikuatirkan investor bisa merelokasi pabriknya dari Batam ke tempat lain. Pasalnya kemacetan bisa meningkatkan biaya produksi.
Kepala Bank Indonesia Batam dalam kajian ekonomi regional Provinsi Kepri, Elang Tripaptomo mengatakan, pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepri di kuartal dua tahun ini sebesar 7,43 persen dan dikuartal tiga diprediksi masih dikisaran 7 persen.
Tingginya pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepri itu mayoritas dikontribusi dari kota Batam sebagai kota industri yang pertumbuhannya setiap tahun lebih dari 7,0 persen. Salah satu sektor yang ikut berkontribusi adalah sektor konsumsi seperti konsumsi otomotif. Penjualan sepeda motor dan mobil di Batam setiap bulannya mencapai ratusan unit.
Oleh karena itu, langkah BP Batam membangun jalan tol serta monorail untuk mengatasi kemacetan dinilai warga Batam tepat. Rusdi (36) seorang warga Batam mengatakan, jika rencana itu bisa diwujudkan maka bisa menjadi katalis bagi pertumbuhan ekonomi Batam, dan dalam jangka panjang ekonomi Batam bisa lebih cepat pembangunannya. (gus).
Polda Kepri Kerahkan 1.215 Polisi Amankan Natal
BATAM – Kepolisian Daerah Provinsi Kepulauan Riau akan mengerahkan 1.215 polisi atau setengah dari kekuatannya dalam operasi lilin untuk mengamankan perayaan Natal di seluruh daerah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Polisi akan ditempatkan di tempat strategis seperti gereja, pusat hiburan, pusat perbelanjaan, pelabuhan dan terminal untuk menghindari aksi nekat teroris yang akan menganggu perayaan Natal.
Kabid Humas Polda Kepri, AKBP Hartono mengatakan, seperti yang dilakukan pada Natal tahun sebelumnya, jajaran kepolisian selalu mengerahkan setengah kekuatannya untuk mengamankan perayaan hari besar Umat Kristiani tersebut. Untuk tahun ini Polda Kepri mengerahkan sekitar 1.215 aparat kepolisian yang akan disebar di seluruh kota dan kabupaten di Kepri.
Polda Kepri juga akan menyebar korps cokelat bersandi Indra Waspada (intelijen keamanan) yang bertugas sebagai intelijen untuk mengeliminir aksi kejahatan yang ditimbulkan oleh teroris.
”Kesiap siagaan kepolisian selalu ditingkatkan jelang perayaan keagamaan agar umat bisa tenang merayakan hari besarnya,” katanya, Senin (8/12).
Seluruh aktivitas pengamanan natal tahun ini, kata dia akan dilaksanakan dalam operasi yang bernama operasi Lilin Seligi Sakti. Aparat akan ditempatkan di sejumlah tempat strategis antara lain, bandara, pelabuhan, pasar basah, mal, dan gereja.
Peningkatan keamanan yang dilakukan Polda Kepri perlu dilakukan karena letak geografisnya yang sangat strategis dan memungkinkan bagi teroris untuk melakukan tindakan kejahatan dan menjadikan Kepri khususnya Batam sebagai tempat pelarian ke luar negeri seperti Singapura dan Malaysia.
Oleh karena itu, Hartono berharap kelompok masyarakat seperti TNI, Pamong Praja, Pemda dan masyarakat umum lainnya ikut berpartisipasi mengamankan perayaan Natal tersebut. (gus).
Kabid Humas Polda Kepri, AKBP Hartono mengatakan, seperti yang dilakukan pada Natal tahun sebelumnya, jajaran kepolisian selalu mengerahkan setengah kekuatannya untuk mengamankan perayaan hari besar Umat Kristiani tersebut. Untuk tahun ini Polda Kepri mengerahkan sekitar 1.215 aparat kepolisian yang akan disebar di seluruh kota dan kabupaten di Kepri.
Polda Kepri juga akan menyebar korps cokelat bersandi Indra Waspada (intelijen keamanan) yang bertugas sebagai intelijen untuk mengeliminir aksi kejahatan yang ditimbulkan oleh teroris.
”Kesiap siagaan kepolisian selalu ditingkatkan jelang perayaan keagamaan agar umat bisa tenang merayakan hari besarnya,” katanya, Senin (8/12).
Seluruh aktivitas pengamanan natal tahun ini, kata dia akan dilaksanakan dalam operasi yang bernama operasi Lilin Seligi Sakti. Aparat akan ditempatkan di sejumlah tempat strategis antara lain, bandara, pelabuhan, pasar basah, mal, dan gereja.
Peningkatan keamanan yang dilakukan Polda Kepri perlu dilakukan karena letak geografisnya yang sangat strategis dan memungkinkan bagi teroris untuk melakukan tindakan kejahatan dan menjadikan Kepri khususnya Batam sebagai tempat pelarian ke luar negeri seperti Singapura dan Malaysia.
Oleh karena itu, Hartono berharap kelompok masyarakat seperti TNI, Pamong Praja, Pemda dan masyarakat umum lainnya ikut berpartisipasi mengamankan perayaan Natal tersebut. (gus).
Rabu, 08 Desember 2010
Riau Airlines Berkejaran Dengan Waktu
Kementerian Perhubungan telah menetapkan batas waktu hingga 31 Desember 2011 bagi Riau Airlines untuk menyediakan sedikitnya 10 pesawat dengan lima unit berstatus milik dan lima lagi boleh sewa, sebagaimana amanat UU no 1 tahun 2009 pasal 118 tentang penerbangan. Jika tidak dipenuhi maka status perseroan turun menjadi maskapai carter atau sertifikat operator penerbangannya dicabut.
Hasil Rapat Umum Pemegang Saham PT Riau Airlines yang diadakan pada 17 Mei 2010 di Pekanbaru Provinsi Riau menyepakati suntikan modal sebesar 55,4 miliar rupiah untuk memperbaiki kinerja perusahaan, diantaranya menambah pesawat terbang dan menyelesaikan utang.
Komisaris Utama Riau Airlines, Wan Syamsir Yus dengan sikap optimistis menjelaskan rencana ekspansi Riau airlines antara lain pada Desember 2010 akan sewa beli dua pesawat jenis Fokker 50, Sebelumnya pada pertengahan Juni dan awal Juli 2010 sudah didatangkan dua pesawat Boeing masing-masing 737-500 dan 737-300 dari Hong Kong.
Perseroan juga menyetujui rencana perusahaan yang akan melakukan kerja sama operasi dengan perusahaan Eropa untuk mengoperasikan 14 unit pesawat penumpang bermesin jet Embraer ERJ 145 dan tujuh unit pesawat Embraer ERJ 170.
Sayangnya, rencana tersebut belum terwujud, pemegang saham bahkan belum sepenuhnya merealisasikan komitmenya untuk menyuntikan dana investasi 55,4 miliar rupiah seperti yang dijanjikan.
Padahal, tinggal 12 bulan lagi perseroan harus menyesuaikan diri dengan amanat Undang Undang nomor 1 tahun 2009 yang mengatur soal bisnis di industri penerbangan. Salah satu pasalnya yakni pasal 118 menyebutkan bahwa maskapai berjadwal diwajibkan mengoperasikan sedikitnya 10 pesawat dengan lima unit berstatus milik dan lima sisanya dikuasai (boleh sewa).
Kementerian Perhubungan sudah menetapkan batas waktu hingga 31 Desember 2011 bagi maskapai berjadwal yang beroperasi agar menyesuaikan dirinya dengan amanat UU tersebut. Bila maskapai berjadwal seperti Riau Airlines tidak memenuhi persyaratan itu, maka statusnya turun menjadi maskapai carter atau dicabut sertifikat operator penerbangan (air operator cerWcate/AOC).
Dalam bisnis, untung rugi atau buka tutup usaha suatu hal yang biasa. Tentu pemilik modal akan berpikir dua kali untuk mempertahankan usahanya jika ekspektasi kedepannya negatif dan tidak menguntungkan.
Namun, jika boleh ditinjau kebelakang kembali, pemilik modal atau pemegang saham pastinya akan berpikir tujuan awal dia membuka usahanya, apakah hanya untuk semata mengejar keuntungan atau ada hal lainnya.
Riau Airlines yang berdiri pada tahun 2002 merupakan satu-satunya perusahaan penerbangan di Indonesia milik pemerintah daerah. Perusahaan itu didirikan untuk menjadi jembatan udara yang menghubungkan antar pulau di Riau dan Kepulauan Riau serta Jambi dan Lampung yang dahulunya hingga saat ini masih ada yang belum tersentuh oleh akses transportasi udara dari perusahaan swasta yang hanya mempertimbangkan untung rugi semata.
Riau Airlines mau mengambil tanggung jawab untuk membuka akses transportasi yang cepat bagi banyak pulau di daerah Sumatra tanpa berpikir apakah untung atau rugi. Tujuannya hanya untuk memberdayakan ekonomi daerah dan meningkatkan mobilitas masyarakat di daerah sehingga ekonomi bisa tumbuh.
Oleh karenanya, Pemerintah Kabupaten Natuna saja berani memberi dana talangan 6 miliar rupiah ke Riau Airlines dengan konpensasi ada penerbangan setiap hari ke Natuna. Itu dilakukan karena memang tidak ada perusahaan penerbangan yang mau membuka rute ke Natuna.
Namun, setelah delapan tahun mengudara, Riau Airlines terpaksa berhenti karena kisruh internal dan krisis keuangan. Perseroan harus menghadapi gugatan yang dilakukan Aero Century dan desakan pengembalian utang dari bank serta tuntutan upah dari pekerjanya yang belum dibayar. Riau Airlines juga didesak Kementerian Perhubungan untuk menyediakan sedikitnya 10 pesawat hingga Desember 2011 jika tidak ijinya di hentikan.
Jika manajemen Riau Airlines ternyata tidak dapat memenuhi ketentuan pemerintah tersebut lalu ijinnya di cabut, lantas siapa yang akan mengambil alih tanggung jawabnya untuk menyediakan transportasi udara di sejumlah pulau di Sumatra. (gus).
Hasil Rapat Umum Pemegang Saham PT Riau Airlines yang diadakan pada 17 Mei 2010 di Pekanbaru Provinsi Riau menyepakati suntikan modal sebesar 55,4 miliar rupiah untuk memperbaiki kinerja perusahaan, diantaranya menambah pesawat terbang dan menyelesaikan utang.
Komisaris Utama Riau Airlines, Wan Syamsir Yus dengan sikap optimistis menjelaskan rencana ekspansi Riau airlines antara lain pada Desember 2010 akan sewa beli dua pesawat jenis Fokker 50, Sebelumnya pada pertengahan Juni dan awal Juli 2010 sudah didatangkan dua pesawat Boeing masing-masing 737-500 dan 737-300 dari Hong Kong.
Perseroan juga menyetujui rencana perusahaan yang akan melakukan kerja sama operasi dengan perusahaan Eropa untuk mengoperasikan 14 unit pesawat penumpang bermesin jet Embraer ERJ 145 dan tujuh unit pesawat Embraer ERJ 170.
Sayangnya, rencana tersebut belum terwujud, pemegang saham bahkan belum sepenuhnya merealisasikan komitmenya untuk menyuntikan dana investasi 55,4 miliar rupiah seperti yang dijanjikan.
Padahal, tinggal 12 bulan lagi perseroan harus menyesuaikan diri dengan amanat Undang Undang nomor 1 tahun 2009 yang mengatur soal bisnis di industri penerbangan. Salah satu pasalnya yakni pasal 118 menyebutkan bahwa maskapai berjadwal diwajibkan mengoperasikan sedikitnya 10 pesawat dengan lima unit berstatus milik dan lima sisanya dikuasai (boleh sewa).
Kementerian Perhubungan sudah menetapkan batas waktu hingga 31 Desember 2011 bagi maskapai berjadwal yang beroperasi agar menyesuaikan dirinya dengan amanat UU tersebut. Bila maskapai berjadwal seperti Riau Airlines tidak memenuhi persyaratan itu, maka statusnya turun menjadi maskapai carter atau dicabut sertifikat operator penerbangan (air operator cerWcate/AOC).
Dalam bisnis, untung rugi atau buka tutup usaha suatu hal yang biasa. Tentu pemilik modal akan berpikir dua kali untuk mempertahankan usahanya jika ekspektasi kedepannya negatif dan tidak menguntungkan.
Namun, jika boleh ditinjau kebelakang kembali, pemilik modal atau pemegang saham pastinya akan berpikir tujuan awal dia membuka usahanya, apakah hanya untuk semata mengejar keuntungan atau ada hal lainnya.
Riau Airlines yang berdiri pada tahun 2002 merupakan satu-satunya perusahaan penerbangan di Indonesia milik pemerintah daerah. Perusahaan itu didirikan untuk menjadi jembatan udara yang menghubungkan antar pulau di Riau dan Kepulauan Riau serta Jambi dan Lampung yang dahulunya hingga saat ini masih ada yang belum tersentuh oleh akses transportasi udara dari perusahaan swasta yang hanya mempertimbangkan untung rugi semata.
Riau Airlines mau mengambil tanggung jawab untuk membuka akses transportasi yang cepat bagi banyak pulau di daerah Sumatra tanpa berpikir apakah untung atau rugi. Tujuannya hanya untuk memberdayakan ekonomi daerah dan meningkatkan mobilitas masyarakat di daerah sehingga ekonomi bisa tumbuh.
Oleh karenanya, Pemerintah Kabupaten Natuna saja berani memberi dana talangan 6 miliar rupiah ke Riau Airlines dengan konpensasi ada penerbangan setiap hari ke Natuna. Itu dilakukan karena memang tidak ada perusahaan penerbangan yang mau membuka rute ke Natuna.
Namun, setelah delapan tahun mengudara, Riau Airlines terpaksa berhenti karena kisruh internal dan krisis keuangan. Perseroan harus menghadapi gugatan yang dilakukan Aero Century dan desakan pengembalian utang dari bank serta tuntutan upah dari pekerjanya yang belum dibayar. Riau Airlines juga didesak Kementerian Perhubungan untuk menyediakan sedikitnya 10 pesawat hingga Desember 2011 jika tidak ijinya di hentikan.
Jika manajemen Riau Airlines ternyata tidak dapat memenuhi ketentuan pemerintah tersebut lalu ijinnya di cabut, lantas siapa yang akan mengambil alih tanggung jawabnya untuk menyediakan transportasi udara di sejumlah pulau di Sumatra. (gus).
Polemik Riau Airlines
Perusahaan penerbangan yang sahamnya dikuasai Pemerintah Provinsi Riau yakni Riau Airlines yang sudah berhenti operasi sejak Oktober 2010 lalu diketahui sedang melakukan restrukturisasi usaha dan berharap bisa beroperasi kembali Desember 2010 ini. Untuk itu seluruh kewajiban utang dengan bank dan perusahaan sewa pesawat dari Amerika Serikat yakni Aero Century Corp akan dilunasi setelah mendapat suntikan dana segar dari pemegang saham senilai 55,4 miliar rupiah.
Gubernur Riau Rusli Zainal ketika menghadiri silaturahmi pengurus Lembaga Adat Melayu (LAM) Kepri dengan LAM Riau di Gedung Daerah Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau, Sabtu (4/12) malam mengatakan, Pemerintah Provinsi Riau berkeinginan untuk mempertahankan keberadaan Riau Airlines dan tidak akan menutup bisnis perusahaan itu, meskipun saat ini perusahaan itu masih mengalami kerugian dan memiliki sejumlah utang dengan bank dan perusahaan penyewaan pesawat yakni Aero Century.
Belum dilunasinya utang kepada Aero Century menyebabkan perusahaan penyewaan pesawat asal Amerika Serikat itu menarik dua unit pesawatnya yakni Fokker F50 K0502 sehingga Riau Airlines terpaksa berhenti operasi sejak Oktober 2010 lalu.
Setelah menarik dua pesawatnya, Aero Century juga melakukan gugatan hukum kepada manajemen Riau Airlines dengan menunjuk Iwan Nurjadin SH selaku kuasa hukumnya. Riau Airlines dinilai wanprestasi karena sudah beberapa kali default atau gagal bayar sejumlah utangnya yang ditaksir 17 miliar rupiah.
Iwan Nurjadin dalam beberapa kesempatan mengatakan, sengketa antara Aero Century dengan Riau Airlines berawal saat Riau Airlines menjalin kerja sama dengan AeroCentury untuk menyewa dua unit pesawat Fokker Model F50 K0502 tahun 2002. Riau Airlines menyewa dua pesawat tersebut untuk jangka waktu tiga tahun dan sesudahnya bisa diperpanjang.
Seiring berjalannya waktu, Riau Airlines beberapa kali terlambat membayar sewa, sehingga sejak tahun 2009, AeroCentruy memutuskan untuk membatasi masa sewa hanya untuk satu bulan bukan tiga tahun seperti yang tertera dalam kontrak awal.
Setelah satu bulan, katanya Riau Airlines bisa memperpanjang sewanya kembali.
Perubahan masa sewa tersebut, memaksa Riau Airlines harus memiliki likuiditas yang cukup untuk membayar sewa setiap bulannya, dan hal itu dinilai memberatkan sehingga perseroan mengalami krisis keuangan dan tidak mampu untuk membayar sewa.
Aero Century, akhirnya memutus perjanjian dengan Riau Airlines pada Februari 2010 lalu dan tidak lagi menyewakan pesawat ke Riau Airlines sebelum seluruh kewajibannya diselesaikan.
Dengan diputusnya kontrak tersebut, Riau Airlines masih bisa beroperasi secara terbatas dengan tiga pesawat yang dimiliki, sayangnya Pemerintah melalui Departemen Perhubungan tidak memberi ijin terbang kepada tiga pesawat itu sejak September 2010 karena kondisinya dinilai tidak layak terbang ditambah lagi dengan adanya kisruh manajemen di perusahaan itu terkait kesulitan neraca, akibatnya pada Oktober 2010 Riau Airlines benar benar berhenti operasi.
Direktur Produksi Riau Airlines Maman Syaifurrohman menjelaskan, pihaknya memiliki lima pesawat Fokker-50 yang sudah tidak beroperasi lagi. Tiga pesawat saat ini ditempatkan di bandara Halim Perdanakusuma dan dua di grounded di lapangan udara Pondok Cabe, Jakarta.
"Tiga unit yang ada di Halim, menunggu pembicaraan dengan Bank Muamalat sebagai penjamin. Sedangkan dua yang di Pondok Cabe sudah kami serahkan kepada Aero Century,” katanya.
Krisis keuangan yang melanda Riau Airlines tidak menyurutkan Aero Century untuk memejahijaukan perusahaan tersebut, dan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akhirnya Aero Century resmi mendaftarkan gugatannya pada 8 September 2010 lalu.
AeroCentury menuntut Riau Airlines untuk melunasi biaya sewa dasar dan deposito perawatan sebesar 755.180 dollar AS setara dengan 6,8 miliar rupiah dengan kurs 9.000 rupiah per dollar AS dan 729.740 dollar AS (6,6 miliar rupiah) yang selama ini belum diselesaikan sejak Agustus 2009. Ditambah dengan bunga per tanggal 2 September 2010 sebesar 39.713 dollar AS (357,4 juta rupiah).
Aero Century juga memohon melakukan sita jaminan terhadap dua pesawat Fokker untuk mencegah terjadinya kendala dalam pengembalian objek sewa.
Selain menghadapi gugatan dari Aero Century, ternyata Riau Airlines juga harus menghadapi gugatan dari karyawannya karena tidak membayar gaji selama beberapa bulan, termasuk Tunjangan Hari Raya (THR) saat lebaran beberapa bulan lalu.
Gubernur Riau Rusli Zainal mengatakan, meski sedang menghadapi masalah keuangan namun keberadaan Riau Airlines perlu diperhankan. Untuk itu, pihaknya sedang melakukan restrukturisasi ditubuh manajemen Riau Airlines.
‘’Kita telah ambil kebijakan dan salah satunya melakukan restrukturisasi di tubuh manajemen Riau Airlines, diupayakan minggu ini telah selesai, mengenai masalah internal RAL telah kita selesaikan dan kami mohon kesabaran pelanggan RAL untuk terbang seperti biasa,’kata Rusli di Tanjung Pinang, Sabtu (4/12).
Salah satu langkah yang diambil dalam proses restrukturisasi itu adalah pergantian nama perusahaan dari Riau Airlines menjadi Riau Air. Perseroan juga akan menambah dua pesawat jenis Boeing serie 737-300. Untuk itu Rusli menargetkan Riau Air bisa kembali terbang pada akhir Desember 2010 ini.
Sikap Optimistis Gubernur Riau Rusli Zainal itu cukup beralasan, pasalnya pada Rapat Umum Pemegang Saham teraakhir yang diadakan Mei 2010 lalu telah ada komitmen dari pemegang saham yakni Pemprov Riau, Kepri, Jambi dan Lampung untuk menyuntikan dana segar senilai 55,4 miliar rupiah yang akan digunakan untuk melunasi utang dan membeli pesawat baru.
Sayangnya, hingga saat ini suntikan dari pemegang saham itu masih sebatas komitmen sehingga kesulitan keuangan Riau Airlines masih berlanjut dan rencana ekspansi usaha terhambat.
Riau Airlines merupakan maskapai niaga berjadwal yang sahamnya 51 persen dimiliki Pemerintah Provinsi Riau, sisanya dimiliki Pemda Jambi, Kepri dan Lampung. Perusahaan itu beroperasi dengan ijin Air Operation Certificate (AOC) 121-017 yang terbit 20 Desember 2002. Sementara dasar hukum pembentukannya adalah Perda Nomor 5 Lembaran Daerah Nomor 7 tertanggal 5 Maret 2002. Maskapai itu awalnya melayani 15 kota tujuan di Indonesia dan satu kota di Malaysia dengan total 14 rute penerbangan.
Sejak berdiri pada tahun 2002, nilai investasi yang sudah ditanamkan ke Riau Airlines lebih dari 157 miliar rupiah, namun hutangnya saat ini ditaksir lebih dari 200 miliar rupiah.(gus).
Gubernur Riau Rusli Zainal ketika menghadiri silaturahmi pengurus Lembaga Adat Melayu (LAM) Kepri dengan LAM Riau di Gedung Daerah Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau, Sabtu (4/12) malam mengatakan, Pemerintah Provinsi Riau berkeinginan untuk mempertahankan keberadaan Riau Airlines dan tidak akan menutup bisnis perusahaan itu, meskipun saat ini perusahaan itu masih mengalami kerugian dan memiliki sejumlah utang dengan bank dan perusahaan penyewaan pesawat yakni Aero Century.
Belum dilunasinya utang kepada Aero Century menyebabkan perusahaan penyewaan pesawat asal Amerika Serikat itu menarik dua unit pesawatnya yakni Fokker F50 K0502 sehingga Riau Airlines terpaksa berhenti operasi sejak Oktober 2010 lalu.
Setelah menarik dua pesawatnya, Aero Century juga melakukan gugatan hukum kepada manajemen Riau Airlines dengan menunjuk Iwan Nurjadin SH selaku kuasa hukumnya. Riau Airlines dinilai wanprestasi karena sudah beberapa kali default atau gagal bayar sejumlah utangnya yang ditaksir 17 miliar rupiah.
Iwan Nurjadin dalam beberapa kesempatan mengatakan, sengketa antara Aero Century dengan Riau Airlines berawal saat Riau Airlines menjalin kerja sama dengan AeroCentury untuk menyewa dua unit pesawat Fokker Model F50 K0502 tahun 2002. Riau Airlines menyewa dua pesawat tersebut untuk jangka waktu tiga tahun dan sesudahnya bisa diperpanjang.
Seiring berjalannya waktu, Riau Airlines beberapa kali terlambat membayar sewa, sehingga sejak tahun 2009, AeroCentruy memutuskan untuk membatasi masa sewa hanya untuk satu bulan bukan tiga tahun seperti yang tertera dalam kontrak awal.
Setelah satu bulan, katanya Riau Airlines bisa memperpanjang sewanya kembali.
Perubahan masa sewa tersebut, memaksa Riau Airlines harus memiliki likuiditas yang cukup untuk membayar sewa setiap bulannya, dan hal itu dinilai memberatkan sehingga perseroan mengalami krisis keuangan dan tidak mampu untuk membayar sewa.
Aero Century, akhirnya memutus perjanjian dengan Riau Airlines pada Februari 2010 lalu dan tidak lagi menyewakan pesawat ke Riau Airlines sebelum seluruh kewajibannya diselesaikan.
Dengan diputusnya kontrak tersebut, Riau Airlines masih bisa beroperasi secara terbatas dengan tiga pesawat yang dimiliki, sayangnya Pemerintah melalui Departemen Perhubungan tidak memberi ijin terbang kepada tiga pesawat itu sejak September 2010 karena kondisinya dinilai tidak layak terbang ditambah lagi dengan adanya kisruh manajemen di perusahaan itu terkait kesulitan neraca, akibatnya pada Oktober 2010 Riau Airlines benar benar berhenti operasi.
Direktur Produksi Riau Airlines Maman Syaifurrohman menjelaskan, pihaknya memiliki lima pesawat Fokker-50 yang sudah tidak beroperasi lagi. Tiga pesawat saat ini ditempatkan di bandara Halim Perdanakusuma dan dua di grounded di lapangan udara Pondok Cabe, Jakarta.
"Tiga unit yang ada di Halim, menunggu pembicaraan dengan Bank Muamalat sebagai penjamin. Sedangkan dua yang di Pondok Cabe sudah kami serahkan kepada Aero Century,” katanya.
Krisis keuangan yang melanda Riau Airlines tidak menyurutkan Aero Century untuk memejahijaukan perusahaan tersebut, dan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akhirnya Aero Century resmi mendaftarkan gugatannya pada 8 September 2010 lalu.
AeroCentury menuntut Riau Airlines untuk melunasi biaya sewa dasar dan deposito perawatan sebesar 755.180 dollar AS setara dengan 6,8 miliar rupiah dengan kurs 9.000 rupiah per dollar AS dan 729.740 dollar AS (6,6 miliar rupiah) yang selama ini belum diselesaikan sejak Agustus 2009. Ditambah dengan bunga per tanggal 2 September 2010 sebesar 39.713 dollar AS (357,4 juta rupiah).
Aero Century juga memohon melakukan sita jaminan terhadap dua pesawat Fokker untuk mencegah terjadinya kendala dalam pengembalian objek sewa.
Selain menghadapi gugatan dari Aero Century, ternyata Riau Airlines juga harus menghadapi gugatan dari karyawannya karena tidak membayar gaji selama beberapa bulan, termasuk Tunjangan Hari Raya (THR) saat lebaran beberapa bulan lalu.
Gubernur Riau Rusli Zainal mengatakan, meski sedang menghadapi masalah keuangan namun keberadaan Riau Airlines perlu diperhankan. Untuk itu, pihaknya sedang melakukan restrukturisasi ditubuh manajemen Riau Airlines.
‘’Kita telah ambil kebijakan dan salah satunya melakukan restrukturisasi di tubuh manajemen Riau Airlines, diupayakan minggu ini telah selesai, mengenai masalah internal RAL telah kita selesaikan dan kami mohon kesabaran pelanggan RAL untuk terbang seperti biasa,’kata Rusli di Tanjung Pinang, Sabtu (4/12).
Salah satu langkah yang diambil dalam proses restrukturisasi itu adalah pergantian nama perusahaan dari Riau Airlines menjadi Riau Air. Perseroan juga akan menambah dua pesawat jenis Boeing serie 737-300. Untuk itu Rusli menargetkan Riau Air bisa kembali terbang pada akhir Desember 2010 ini.
Sikap Optimistis Gubernur Riau Rusli Zainal itu cukup beralasan, pasalnya pada Rapat Umum Pemegang Saham teraakhir yang diadakan Mei 2010 lalu telah ada komitmen dari pemegang saham yakni Pemprov Riau, Kepri, Jambi dan Lampung untuk menyuntikan dana segar senilai 55,4 miliar rupiah yang akan digunakan untuk melunasi utang dan membeli pesawat baru.
Sayangnya, hingga saat ini suntikan dari pemegang saham itu masih sebatas komitmen sehingga kesulitan keuangan Riau Airlines masih berlanjut dan rencana ekspansi usaha terhambat.
Riau Airlines merupakan maskapai niaga berjadwal yang sahamnya 51 persen dimiliki Pemerintah Provinsi Riau, sisanya dimiliki Pemda Jambi, Kepri dan Lampung. Perusahaan itu beroperasi dengan ijin Air Operation Certificate (AOC) 121-017 yang terbit 20 Desember 2002. Sementara dasar hukum pembentukannya adalah Perda Nomor 5 Lembaran Daerah Nomor 7 tertanggal 5 Maret 2002. Maskapai itu awalnya melayani 15 kota tujuan di Indonesia dan satu kota di Malaysia dengan total 14 rute penerbangan.
Sejak berdiri pada tahun 2002, nilai investasi yang sudah ditanamkan ke Riau Airlines lebih dari 157 miliar rupiah, namun hutangnya saat ini ditaksir lebih dari 200 miliar rupiah.(gus).
Investasi Asing di Pulau Bintan Tumbuh 42 Persen
BINTAN – Nilai investasi asing yang masuk ke Pulau Bintan, Provinsi Kepulauan Riau sebesar 34 juta dollar AS setara dengan 306 miliar rupiah dengan kurs 9.000 rupiah per dollar AS, selama Januari sampai September 2010 ini. Jumlah itu mengalami peningkatan 42 persen dibanding tahun 2009 lalu yang hanya 24 juta dollar AS (216 miliar rupiah) dan akan terus tumbuh pada tahun berikutnya seiring dengan telah diberlakukannya status Bintan sebagai kawasan pelabuhan dan perdagangan bebas.
Kepala Badan Promosi Investasi dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPIPPT) Kabupaten Bintan, Yudha Inangsa mengatakan, sejak ditetapkannya Bintan sebagai Kawasan Free Trade Zone (FTZ) atau kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas, minat investor dari luar negeri dan domestik untuk menanamkan modalnya ke Bintan meningkat setiap tahunnya.
“Nilai investasi asing di Bintan hingga September ini sudah tumbuh 42 persen dan hingga akhir tahun akan meningkat lagi seiring dengan adanya rencana beberapa perusahaan yang akan masuk ke Bintan pada kuartal empat 2010 ini,” katanya, Minggu (5/12).
Pada tahun ini saja, jumlah investor asing yang akan berbisnis di Bintan sebanyak enam perusahaan dari Singapura dan Eropa serta Asia dengan nilai investasi 34 juta dollar AS (Januari-September 2010). Jumlah itu mengalami pertumbuhan 42 persen dibanding nilai investasi tahun 2009 yang hanya 24 juta dollar AS.
Sebagian besar bidang usaha yang dijalani investor asing dan domestik yakni bidang kepariwisataan dan jasa pendukungnya seperti jasa akomodasi hotel, resort dan cottage dan jasa pelayanan kebugaran (spa), penyediaan sarana wisata tirta, diikuti pembangunan dan pengelolaan perumahan serta gedung perkantoran. Selain itu, sektor industri juga diminati investor asing seperti manufaktur dan elektronik.
Kepala Badan Penguasaan FTZ Bintan, Mardhiah mengatakan, pihaknya cukup optimistis pertumbuhan investasi di Bintan akan terus meningkat sebab iklim investasinya semakin kondusif, terlebih Bintan sudah berstatus kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas sehingga biaya operasional untuk menjalani bisnis di Bintan lebih murah dibanding kawasan lain di negara lain. Pasalnya, pemerintah tidak mengenakan pajak, bea masuk dan cukai untuk distribusi barang impor maupun ekspor dari dan ke pulau Bintan. Selain itu, biaya pekerja juga murah ketimbang negara lain.
Untuk mendukung percepatan pertumbuhan investasi di Bintan, katanya BP BIntan telah membentuk Lembaga Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), yang bisa membuat birokrasi lebih cepat dan murah sebab hampir seluruh prosedur perijinan investasi sudah bisa dilakukan langsung di Bintan tanpa meminta ijin dari Jakarta.
Meski demkian, persaingan antar kawasan FTZ di berbagai negara saat ini cukup ketat, terlebih banyak kawasan ekonomi khusus di negara lain memberikan insentif yang cukup besar, seperti kawasan ekonomi khusus Shenzen dan Makao di China, Vietnam, Malaysia serta India.
“Tantangan terbesar adalah bagaimana memenangkan persaingan dengan Negara-negara lain, lebih khusus lagi daerah-daerah lain untuk menarik investor asing dan domestik,” katanya.
Oleh karena itu, Mardhiah berharap pemerintah pusat memberi dukungan penuh untuk menjalankan FTZ tersebut, misalnya menyediakan anggaran untuk operasional BP Kawasan serta membangun beberapa insfrastruktur pendukung seperti pelabuhan dan jalan.
Hingga saat ini, Jumlah investor yang telah beroperasi di Bintan sebanyak 56 perusahaan asing maupun domestik dari 124 perusahaan yang telah mengurus Surat Persetujuan investasinya dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di Jakarta. Sebagian besar atau sekitar 76 persen perusahaan tersebut bergerak di bidang industri kepariwisataan, manufaktur, garmen, shipyard dan industri pendukung lainnya.
Sedangkan negara asal investasi terbesar didominasi oleh Singapura, selanjutnya Malaysia, Korea, Jepang, Australia, Belanda, Inggris, Kanada, Seyceles dan Kepulauan Bahama di Karibia. (gus).
Kepala Badan Promosi Investasi dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPIPPT) Kabupaten Bintan, Yudha Inangsa mengatakan, sejak ditetapkannya Bintan sebagai Kawasan Free Trade Zone (FTZ) atau kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas, minat investor dari luar negeri dan domestik untuk menanamkan modalnya ke Bintan meningkat setiap tahunnya.
“Nilai investasi asing di Bintan hingga September ini sudah tumbuh 42 persen dan hingga akhir tahun akan meningkat lagi seiring dengan adanya rencana beberapa perusahaan yang akan masuk ke Bintan pada kuartal empat 2010 ini,” katanya, Minggu (5/12).
Pada tahun ini saja, jumlah investor asing yang akan berbisnis di Bintan sebanyak enam perusahaan dari Singapura dan Eropa serta Asia dengan nilai investasi 34 juta dollar AS (Januari-September 2010). Jumlah itu mengalami pertumbuhan 42 persen dibanding nilai investasi tahun 2009 yang hanya 24 juta dollar AS.
Sebagian besar bidang usaha yang dijalani investor asing dan domestik yakni bidang kepariwisataan dan jasa pendukungnya seperti jasa akomodasi hotel, resort dan cottage dan jasa pelayanan kebugaran (spa), penyediaan sarana wisata tirta, diikuti pembangunan dan pengelolaan perumahan serta gedung perkantoran. Selain itu, sektor industri juga diminati investor asing seperti manufaktur dan elektronik.
Kepala Badan Penguasaan FTZ Bintan, Mardhiah mengatakan, pihaknya cukup optimistis pertumbuhan investasi di Bintan akan terus meningkat sebab iklim investasinya semakin kondusif, terlebih Bintan sudah berstatus kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas sehingga biaya operasional untuk menjalani bisnis di Bintan lebih murah dibanding kawasan lain di negara lain. Pasalnya, pemerintah tidak mengenakan pajak, bea masuk dan cukai untuk distribusi barang impor maupun ekspor dari dan ke pulau Bintan. Selain itu, biaya pekerja juga murah ketimbang negara lain.
Untuk mendukung percepatan pertumbuhan investasi di Bintan, katanya BP BIntan telah membentuk Lembaga Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), yang bisa membuat birokrasi lebih cepat dan murah sebab hampir seluruh prosedur perijinan investasi sudah bisa dilakukan langsung di Bintan tanpa meminta ijin dari Jakarta.
Meski demkian, persaingan antar kawasan FTZ di berbagai negara saat ini cukup ketat, terlebih banyak kawasan ekonomi khusus di negara lain memberikan insentif yang cukup besar, seperti kawasan ekonomi khusus Shenzen dan Makao di China, Vietnam, Malaysia serta India.
“Tantangan terbesar adalah bagaimana memenangkan persaingan dengan Negara-negara lain, lebih khusus lagi daerah-daerah lain untuk menarik investor asing dan domestik,” katanya.
Oleh karena itu, Mardhiah berharap pemerintah pusat memberi dukungan penuh untuk menjalankan FTZ tersebut, misalnya menyediakan anggaran untuk operasional BP Kawasan serta membangun beberapa insfrastruktur pendukung seperti pelabuhan dan jalan.
Hingga saat ini, Jumlah investor yang telah beroperasi di Bintan sebanyak 56 perusahaan asing maupun domestik dari 124 perusahaan yang telah mengurus Surat Persetujuan investasinya dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di Jakarta. Sebagian besar atau sekitar 76 persen perusahaan tersebut bergerak di bidang industri kepariwisataan, manufaktur, garmen, shipyard dan industri pendukung lainnya.
Sedangkan negara asal investasi terbesar didominasi oleh Singapura, selanjutnya Malaysia, Korea, Jepang, Australia, Belanda, Inggris, Kanada, Seyceles dan Kepulauan Bahama di Karibia. (gus).
Sebanyak 103 Investor Asing Akan Tanam Modal di FTZ BBK
BATAM – Jumlah investor asing yang sudah mengurus perijinan investasi di kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas (FTZ) Batam, Bintan dan Karimun (BBK) sebanyak 103 perusahaan selama dua tahun pemberlakuan status kawasan khusus tersebut. Sayangnya, belum banyak investor yang merealisasikan rencana tersebut disebabkan kondisi investasi belum kondusif.
Gubernur Provinsi Kepri, M Sani mengatakan, sejak Batam, Bintan, dan Karimun (BBK) ditetapkan sebagai kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas atau FTZ (free trade zone) awal 2009 hingga saat ini sudah ada sekitar 103 investor yang sebagian besar merupakan investor asing tertarik untuk menanamkan modalnya.
“Banyaknya investor asing yang ingin menanamkan investasinya di BBK menandakan status FTZ sudah membawa hasil positif pada pertumbuhan investasi di kawasan,” katanya, Kamis (2/12).
Ke 103 investor itu sudah mengurus perijinan investasi dan saat ini tinggal menunggu realisasinya. Adapun bidang usaha yang akan dijalani antara lain galangan kapal, industri manufaktur dan kawasan wisata atau resort.
Meski sudah banyak investor yang tertarik untuk menanamkan investasinya di BBK, namun hingga saat ini belum banyak yang merealisasikan rencana tersebut. Itu disebabkan beberapa permasalahan antara lain, belum rampungnya revisi PP no 02 tahun 2009 tentang aturan main FTZ BBK, kemudian belum dikembangkanya pelabuhan peti kemas Batu Ampar di Batam padahal kapasitas pelabuhan tersebut sudah maksimal sehingga butuh pengembangan untuk mengantisipasi lonjakan pertumbuhan kontainer.
Peneliti Bank Indonesia Batam, Oikos Mando Panjaitan menyebut ada beberapa persoalan dalam pelaksanaan FTZ BBK yang menyebabkan status khusus kawasan ekonomi itu belum mampu menyerap banyak investor asing.
Persoalannya antara lain, regulasi, efektifitas lembaga dan Ketua Dewan Kawasan yang merangkap sebagai Gubernur Kepri serta anggaran.
Berdasarkan kajian yang dilakukan Bank Indonesia Batam tentang pelaksanaan FTZ BBK dari mulai diresmikan awal tahun 2009 lalu hingga saat ini disebutkan pelasksanaan FTZ BBK masih belum maksimal.
Itu dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain, belum adanya kepastian hukum yang tetap disebabkan revisi PP no 02 tahun 2009 yang mengatur tentang pelaksanaan FTZ hingga kini belum rampung, akibatnya sejumlah keluhan pengusaha di BBK terkait dengan beberapa point aturan yang sudah ditetapkan sebelumnya belum terjawab seperti aturan tentang masterlist.
Kemudian efektifitas lembaga Dewan Kawasan juga dipertanyakan karena lembaga yang ada saat ini dinilai kurang ramping yang menimbulkan persoalan birokrasi seperti masih lamanya proses perijinan investasi khususnya di beberapa item perijinan. Kondisi itu diperparah lagi dengan rangkap jabatan antara Ketua Dewan Kawasan yang juga Gubernur Provinsi Kepri yang menyebabkan lambanya mobilitas dari keputusan yang dihasilkan.
Ketua Dewan Kawasan bahkan belum memiliki rencana yang jelas terkait dengan FTZ BBK seperti program strategis jangka pendek, menengah dan panjang serta target pelaksanaanya. Alhasil, Ketua Dewan Kawasan tidak memiliki acuan tentang apa yang akan dilakukan dengan FTZ BB, sehingga sulit menilai kinerjanya.
Selain itu, persoalan anggaran juga cukup memberatkan karena sebagian anggaran untuk pelaksanaan FTZ BBK masih mengandalkan dana dari APBD.
Menurut Mando, jika Pemerintah pusat memang serius ingin menjadikan BBK sebagai daerah yang berkontribusi besar terhadap pertumbuhan investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional, maka persoalan persoalan tersebut harus segera dipecahkan, khususnya dalam hal anggaran dan kepastian hukum terkait dengan revisi PPno 02 tahun 2009.
Dewan Kawasan juga sudah saatnya membuat rencana strategis yang terukur sebagai acuan atau pedoman untuk melaksanakan tugasnya. Untuk itu, sebagai langkah awal, pembangunan infrastruktur harus dikuatkan khususnya pengembangan pelabuhan kontainer di Batu Ampar Batam yang diharapkan bisa menampung lebih banyak lagi kontainer, sebab kapasitas yang ada saat ini sudah maksimal dan diperkirakan dalam dua hingga lima tahun kedepan tidak mampu lagi menampung kontainer. Kemudian infrastruktur di Bintan dan Karimun juga harus segera dibenahi.
Terkait dengan efektifitas kelembagaan FTZ BBK, Pemerintah dan DPR sudah saatnya meninjau kembali kelembagaan yang ada.
Anggota DPR RI, Harry Azhar Azis mengatakan, kelembagaan FTZ BBK harus direvisi karena tidak efektif. Kelembagaan yang ada saat ini dinilai terlalu gemuk sehingga harus dipangkas.
Menurutnya, Gubernur Provinsi Kepri tidak perlu lagi merangkap jabatan sebagai Ketua Dewan Kawasan, kemudian pemerintah juga bisa memberdayakan keberadaan lembaga Otorita Batam yang saat ini menjadi Badan Pengusahaan FTZ Batam sebagai penanggung jawab atau pemegang otoritas kawasan FTZ BBK sehingga pemerintah bisa menghembat anggaran karena tidak perlu membentuk lembaga dan mencari pegawai baru, sebab sumber daya manusia dan perangkat infrastruktur di Otorita Batam sudah cukup untuk melakukan tugas sebagai Dewan Kawasan. (gus).
Gubernur Provinsi Kepri, M Sani mengatakan, sejak Batam, Bintan, dan Karimun (BBK) ditetapkan sebagai kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas atau FTZ (free trade zone) awal 2009 hingga saat ini sudah ada sekitar 103 investor yang sebagian besar merupakan investor asing tertarik untuk menanamkan modalnya.
“Banyaknya investor asing yang ingin menanamkan investasinya di BBK menandakan status FTZ sudah membawa hasil positif pada pertumbuhan investasi di kawasan,” katanya, Kamis (2/12).
Ke 103 investor itu sudah mengurus perijinan investasi dan saat ini tinggal menunggu realisasinya. Adapun bidang usaha yang akan dijalani antara lain galangan kapal, industri manufaktur dan kawasan wisata atau resort.
Meski sudah banyak investor yang tertarik untuk menanamkan investasinya di BBK, namun hingga saat ini belum banyak yang merealisasikan rencana tersebut. Itu disebabkan beberapa permasalahan antara lain, belum rampungnya revisi PP no 02 tahun 2009 tentang aturan main FTZ BBK, kemudian belum dikembangkanya pelabuhan peti kemas Batu Ampar di Batam padahal kapasitas pelabuhan tersebut sudah maksimal sehingga butuh pengembangan untuk mengantisipasi lonjakan pertumbuhan kontainer.
Peneliti Bank Indonesia Batam, Oikos Mando Panjaitan menyebut ada beberapa persoalan dalam pelaksanaan FTZ BBK yang menyebabkan status khusus kawasan ekonomi itu belum mampu menyerap banyak investor asing.
Persoalannya antara lain, regulasi, efektifitas lembaga dan Ketua Dewan Kawasan yang merangkap sebagai Gubernur Kepri serta anggaran.
Berdasarkan kajian yang dilakukan Bank Indonesia Batam tentang pelaksanaan FTZ BBK dari mulai diresmikan awal tahun 2009 lalu hingga saat ini disebutkan pelasksanaan FTZ BBK masih belum maksimal.
Itu dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain, belum adanya kepastian hukum yang tetap disebabkan revisi PP no 02 tahun 2009 yang mengatur tentang pelaksanaan FTZ hingga kini belum rampung, akibatnya sejumlah keluhan pengusaha di BBK terkait dengan beberapa point aturan yang sudah ditetapkan sebelumnya belum terjawab seperti aturan tentang masterlist.
Kemudian efektifitas lembaga Dewan Kawasan juga dipertanyakan karena lembaga yang ada saat ini dinilai kurang ramping yang menimbulkan persoalan birokrasi seperti masih lamanya proses perijinan investasi khususnya di beberapa item perijinan. Kondisi itu diperparah lagi dengan rangkap jabatan antara Ketua Dewan Kawasan yang juga Gubernur Provinsi Kepri yang menyebabkan lambanya mobilitas dari keputusan yang dihasilkan.
Ketua Dewan Kawasan bahkan belum memiliki rencana yang jelas terkait dengan FTZ BBK seperti program strategis jangka pendek, menengah dan panjang serta target pelaksanaanya. Alhasil, Ketua Dewan Kawasan tidak memiliki acuan tentang apa yang akan dilakukan dengan FTZ BB, sehingga sulit menilai kinerjanya.
Selain itu, persoalan anggaran juga cukup memberatkan karena sebagian anggaran untuk pelaksanaan FTZ BBK masih mengandalkan dana dari APBD.
Menurut Mando, jika Pemerintah pusat memang serius ingin menjadikan BBK sebagai daerah yang berkontribusi besar terhadap pertumbuhan investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional, maka persoalan persoalan tersebut harus segera dipecahkan, khususnya dalam hal anggaran dan kepastian hukum terkait dengan revisi PPno 02 tahun 2009.
Dewan Kawasan juga sudah saatnya membuat rencana strategis yang terukur sebagai acuan atau pedoman untuk melaksanakan tugasnya. Untuk itu, sebagai langkah awal, pembangunan infrastruktur harus dikuatkan khususnya pengembangan pelabuhan kontainer di Batu Ampar Batam yang diharapkan bisa menampung lebih banyak lagi kontainer, sebab kapasitas yang ada saat ini sudah maksimal dan diperkirakan dalam dua hingga lima tahun kedepan tidak mampu lagi menampung kontainer. Kemudian infrastruktur di Bintan dan Karimun juga harus segera dibenahi.
Terkait dengan efektifitas kelembagaan FTZ BBK, Pemerintah dan DPR sudah saatnya meninjau kembali kelembagaan yang ada.
Anggota DPR RI, Harry Azhar Azis mengatakan, kelembagaan FTZ BBK harus direvisi karena tidak efektif. Kelembagaan yang ada saat ini dinilai terlalu gemuk sehingga harus dipangkas.
Menurutnya, Gubernur Provinsi Kepri tidak perlu lagi merangkap jabatan sebagai Ketua Dewan Kawasan, kemudian pemerintah juga bisa memberdayakan keberadaan lembaga Otorita Batam yang saat ini menjadi Badan Pengusahaan FTZ Batam sebagai penanggung jawab atau pemegang otoritas kawasan FTZ BBK sehingga pemerintah bisa menghembat anggaran karena tidak perlu membentuk lembaga dan mencari pegawai baru, sebab sumber daya manusia dan perangkat infrastruktur di Otorita Batam sudah cukup untuk melakukan tugas sebagai Dewan Kawasan. (gus).
TNI AL Gagalkan Penyelundupan 10.000 Ton Daging dari Malaysia
BATAM – Patroli keamanan laut (Satkamla) Lantamal IV menggagalkan penyelundupan 10 ribu ton daging sapi berbentuk sosis dari Malaysia yang diduga akan dijual ke pasar Batam. Seluruh Anak Buah Kapal (ABK) Termasuk Nahkoda dan barang bukti daging serta kapalnya saat ini diamankan di Lantamal IV Tanjung Pinang Provinsi Kepulauan Riau.
Komandan Satkamla Lantamal IV, Mayor Laut (p) Hariyo Poernomo mengatakan, pihaknya mengamankan kapal KM Abadi II berbendera Indonesia yang mengangkut daging dalam jumlah besar sekitar 10.000 ton, selain itu juga terdapat susu kemasan dan produk lainnya.
Penangkapan dilakukan pada pukul 14.00 WIB di perairan sekitar jembatan Barelang Batam pada hari Rabu (1/12).
“Ketika kami cek dokumen kapal ternyata tidak ada sedangkan dokumen manifest yang dimiliki berisikan daging segar bukan sosis,” katanya, Rabu (1/12).
Menurut Hariyo, penangkapan dilakukan karena nahkoda kapal tidak memiliki dokumen resmi untuk mengangkut daging asal Malaysia tersebut sehingga aksi nahkoda ditengarai sebagai tindakan penyelundupan yang melanggar hukum di Indonesia.
Dijelaskan, proses penangkapan tersebut berawal dari informasi jajaran intelijen Lantamal IV Tanjungpinang yang mendapat informasi dari masyarakat bahwa akan ada kapal yang hendak menyelundupkan daging ke Batam.
Berdasarkan informasi tersebut, patroli angkatan laut langsung mengerahkan dua patroli yang berada disekitar perairan Tanjungpiayu untuk melakukan pencegahan terhadap penyeludupan daging yang sudah diolah menjadi sosis tersebut. Ketika ditangkap kapal yang dikemudikan Husni tersebut tidak mengunakan lampu navigasi dengan alasan sedang rusak. Namun setelah dicek petugas kemananan laut ternyata tidak rusak. Petugas juga menemukan beberapa kemasan susu bubuk di kapal tersebut.
Seluruh ABK berjumlah empat orang termasuk nahkoda kapal dan barang bukti serta kapal selanjutnya diamankan di Lantamal IV Tanjungpinang untuk dilakukan pemeriksaan.
Sementara itu, Nahkoda kapal, Husni mengatakan, kapal yang dinahkodainya tersebut kepunyaan pengusaha asal Moro bernama Acin. Muatan kapal yang terdiri dari daging dan susu itu dibawa dari Malaysia untuk tujuan Moro namun singgah sebentar di Batam.
Husni mengaku sudah sering membawa muatan dengan menggunakan kapal tersebut, dan dalam satu bulan dia biasanya membawa dua kali muatan. Upah yang diterimanya sekitar 2,5 juta untuk satu kali angkutan. Perihal pemilik barang atau muatan, Husni tidak mengetahuinya karena tugasnya hanya mengantar muatan tersebut ke pelabuhan. (gus).
Komandan Satkamla Lantamal IV, Mayor Laut (p) Hariyo Poernomo mengatakan, pihaknya mengamankan kapal KM Abadi II berbendera Indonesia yang mengangkut daging dalam jumlah besar sekitar 10.000 ton, selain itu juga terdapat susu kemasan dan produk lainnya.
Penangkapan dilakukan pada pukul 14.00 WIB di perairan sekitar jembatan Barelang Batam pada hari Rabu (1/12).
“Ketika kami cek dokumen kapal ternyata tidak ada sedangkan dokumen manifest yang dimiliki berisikan daging segar bukan sosis,” katanya, Rabu (1/12).
Menurut Hariyo, penangkapan dilakukan karena nahkoda kapal tidak memiliki dokumen resmi untuk mengangkut daging asal Malaysia tersebut sehingga aksi nahkoda ditengarai sebagai tindakan penyelundupan yang melanggar hukum di Indonesia.
Dijelaskan, proses penangkapan tersebut berawal dari informasi jajaran intelijen Lantamal IV Tanjungpinang yang mendapat informasi dari masyarakat bahwa akan ada kapal yang hendak menyelundupkan daging ke Batam.
Berdasarkan informasi tersebut, patroli angkatan laut langsung mengerahkan dua patroli yang berada disekitar perairan Tanjungpiayu untuk melakukan pencegahan terhadap penyeludupan daging yang sudah diolah menjadi sosis tersebut. Ketika ditangkap kapal yang dikemudikan Husni tersebut tidak mengunakan lampu navigasi dengan alasan sedang rusak. Namun setelah dicek petugas kemananan laut ternyata tidak rusak. Petugas juga menemukan beberapa kemasan susu bubuk di kapal tersebut.
Seluruh ABK berjumlah empat orang termasuk nahkoda kapal dan barang bukti serta kapal selanjutnya diamankan di Lantamal IV Tanjungpinang untuk dilakukan pemeriksaan.
Sementara itu, Nahkoda kapal, Husni mengatakan, kapal yang dinahkodainya tersebut kepunyaan pengusaha asal Moro bernama Acin. Muatan kapal yang terdiri dari daging dan susu itu dibawa dari Malaysia untuk tujuan Moro namun singgah sebentar di Batam.
Husni mengaku sudah sering membawa muatan dengan menggunakan kapal tersebut, dan dalam satu bulan dia biasanya membawa dua kali muatan. Upah yang diterimanya sekitar 2,5 juta untuk satu kali angkutan. Perihal pemilik barang atau muatan, Husni tidak mengetahuinya karena tugasnya hanya mengantar muatan tersebut ke pelabuhan. (gus).
Menyoal Penambangan Granit di Karimun
Kabupaten Karimun di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) kaya dengan sumber daya alam berupa batu granit, yang kapasitas produksi terukurnya sekitar 60 juta ton, sayangnya potensi tersebut hanya bermanfaat bagi segelintir orang.
Lembaga swadaya masyarakat Forum Masyarakat Peduli Karimun (FMPK) mencatat eksploitasi granit di Pulau Karimun rata-rata mencapai 2,2 juta ton per tahun sejak 1974-2003, sama dengan rata-rata pengapalannya mencapai 2,2 juta ton. Dengan potensi cadangan yang hanya 60 juta ton, kandungan batu granit di Karimun diprediksi habis pada 2014.
Ketika kandungan granit sudah habis di Karimun, perusahaan hanya menyisakan limbah dan bekas lahan tambang yang justru menimbulkan persoalan lingkungan, pasalnya sejumlah perusahaan tambang seperti PT Karimun Granit sering kali melakukan pelanggaran dalam aktivitas pertambangannya, seperti menggali lokasi tambang lebih dalam yang tidak sesuai dengan peraturan dan kondisi itu sudah terjadi saat ini.
Banyak lahan bekas pertambangan granit di Karimun menjadi kolam-kolam raksasa dengan kedalaman mencapai 100 meter ke arah perut Bumi. Kondisi itu tidak hanya berbahaya bagi masyarakat sekitar tetapi juga bagi lingkungan sebab air kolam tidak bisa digunakan karena masih banyak mengandung unsur kimia dari sisa pertambangan granit.
Wakil Ketua DPRD Karimun, Rasno, mengatakan aktivitas pertambangan di Kabupaten Karimun patut dipertanyakan sebab banyak persoalan yang ditimbulkan, antara lain persoalan lingkungan, dimana masih banyak pertambangan granit berada di hutan lindung. Kemudian limbah industri pertambangan juga memberi dampak negative terhadap lingkungan. Selain itu, pertambangan yang banyak dikelola oleh perusahaan Singapura itu tidak berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi warga local.
Akibatnya, kekayaan alam berupa batu granit yang ada di Karimun hanya untuk memperkaya segelintir orang di dalam pemerintah dan lebih banyak memberi manfaat bagi investor asing, sedangkan masyarakat umum tetap miskin.
Hamdani salah seroang tokoh pemuda di Karimun mengatakan, banyak pemuda di Karimun saat ini yang tidak memiliki pekerjaan, padahal banyak perusahaan pertambangan di daerah tersebut. Perusahaan pertambangan di Karimun lebih banyak mengambil tenaga kerja dari luar Kabupaten Karimun sehingga keberadaan perusahaan tambang kurang memberi manfaat bagi masyarakat.
Sementara itu, dana CSR atau pengembangan masyarakat yang setiap tahun di kucurkan perusahaan hanya dinikmati oleh pejabat pemerintah, kalaupun ada program yang menyentuh rakyat, kata Rijal, anggarannya kecil dan tidak menyentuh pada persoalan yang sesungguhnya.
Rijal kuatir jika kondisi tersebut dibiarkan akan terjadi persoalan sosial yang bisa membuat masyarakat lokal marah. Oleh karena itu, pemerintah harus menyikapi hal terebut secara bijak dengan lebih mengedepankan program pemberdayaan masyarakat dan perusahaan juga diharapkan lebih terbuka untuk menerima pekerja dari masyarakat tempatan.
Bagi perusahaan yang telah merusak lingkungan dalam aktivitas pertambangannya, Rijal berharap pemerintah mengambil sikap tegas dengan mencabut ijin pertambangannya. Seperti yang dilakukan PT Saipen yang melakukan pertambangan secara serampangan sehingga sering terjadi kecelakaan. Perusahaan itu juga menggunakan bahan peledak dalam aktivitas pertambangan dan itu menyalahi ijin sehingga wajar jika ijinnya harus dicabut. (gus).
Lembaga swadaya masyarakat Forum Masyarakat Peduli Karimun (FMPK) mencatat eksploitasi granit di Pulau Karimun rata-rata mencapai 2,2 juta ton per tahun sejak 1974-2003, sama dengan rata-rata pengapalannya mencapai 2,2 juta ton. Dengan potensi cadangan yang hanya 60 juta ton, kandungan batu granit di Karimun diprediksi habis pada 2014.
Ketika kandungan granit sudah habis di Karimun, perusahaan hanya menyisakan limbah dan bekas lahan tambang yang justru menimbulkan persoalan lingkungan, pasalnya sejumlah perusahaan tambang seperti PT Karimun Granit sering kali melakukan pelanggaran dalam aktivitas pertambangannya, seperti menggali lokasi tambang lebih dalam yang tidak sesuai dengan peraturan dan kondisi itu sudah terjadi saat ini.
Banyak lahan bekas pertambangan granit di Karimun menjadi kolam-kolam raksasa dengan kedalaman mencapai 100 meter ke arah perut Bumi. Kondisi itu tidak hanya berbahaya bagi masyarakat sekitar tetapi juga bagi lingkungan sebab air kolam tidak bisa digunakan karena masih banyak mengandung unsur kimia dari sisa pertambangan granit.
Wakil Ketua DPRD Karimun, Rasno, mengatakan aktivitas pertambangan di Kabupaten Karimun patut dipertanyakan sebab banyak persoalan yang ditimbulkan, antara lain persoalan lingkungan, dimana masih banyak pertambangan granit berada di hutan lindung. Kemudian limbah industri pertambangan juga memberi dampak negative terhadap lingkungan. Selain itu, pertambangan yang banyak dikelola oleh perusahaan Singapura itu tidak berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi warga local.
Akibatnya, kekayaan alam berupa batu granit yang ada di Karimun hanya untuk memperkaya segelintir orang di dalam pemerintah dan lebih banyak memberi manfaat bagi investor asing, sedangkan masyarakat umum tetap miskin.
Hamdani salah seroang tokoh pemuda di Karimun mengatakan, banyak pemuda di Karimun saat ini yang tidak memiliki pekerjaan, padahal banyak perusahaan pertambangan di daerah tersebut. Perusahaan pertambangan di Karimun lebih banyak mengambil tenaga kerja dari luar Kabupaten Karimun sehingga keberadaan perusahaan tambang kurang memberi manfaat bagi masyarakat.
Sementara itu, dana CSR atau pengembangan masyarakat yang setiap tahun di kucurkan perusahaan hanya dinikmati oleh pejabat pemerintah, kalaupun ada program yang menyentuh rakyat, kata Rijal, anggarannya kecil dan tidak menyentuh pada persoalan yang sesungguhnya.
Rijal kuatir jika kondisi tersebut dibiarkan akan terjadi persoalan sosial yang bisa membuat masyarakat lokal marah. Oleh karena itu, pemerintah harus menyikapi hal terebut secara bijak dengan lebih mengedepankan program pemberdayaan masyarakat dan perusahaan juga diharapkan lebih terbuka untuk menerima pekerja dari masyarakat tempatan.
Bagi perusahaan yang telah merusak lingkungan dalam aktivitas pertambangannya, Rijal berharap pemerintah mengambil sikap tegas dengan mencabut ijin pertambangannya. Seperti yang dilakukan PT Saipen yang melakukan pertambangan secara serampangan sehingga sering terjadi kecelakaan. Perusahaan itu juga menggunakan bahan peledak dalam aktivitas pertambangan dan itu menyalahi ijin sehingga wajar jika ijinnya harus dicabut. (gus).
Siapa Menikmati Kekayaan Alam Natuna
Masyarakat di Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) kesulitan mendapat bahan bakar jenis premium maupun solar selama Nopember 2010, padahal daerah itu merupakan penghasil Minyak dan Gas terbesar di Indonesia.
Suatu kejadian terbilang langka terjadi di Kabupaten Natuna yang kaya dengan sumber daya alam Minyak dan gas yakni peristiwa langkanya bahan bakar minyak seperti premium dan solar. Untuk mendapatkan bahan bakar tersebut, masyarakat harus antri hingga berjam jam, bahkan ada masyarakat yang tidak mendapatkannya meskipun sudah antri. karena minyak yang disediakan habis dalam waktu beberapa jam saja.
Seperti yang dialami Danny (22), warga kampung Air Kolek Ranai, Kabupaten Natuna Provinsi Kepri. Danny kecewa karena tidak mendapatkan premium, meskipun sudah antri sejak pukul 08.00 pagi di tempat pengisian bahan bakar atau SPBU milik PT Pertamina di jalan Datuk Kayak Wan Muhammad Benteng Ranai.
Begitupun dengan Indra yang bahkan sudah antri untuk membeli premium sejak pukul 06.00 pagi, namun harus kecewa karena tidak mendapatkannya. Sementara, petugas SPBU hanya melayani pembelian selama tiga jam pada hari Minggu (21/11) itu, sebab premium sudah habis terjual.
Kesulitan warga Natuna mendapatkan bahan bakar jenis premium, pertamax maupun solar sudah terjadi sejak awal Nopember dan kondisinya makin parah sejak satu hari paska perayaan Idul Adha (17/11) hingga akhir Nopember 2010.
Menurut Indra, kejadian langkanya BBM sudah beberapa kali terjadi di Natuna, akibatnya warga mengeluh karena mobilitas dan aktivitas perekonomiannya terganggu.
Kepala Depot Pertamina Wilayah Selat Lampa Natuna, Muhamadi mengatakan langkanya BBM di Natuna disebabkan berkurangnya stok karena pasokan terhambat. Penyebabnya, pengalihan rute kapal tangker yang biasa memasok BBM ke Natuna. Rute kapal tangker yang awalnya dari Pontianak ke Natuna diganti menjadi Tanjung Gerem ke Natuna, alhasil proses peralihan rute itu membutuhkan waktu sehingga pasokan menjadi terhambat.
Muhamadi berjanji kelangkaan BBM di Natuna akan segera berakhir, sebab tangki yang membawa premium dan solar dari Depot Pertamina di Selat Lampa sudah diberangkatkan ke Ranai Natuna.
Meski Pertamina sudah menjanjikan akan menyelesaikan kelangkaan BBM di Natuna pekan ini, namun masyarakat sudah terlanjur kecewa karena mobilitas mereka terhambat disebabkan kendaraan mereka tidak dapat berjalan akibat tak ada bahan baker.
Masyarakat Natuna seolah tidak percaya begitupun dengan masyarakat diluar Natuna seolah tak percaya BBM langka di daerah itu, sebab Natuna merupakan daerah penghasil Minyak dan Gas terbesar di Indonesia.
Salah satu blok Migas yakni Blok Natuna D-Alpha saja berdasarkan kajian pemerintah menyimpan sekitar 500 juta barel minyak dan gas, dengan total potensi gas-nya ditaksir 222 triliun kaki kubik, dan ini merupakan cadangan terbesar di dunia yang tidak akan habis dieksplorasi selama 30 tahun ke depan.
Oleh karenanya, sulit diterima akal sehat jika BBM langka di Natuna, karena dengan kandungan minyak dan gas yang berlimpah itu, mestinya tidak hanya bisa memenuhi kebutuhan warga Natuna yang tidak lebih dari 100 ribu jiwa, tetapi juga bisa mencukupi lebih separuh masyarakat Indonesia.
Pertamina berdalih, langkanya BBM disebabkan persoalan distribusi, namun mestinya hal itu sudah bisa diantisipasi sejak awal dengan menyediakan infrastruktur yang handal di Natuna.
Itu cukup beralasan, karena Natuna memiliki anggaran pembangunan yang cukup besar, karena selain dari APBD, Natuna juga mendapat Dana Bagi Hasil yang cukup besar dari pemerintah pusat.
Sementara itu, nilai ekonomi dari Minyak dan Gas di Natuna mencapai triliunan rupiah itu bisa dilihat dari kandungan yang terdata. Potensi gas yang recoverable atau yang bisa diperkirakan di Natuna sebesar 46 tcf (triliun cubic feet) setara dengan 8,383 miliar barel minyak, jika diasumsikan harga rata-rata minyak 75 dollar AS per barel selama periode eksploitasi maka nilai potensi ekonomi gas Natuna 628,725 miliar dollar AS, setara dengan 6.287,25 triliun rupiah dengan kurs 10.000 rupiah per dollar AS dan itu lebih tinggi dibanding APBN 2010 yang hanya 1.047,7 triliun rupiah.
Pemerintah juga bisa mulai memikirkan untuk membangun instalasi pengolahan minyak dan gas dari bahan mentah ke bahan jadi dan siap pakai di Natuna, tidak yang terjadi selama ini, dimana Minyak dan gas dari Natuna di kirim ke Singapura dengan harga rendah lalu di olah menjadi produk BBM siap pakai kemudian Singapura mengekspornya kembali ke Indonesia dengan harga tinggi.
Kepala Dinas Pertambangan Provinsi Kepri, Yerry Suparna mengatakan, Kabupaten Natuna memang merupakan daerah penghasil Minyak dan Gas terbesar di Indonesia, oleh karenanya tidak ada alas an yang cukup kuat untuk membenarkan langkanya premium dan solar di daerah itu. Oleh karenanya, pemerintah daerah bekerjasama dengan Pertamina segera mengatasi kelangkaan BBM di Natuna.
Menurut Yerry, meskipun Natuna kaya dengan Minyak dan Gas, namun pengelolaanya tidak bisa dilakukan oleh daerah, karena kebijakan untuk mengelola dan memasarkan sumber daya alam tersebut langsung dilakukan pemerintah pusat melalui instansi terkait.
Oleh karena itu, kelangkaan minyak yang terjadi pada warga Natuna juga bisa dialami oleh pengusaha yang saat ini membutuhkan gas untuk kegiatan industrinya, sementara gas yang dihasilkan dari Natuna lebih banyak dijual ke luar negeri.
Ketua Apindo Batam, OK Simatupang mengatakan, pemerintah mestinya lebih mementingkan pasokan Migas untuk kebutuhan di dalam negeri bukan untuk kebutuhan ekspor, meskipun harga jual ekspor relatif lebih tinggi dibanding penjualan di dalam negeri.
Oleh karena itu, pemerintah harus punya sikap yang tegas terhadap pengelola Migas di dalam negeri agar produksinya bisa dijual di dalam negeri. Misalnya saja untuk produksi Migas di Natuna Provinsi Kepri yang sebagian besar produksinya untuk ekspor ke Singapura dan Malaysia , padahal pengusaha di Natuna dan sekitarnya seperti di Batam sangat membutuhkan pasokan gas.
Misalnya PLN Batam yang sebagian besar mesin pembangkitnya dari gas sehingga perusahaan itu membutuhkan gas dalam jumlah besar dan kepastian pasokan. Namun yang terjadi saat ini, PLN sering mengeluh kekurangan gas karena minimnya pasokan gas dari PGN, akibatnya kualitas listrik di Batam berkurang karena listrik sering padam. (gus).
Suatu kejadian terbilang langka terjadi di Kabupaten Natuna yang kaya dengan sumber daya alam Minyak dan gas yakni peristiwa langkanya bahan bakar minyak seperti premium dan solar. Untuk mendapatkan bahan bakar tersebut, masyarakat harus antri hingga berjam jam, bahkan ada masyarakat yang tidak mendapatkannya meskipun sudah antri. karena minyak yang disediakan habis dalam waktu beberapa jam saja.
Seperti yang dialami Danny (22), warga kampung Air Kolek Ranai, Kabupaten Natuna Provinsi Kepri. Danny kecewa karena tidak mendapatkan premium, meskipun sudah antri sejak pukul 08.00 pagi di tempat pengisian bahan bakar atau SPBU milik PT Pertamina di jalan Datuk Kayak Wan Muhammad Benteng Ranai.
Begitupun dengan Indra yang bahkan sudah antri untuk membeli premium sejak pukul 06.00 pagi, namun harus kecewa karena tidak mendapatkannya. Sementara, petugas SPBU hanya melayani pembelian selama tiga jam pada hari Minggu (21/11) itu, sebab premium sudah habis terjual.
Kesulitan warga Natuna mendapatkan bahan bakar jenis premium, pertamax maupun solar sudah terjadi sejak awal Nopember dan kondisinya makin parah sejak satu hari paska perayaan Idul Adha (17/11) hingga akhir Nopember 2010.
Menurut Indra, kejadian langkanya BBM sudah beberapa kali terjadi di Natuna, akibatnya warga mengeluh karena mobilitas dan aktivitas perekonomiannya terganggu.
Kepala Depot Pertamina Wilayah Selat Lampa Natuna, Muhamadi mengatakan langkanya BBM di Natuna disebabkan berkurangnya stok karena pasokan terhambat. Penyebabnya, pengalihan rute kapal tangker yang biasa memasok BBM ke Natuna. Rute kapal tangker yang awalnya dari Pontianak ke Natuna diganti menjadi Tanjung Gerem ke Natuna, alhasil proses peralihan rute itu membutuhkan waktu sehingga pasokan menjadi terhambat.
Muhamadi berjanji kelangkaan BBM di Natuna akan segera berakhir, sebab tangki yang membawa premium dan solar dari Depot Pertamina di Selat Lampa sudah diberangkatkan ke Ranai Natuna.
Meski Pertamina sudah menjanjikan akan menyelesaikan kelangkaan BBM di Natuna pekan ini, namun masyarakat sudah terlanjur kecewa karena mobilitas mereka terhambat disebabkan kendaraan mereka tidak dapat berjalan akibat tak ada bahan baker.
Masyarakat Natuna seolah tidak percaya begitupun dengan masyarakat diluar Natuna seolah tak percaya BBM langka di daerah itu, sebab Natuna merupakan daerah penghasil Minyak dan Gas terbesar di Indonesia.
Salah satu blok Migas yakni Blok Natuna D-Alpha saja berdasarkan kajian pemerintah menyimpan sekitar 500 juta barel minyak dan gas, dengan total potensi gas-nya ditaksir 222 triliun kaki kubik, dan ini merupakan cadangan terbesar di dunia yang tidak akan habis dieksplorasi selama 30 tahun ke depan.
Oleh karenanya, sulit diterima akal sehat jika BBM langka di Natuna, karena dengan kandungan minyak dan gas yang berlimpah itu, mestinya tidak hanya bisa memenuhi kebutuhan warga Natuna yang tidak lebih dari 100 ribu jiwa, tetapi juga bisa mencukupi lebih separuh masyarakat Indonesia.
Pertamina berdalih, langkanya BBM disebabkan persoalan distribusi, namun mestinya hal itu sudah bisa diantisipasi sejak awal dengan menyediakan infrastruktur yang handal di Natuna.
Itu cukup beralasan, karena Natuna memiliki anggaran pembangunan yang cukup besar, karena selain dari APBD, Natuna juga mendapat Dana Bagi Hasil yang cukup besar dari pemerintah pusat.
Sementara itu, nilai ekonomi dari Minyak dan Gas di Natuna mencapai triliunan rupiah itu bisa dilihat dari kandungan yang terdata. Potensi gas yang recoverable atau yang bisa diperkirakan di Natuna sebesar 46 tcf (triliun cubic feet) setara dengan 8,383 miliar barel minyak, jika diasumsikan harga rata-rata minyak 75 dollar AS per barel selama periode eksploitasi maka nilai potensi ekonomi gas Natuna 628,725 miliar dollar AS, setara dengan 6.287,25 triliun rupiah dengan kurs 10.000 rupiah per dollar AS dan itu lebih tinggi dibanding APBN 2010 yang hanya 1.047,7 triliun rupiah.
Pemerintah juga bisa mulai memikirkan untuk membangun instalasi pengolahan minyak dan gas dari bahan mentah ke bahan jadi dan siap pakai di Natuna, tidak yang terjadi selama ini, dimana Minyak dan gas dari Natuna di kirim ke Singapura dengan harga rendah lalu di olah menjadi produk BBM siap pakai kemudian Singapura mengekspornya kembali ke Indonesia dengan harga tinggi.
Kepala Dinas Pertambangan Provinsi Kepri, Yerry Suparna mengatakan, Kabupaten Natuna memang merupakan daerah penghasil Minyak dan Gas terbesar di Indonesia, oleh karenanya tidak ada alas an yang cukup kuat untuk membenarkan langkanya premium dan solar di daerah itu. Oleh karenanya, pemerintah daerah bekerjasama dengan Pertamina segera mengatasi kelangkaan BBM di Natuna.
Menurut Yerry, meskipun Natuna kaya dengan Minyak dan Gas, namun pengelolaanya tidak bisa dilakukan oleh daerah, karena kebijakan untuk mengelola dan memasarkan sumber daya alam tersebut langsung dilakukan pemerintah pusat melalui instansi terkait.
Oleh karena itu, kelangkaan minyak yang terjadi pada warga Natuna juga bisa dialami oleh pengusaha yang saat ini membutuhkan gas untuk kegiatan industrinya, sementara gas yang dihasilkan dari Natuna lebih banyak dijual ke luar negeri.
Ketua Apindo Batam, OK Simatupang mengatakan, pemerintah mestinya lebih mementingkan pasokan Migas untuk kebutuhan di dalam negeri bukan untuk kebutuhan ekspor, meskipun harga jual ekspor relatif lebih tinggi dibanding penjualan di dalam negeri.
Oleh karena itu, pemerintah harus punya sikap yang tegas terhadap pengelola Migas di dalam negeri agar produksinya bisa dijual di dalam negeri. Misalnya saja untuk produksi Migas di Natuna Provinsi Kepri yang sebagian besar produksinya untuk ekspor ke Singapura dan Malaysia , padahal pengusaha di Natuna dan sekitarnya seperti di Batam sangat membutuhkan pasokan gas.
Misalnya PLN Batam yang sebagian besar mesin pembangkitnya dari gas sehingga perusahaan itu membutuhkan gas dalam jumlah besar dan kepastian pasokan. Namun yang terjadi saat ini, PLN sering mengeluh kekurangan gas karena minimnya pasokan gas dari PGN, akibatnya kualitas listrik di Batam berkurang karena listrik sering padam. (gus).
Aids di Batam Tewaskan 248 Orang
BATAM – Jumlah penderita HIV/Aids di Batam mencapai 1.967 orang saat ini, terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Bali, sementara pasien yang sudah meninggal lebih dari 248 orang sebagian besar pria yang sering melakukan hubungan seks tidak sehat.
Koordinator Konsuler Khusus HIV/AIDS RSBK (Rumah Sakit Budi Kemuliaan), Francisca Tanzil mengatakan, Kota Batam termasuk daerah rawan penyebaran virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang menyebabkan penurunan kekebalan tubuh pada manusia atau Aids (Acquired. Immune Deficiency Syndrome) yakni sindrom menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV.
“Penyebaran virus HIV harus dicegah karena sudah mengkuatirkan dan menewaskan banyak warga, untuk itu pemerintah perlu meningkatkan sosialisasi ke masyarakat khususnya pada kelompok rentan,” katanya, Rabu (1/12).
Itu dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, tingginya jumlah pekerja seks komersial (PSK) yang dipicu maraknya keberadaan BAR, PUB, Diskotik dan tempat tempat SPA atau Massage yang juga menawarkan jasa PSK. Ditambah lagi banyaknya PSK yang berkeliaran di hampir setiap sudut kota Batam.
Selain itu, pengetahuan masyarakat Batam tentang seks sehat juga sangat minim, padahal kecenerungan untuk berhubungan seks singkat cukup tinggi.
Kondisi tersebut menyebabkan penyebaran virus HIV di Batam mengalami peningkatan setiap tahunnya, dan hingga September 2010 jumlahnya mencapai 1.967 orang yang terdata. Jumlah itu diperkirakan lebih besar lagi karena banyak pasien HIV/Aids yang tidak melaporkan penyakitnya ke rumah sakit.
Menurut Fransisca, maraknya penyebaran virus HIV di Batam telah mengakibatkan banyak warga yang tewas karena kekebalan tubuhnya menurun secara drastis, ditambah lagi pasien penderita HIV malas untuk mengobati penyakitnya sehingga ketika dirawat di Rumah Sakit sudah tidak bisa lagi tertolong.
Setiap tahun, kata dia jumlah penderita HIV yang meninggal mengalami peningkatan, pada tahun 2005 korban HIV yang tewas hanya 17 orang, lalu pada tahun 2006 naik menjadi 34 orang, tahun 2007 menjadi 35 orang, tahun 2008 sebanyak 35 orang dan tahun 2009 sebanyak 58 orang.
Sementara itu, hingga September tahun 2010 ini, korban yang sudah meninggal akibat virus HIV mencapai 28 orang, sehingga selama enam tahun terakhir korban Aids yang tewas mencapai 248 orang.
Dijelaskan, penyebaran virus HIV di Batam sebagian besar atau 70 persen disebabkan hubungan seks berganti pasangan (heteroseks) yang banyak dilakukan kaum pria, lalu sekitar 11 persen melalui jarum suntik, serta 10 persen akibat hubungan seks sejenis atau homoseks dan lesbian.
Wilayah yang paling banyak penyebarannya adalah daerah Lubuk Baja sebesar 33 persen dari total penderita HIV di Batam, kemudian Batuampar 30 persen, Batuaji 30 persen, Nongsa 24 persen dan Batam Kota 24 persen.
Sementara itu, data dari Departemen Kesehatan menyebutkan jumlah penderita HIV sejak 1980 hingga saat ini yang terdata sekitar 18.442 orang sebagian besar diderita oleh kaum pria atau tiga berbanding satu dibanding wanita. Sementara itu, pada tahun 2010 ini saja yang terdata sekitar 130 ribu orang hingga Agustus 2010.
Ronald Jonathan dari National Trainer Care, Support and Treatment HIV/AIDS mengatakan, saat ini terjadi pergeseran pola penyebaran virus HIV dari jarum suntik ke hubungan seks. Kemudian kelompok gay, waria dan transgender kontribusinya juga terus meningkat terhadap penyebaran virus HIV.
Untuk mengurangi penyebaran virus HIV, pemerintah harus meningkatkan sosialisasi tentang HIV/Aids, bahkan jika perlu dimasukan dalam kurikulum pendidikan. (gus).
Koordinator Konsuler Khusus HIV/AIDS RSBK (Rumah Sakit Budi Kemuliaan), Francisca Tanzil mengatakan, Kota Batam termasuk daerah rawan penyebaran virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang menyebabkan penurunan kekebalan tubuh pada manusia atau Aids (Acquired. Immune Deficiency Syndrome) yakni sindrom menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV.
“Penyebaran virus HIV harus dicegah karena sudah mengkuatirkan dan menewaskan banyak warga, untuk itu pemerintah perlu meningkatkan sosialisasi ke masyarakat khususnya pada kelompok rentan,” katanya, Rabu (1/12).
Itu dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, tingginya jumlah pekerja seks komersial (PSK) yang dipicu maraknya keberadaan BAR, PUB, Diskotik dan tempat tempat SPA atau Massage yang juga menawarkan jasa PSK. Ditambah lagi banyaknya PSK yang berkeliaran di hampir setiap sudut kota Batam.
Selain itu, pengetahuan masyarakat Batam tentang seks sehat juga sangat minim, padahal kecenerungan untuk berhubungan seks singkat cukup tinggi.
Kondisi tersebut menyebabkan penyebaran virus HIV di Batam mengalami peningkatan setiap tahunnya, dan hingga September 2010 jumlahnya mencapai 1.967 orang yang terdata. Jumlah itu diperkirakan lebih besar lagi karena banyak pasien HIV/Aids yang tidak melaporkan penyakitnya ke rumah sakit.
Menurut Fransisca, maraknya penyebaran virus HIV di Batam telah mengakibatkan banyak warga yang tewas karena kekebalan tubuhnya menurun secara drastis, ditambah lagi pasien penderita HIV malas untuk mengobati penyakitnya sehingga ketika dirawat di Rumah Sakit sudah tidak bisa lagi tertolong.
Setiap tahun, kata dia jumlah penderita HIV yang meninggal mengalami peningkatan, pada tahun 2005 korban HIV yang tewas hanya 17 orang, lalu pada tahun 2006 naik menjadi 34 orang, tahun 2007 menjadi 35 orang, tahun 2008 sebanyak 35 orang dan tahun 2009 sebanyak 58 orang.
Sementara itu, hingga September tahun 2010 ini, korban yang sudah meninggal akibat virus HIV mencapai 28 orang, sehingga selama enam tahun terakhir korban Aids yang tewas mencapai 248 orang.
Dijelaskan, penyebaran virus HIV di Batam sebagian besar atau 70 persen disebabkan hubungan seks berganti pasangan (heteroseks) yang banyak dilakukan kaum pria, lalu sekitar 11 persen melalui jarum suntik, serta 10 persen akibat hubungan seks sejenis atau homoseks dan lesbian.
Wilayah yang paling banyak penyebarannya adalah daerah Lubuk Baja sebesar 33 persen dari total penderita HIV di Batam, kemudian Batuampar 30 persen, Batuaji 30 persen, Nongsa 24 persen dan Batam Kota 24 persen.
Sementara itu, data dari Departemen Kesehatan menyebutkan jumlah penderita HIV sejak 1980 hingga saat ini yang terdata sekitar 18.442 orang sebagian besar diderita oleh kaum pria atau tiga berbanding satu dibanding wanita. Sementara itu, pada tahun 2010 ini saja yang terdata sekitar 130 ribu orang hingga Agustus 2010.
Ronald Jonathan dari National Trainer Care, Support and Treatment HIV/AIDS mengatakan, saat ini terjadi pergeseran pola penyebaran virus HIV dari jarum suntik ke hubungan seks. Kemudian kelompok gay, waria dan transgender kontribusinya juga terus meningkat terhadap penyebaran virus HIV.
Untuk mengurangi penyebaran virus HIV, pemerintah harus meningkatkan sosialisasi tentang HIV/Aids, bahkan jika perlu dimasukan dalam kurikulum pendidikan. (gus).
BNPP Perlu Segera dibentuk di Natuna
NATUNA – Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) tingkat daerah perlu segera dibentuk di Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) yang berbatasan langsung dengan sejumlah negara seperti Malaysia, Singapura dan Vietnam guna mengejar ketertinggalan pembangunan ekonomi di daerah tersebut.
Ketua Komisi I DPRD Natuna, Welmi mengatakan, Pemerintah Kabupaten Natuna diharapkan sudah membentuk BNPP pada tahun 2011 untuk mempercepat pembangunan ekonomi daerah itu.
Pasalnya, sebagai daerah perbatasan yang langsung berhadapan dengan sejumlah negara, Natuna memiliki potensi untuk memisahkan diri dari NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) jika perekonomiannya jauh tertinggal dari negara tetangga. Kondisi itu juga bisa memicu perpindahan penduduk dalam jumlah besar jika di Natuna tidak tersedia lapangan pekerjaan.
"BNPP memiliki anggaran dari pemerintah pusat dengan alokasi dana tunjangan perbatasan, untuk itu Pemerintah Kabupaten Natuna perlu segera membentuk lembaga tersebut agar bisa memacu pertumbuhan ekonominya,” kata dia, Selasa (30/11).
Ditambahkan, jika BNPP sudah terbentuk maka Natuna akan mendapat perhatian khusus dari pemerintah pusat dalam hal pembangunan ekonominya. Pasalnya, akan ada tambahan dana di luar APBD yang dialokasikan pemerintah pusat.
Saat ini pembangunan ekonomi di Natuna kurang berkembang karena daerah itu memiliki sejumlah keterbatasan antara lain, keterbatasan sumber daya manusia, pendidikan dan infrastruktur.
Sementara itu, pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri telah melantik pengurus
Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) pada September 2010 lalu. Sekretaris BNPP yang dilantik adalah Sutrisno yang sebelumnya menjabat Pelaksana Tugas (plt) Dirjen Pemerintahan Umum.
Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi mengatakan, pelantikan pengurus BNPP merupakan wujud keseriusan pemerintah untuk mengelola daerah perbatasan, karena setelah dilantik dewan pengurus akan mulai bekerja.
“Persoalan perbatasan nantinya akan dikelola secara terpadu dan komprehensif, oleh karena itu pejabat BNPP segera melakukan konsolidasi dan menyusun program kegiatan dan rencana aksi. Termasuk penyiapan sarana dan prasarana pendukung serta penyiapan personel, sehingga organisasi segera beroperasi dengan optimal," katanya di sela acara Rakernas Kependudukan dan Catatan Sipil di Batam, Senin (29/11).(gus).
Ketua Komisi I DPRD Natuna, Welmi mengatakan, Pemerintah Kabupaten Natuna diharapkan sudah membentuk BNPP pada tahun 2011 untuk mempercepat pembangunan ekonomi daerah itu.
Pasalnya, sebagai daerah perbatasan yang langsung berhadapan dengan sejumlah negara, Natuna memiliki potensi untuk memisahkan diri dari NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) jika perekonomiannya jauh tertinggal dari negara tetangga. Kondisi itu juga bisa memicu perpindahan penduduk dalam jumlah besar jika di Natuna tidak tersedia lapangan pekerjaan.
"BNPP memiliki anggaran dari pemerintah pusat dengan alokasi dana tunjangan perbatasan, untuk itu Pemerintah Kabupaten Natuna perlu segera membentuk lembaga tersebut agar bisa memacu pertumbuhan ekonominya,” kata dia, Selasa (30/11).
Ditambahkan, jika BNPP sudah terbentuk maka Natuna akan mendapat perhatian khusus dari pemerintah pusat dalam hal pembangunan ekonominya. Pasalnya, akan ada tambahan dana di luar APBD yang dialokasikan pemerintah pusat.
Saat ini pembangunan ekonomi di Natuna kurang berkembang karena daerah itu memiliki sejumlah keterbatasan antara lain, keterbatasan sumber daya manusia, pendidikan dan infrastruktur.
Sementara itu, pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri telah melantik pengurus
Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) pada September 2010 lalu. Sekretaris BNPP yang dilantik adalah Sutrisno yang sebelumnya menjabat Pelaksana Tugas (plt) Dirjen Pemerintahan Umum.
Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi mengatakan, pelantikan pengurus BNPP merupakan wujud keseriusan pemerintah untuk mengelola daerah perbatasan, karena setelah dilantik dewan pengurus akan mulai bekerja.
“Persoalan perbatasan nantinya akan dikelola secara terpadu dan komprehensif, oleh karena itu pejabat BNPP segera melakukan konsolidasi dan menyusun program kegiatan dan rencana aksi. Termasuk penyiapan sarana dan prasarana pendukung serta penyiapan personel, sehingga organisasi segera beroperasi dengan optimal," katanya di sela acara Rakernas Kependudukan dan Catatan Sipil di Batam, Senin (29/11).(gus).
Langganan:
Postingan (Atom)