Penangkapan tujuh nelayan Malaysia yang mencuri ikan di perairan Provinsi Kepri pada 13 Agustus 2010 yang berbuntut ditangkapnya tiga petugas Dinas Kelautan dan Perikanan Kepri oleh Polisi Malaysia bukanlah insiden yang pertama. Kasus pencurian ikan tersebut sudah terjadi sejak jaman dahulu hingga saat ini. Ironisnya pemerintah belum juga membenahi regulasi tentang batas laut dengan negara lain, selain itu sistem penjagaan laut di wilayah perbatasan juga masih kedodoran.
Meski negara serumpun, hubungan Indonesia dan Malaysia sering naik dan turun yang disebabkan beberapa permasalahan seperti masalah tenaga kerja, pembajakan karya cipta, pencurian ikan dan lainnya.
Insiden terakhir adalah penangkapan tujuh nelayan Malaysia yang tertangkap mencuri ikan di perairan Kepri yang berbuntut ditangkapnya tiga petugas DKP oleh polisi Malaysia yang hingga berita ini diturunkan masih dalam proses penyelesaian.
Kejadian itu bermula dari pengawas perikanan Kabupaten Tanjung Balai Karimun Kepri yang mendapat laporan dari masyarakat bahwa ada kapal ikan berbendera Malaysia yang melakukan aktivitas pencarian ikan di sekitar perairan Berakit Kepri. Laporan diterima pada hari Jumat (13/8) sekitar pukul 10.30 wib.
Kepala Seksi Pembinaan Penegakan Hukum (Kasi Bin Gakkum) Polda Kepri, AKP Ade Kuncoro mengatakan, setelah menerima laporan masyarakat tersebut, tiga orang petugas DKP Tanjung balai Karimun yakni Hermanto, Ridwan dan Rudi dengan menggunakan kapal DOLPHIN 015 bergerak menuju Batam dan pada pukul 19.00 WIB, baru mereka bergerak menuju perairan Berakit.
"Sekitar setengah jam kemudian, Kapal Dolphin 015 memergoki lima unit kapal ikan asing berbendera malaysia sedang menangkap ikan," kata Ade.
Petugas kemudian melakukan menangkap tujuh nelayan asal Malaysia tersebut dan membawanya ke Batam untuk diperiksa. Selanjutnya, tiga petugas DKP yakni Asriadi, Seivo dan Erwan melakukan pengawalan, namun pada pukul 21.00 WIB tiba-tiba mereka dihentikan oleh kapal Patroli Marine Police Malaysia.
Tiga Anggota DKP yang ada di kapal Dolphin diperintahkan untuk pindah ke kapal Malaysia, namun ditolak oleh aparat Indonesia yang ditanggapi polisi Malaysia dengan tembakan peringatan.
Salah seorang petugas DKP, Hermanto kemudian menghubungi Komandan Kapal Marine Police Malaysia melalui telepon Asriadi (pengawas perikanan Batam). Pada saat itu, pihak Malaysia meminta agar nelayan yang ditangkap dapat ditukar dengan petugas DKP. Namun tawaran itu tidak disetujui sehingga pada Sabtu (14/8) sekitar pukul 02.00 WIB, Kapal Dolphin melapor ke Dit Pol Air Polda Kepri untuk melaporkan kejadiannya.
Kejadian itu hingga saat ini masih dalam proses penyelesaian sementara pihak Malaysia telah menjadikan tiga petugs DKP Kepri sebagai tersangka. Kementerian luar negeri RI bahkan sudah melakukan komuniasi dengan Malaysia namun belum ada respon.
Juru bicara Kemenlu Teuku Faizasyah mengatakan, saat ini pihaknya mengupayakan akses ke konsuleran bagi tiga petugas itu dalam waktu dekat sehingga belum dilakukan nota protes ke pemerintah Malaysia.
Penangkapan tiga petugas DKP disebabkan aparat tersebut tidak dipersenjatai sehingga terpaksa menyerah ke polisi Malaysia yang diperlengkapi dengan senjata. Kementrian Luar Negeri juga tidak mau terburu-buru mengambil sikap karena harus diperoleh data konkrit yang terjadi di lapangan, misalnya tentang koordinat lokasi penangkapan.
Sebab, kata Faizasyah, sampai sejauh ini belum ada kejelasan soal batas wilayah perairan antara Indonesia dengan Malaysia di sekitar Batam dan Bintan. Karenanya, lanjutnya, Kemenlu ingin mengetahui secara persis apakah lokasi kejadian itu masuk wilayah Indonesia atau Malaysia.
Alasan yang dikemukan Kemenlu bisa saja diterima tapi terdengar aneh karena kejadian serupa yakni pencurian ikan oleh nelayan asing sudah sering terjadi. Akibat aktivitas pencurian tersebut negara dirugikan sekitar 30 triliun rupiah setiap tahunnya.
Kapolda Kepri Pudji Hartanto mengatakan, pencurian ikan oleh nelayan asing di perairan Kepri setiap harinya terjadi sekitar 10 kasus dan jumlah itu mungkin bisa lebih banyak mengingat luasnya wilayah perairan Kepri dan minimnya petugas yang menjaga.
Oleh karenanya, alasan Kemenlu soal belum adanya batas wilayan perairan RI dengan Malaysia yang memicu maraknya pencurian ikan mestinya sudah bisa diantisipasi sejak lama dengan membuat kesepakatannya.
Jika tidak, maka potensi perikanan yang ada di Perairan Kepri hanya akan dinikmati
oleh nelayan asing yang bebas mencuri menggunakan kapal dan teknologi canggih, sehingga nelayan Indonesia yang mencari ikan dengan sampan dan perahu kecil hanya mendapat sisa sisanya saja.
Selain itu, pemerintah juga agaknya perlu mereformasi tentang sistem penjagaan laut di wilayah perbatasan, karena selama ini petugas yang berjaga tidak dilengkapi dengan teknologi canggih sehingga kalah cepat dengan nelayan yang sudah dilengkapi dengan teknologi tersebut. Kondisi itu diperparah lagi dengan minimnya fasilitas yang dimiliki aparat, padahal mereka harus menjaga laut yang sangat luas.
Komandan Korem 033 Wira Pratama, Kolonel Zainal Arifin mengatakan, Provinsi Kepulauan Riau memiliki pulau ratusan, dan sebagian pulau tersebut berbatasan langsung dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Vietnam dan Thailand. Oleh karenanya, dibutuhkan pengawasan maksimal untuk menghindari tindakan kriminalitas, penyelundupan, aksi teroris dan klaim sepihak dari negara tetangga atas pulau tersebut.
Sayangnya, kata Zainal, TNI tidak dapat melakukan pengawasan secara maksimal disebabkan terbatasnya alat angkut air atau kapal serta personil. (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar