BATAM – Perusahaan galangan kapal milik investor asal Dubai, PT Drydock World Graha diperkirakan beroperasi kembali pada 5 Mei ini, paska kerusuhan yang terjadi pada 22 April yang memicu eksodusnya ratusan tenaga kerja asal India serta terbakarnya sejumlah asset milik perusahaan itu.
Walikota Batam Ahmad Dahlan mengatakan, meskipun kerusuhan yang terjadi di Drydock tidak mempengaruhi iklim investasi di Batam Provinsi Kepulauan Riau (kepri), namun kejadian itu dikuatirkan bisa menciptakan pengangguran bila perusahaan tersebut tidak segera mulai berproduksi.
Pemko sendiri, kata Dahlan telah melakukan dua langkah antisipasi untuk menghindari semakin meluasnya kejadian itu ke perusahaan lain, pertama berkoordinasi dengan manajemen Drydock untuk mencari solusi atas permasalahan tersebut dan kedua membentuk tim investigatif dan pengkajian. Hasil kajian tim itu nantinya akan disampaikan ke Menteri Tenaga Kerja guna proses kebijakan selanjutnya oleh Pemerintah Pusat.
Dari hasil kordinasi dengan manajemen Drydock, diperoleh informasi bahwa perusahaan itu akan memulai operasionalnya kembali pada 5 Mei ini.
“''Kita berharap agar semuanya berjalan baik dan lancar khususnya bagi tenaga kerja asal India agar mereka juga segera kembali secepat mungkin untuk bekerja begitu juga dengan pekerja lokal dan sesuai dengan inforamsi yang kami terima dari manajemen Drydock, perusahaan akan mulai beraktivitas pada 5 Mei ini,” kata Dahlan dalam konferensi pers usai shalat Jumat (30/4).
Dikatakan, paska kerusuhan tersebut, ribuan pekerja asal India eksodus pulang ke kampung halamannya, akibatnya pihak perusahaan belum bisa memulai aktivitas produksi karena terdapat bagian tertentu dari bidang pekerjaan yang memang harus dikerjakan pekerja asal India sesuai dengan kemampuannya. Pekerja asal India yang bekerja di Drydock sendiri sekitar 7.883 orang.
Sementara itu, Kepala Bank Indonesia Batam, Elang Tri Pratomo mengatakan, pihaknya juga telah mengirim tim untuk memantau secara langsung kerusuhan yang terjadi di Drydock, pasalnya, perekonomian Kepri secara umum cukup tergantung pada industri shipyard dan sebagai salah satu perusahaan shipyard terbesa, keberadaan Drydock menjadi penting.
Perusahaan itu, kata Elang diketahui mendapat pesanan dari Norwegia sejumlah lima kapal besar dengan harga seluruhnya mencapai 1.000 juta dollar AS. Pihak perusahaan, sudah mengirim dua kapal dan kapal ketiga mestinya dikirim pada Mei ini, namun diperkirakan terlambat karena proses produksi terganggu paska kerusuhan.
Meski demikian, kerusuhan tersebut tidak sampai menganggu iklim investasi di Batam dan Provinsi Kepri, karena sejumlah investor asing yang dihubungi masih merasa nyaman berinvestasi di Batam.
Bahkan menurut Elang, perekonomian Batam khususnya dan Provinsi Kepri pada umumnya akan tumbuh signifikan pada tahun ini. Itu disebabkan mulai pulihnya pasar global secara merata sehingga perusahaan di Batam kebanjiran order.
Pemberlakuan perdagangan bebas antara Asean dan Cina juga memberi dampak positif bagi perekonomian Kepri karena, perusahaan asing yang beroperasi di Kepri khususnya di Batam semakin mudah memperoleh bahan baku dan barang modal dari Cina dan tentunya dengan harga yang lebih murah sehingga menurunkan ongkos produksi dan membuat perusahaan lebih kompetitif.
“Selain itu, kerjasama dagang dengan Cina juga memperluas pasar ekspor Kepri ke Cina dari dominasi Singapura,” katanya.
Menurut Elang, dari riset yang dilakukan Bank Indonesia Batam disebutkan bahwa perekonomian Kepri tahun ini bisa tumbuh double digit, pada kuartal pertam 2010 saja pertumbuhan ekonominya mencapai 9,3 persen dan kuartal dua diprediksi tumbuh 9,4 persen. Itu tidak terlepas dari tingginya penyaluran kredit perbankan yang mencapai 13 triliun rupiah pada kuartal satu ini, naik 16,7 persen dibanding periode sama tahun lalu. (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar